58

374 69 6
                                        

Jeje kini berada di dalam kamar yang dia tempati saat dia masih berada di panti asuhan. Disanalah dia dibawa oleh Suster Ryu setelah beberapa puluh menit puas menangis di dalam pelukan wanita yang sudah merawat dirinya itu sejak bayi. Terduduk di atas kasur sambil memeluk kedua kakinya yang terlipat, Jeje mengedarkan pandangannya ke sekeliling kamar. Kondisi kamarnya masih sama seperti ketika terakhir kali dia meninggalkan panti asuhan ini usai proses adopsinya dengan keluarga Hong selesai.


Itu artinya, sudah lebih dari tiga tahun Jeje tidak lagi menghabiskan waktunya di panti asuhan. Kesibukannya bekerja serta hubungannya dengan S.Coups membuat Jeje jarang berkunjung atau menginap di panti asuhan. Hanya banyak hadiah serta bantuan berupa uang saku untuk seluruh adik-adiknya di panti asuhan yang diberikan oleh Jeje.


Berada di kamar ini lagi, membuat Jeje tiba-tiba saja terpikirkan akan sesuatu.


Tempat ini adalah tempatnya yang sebenarnya....


Bukan di antara gemerlapnya dunia hiburan.....


Bukan di samping Choi Seungcheol, pemimpin grup idol yang memiliki basis penggemar di seluruh dunia yang juga adalah CEO dari agensi mereka sendiri....


Berbagai kejadian buruk yang menimpa dirinya beberapa minggu belakangan seolah menjadi pengingat bagi dirinya untuk segera bangun dari mimpinya dan kembali menjejak dunia nyata


Bahwa selamanya dia hanyalah anak panti asuhan yang tidak layak untuk dicintai....


Keluarganya saja membuang dirinya sejak dia masih belum mengerti dunia....


Bisa-bisanya dia berharap ada orang yang mau mencintai dan menerima dia apa adanya....


Tok.... Tok.... Tok....


Pintu kamar sederhana itu diketuk dari luar. Tidak lama kemudian, daun pintu tersebut terbuka dan menampakkan sosok Suster Ryu yang tersenyum tipis sambil membawa nampan dengan salah satu tangannya.


"Tidak usah bangun dari tempat tidur.... Eomma bisa membawa ini sendiri...." Suster Ryu mencegah Jeje yang sudah akan berdiri karena melihat wanita paruh baya itu masuk ke dalam kamar dengan tangan yang penuh.


Suster Ryu membuktikan ucapannya. Dia bisa membuka pintu dengan satu tangan sementara tangan yang lain memegang nampan yang berisi sebuah mangkuk dan segelas air di atasnya. Suster Ryu bergerak dengan tangkas, meletakkan nampan di atas meja belajar di samping tempat tidur lalu duduk bersisian dengan Jeje di atas kasur.


Tangan Suster Ryu terulur membenahi anak rambut Jeje yang berantakan, menyisipkannya ke samping telinga lalu mengusap wajah Jeje dengan ibu jarinya.


"Sudah merasa lebih baik ?"


Jeje tersenyum tipis. Alih-alih menjawab pertanyaan Suster Ryu, dia malah mengajukan pertanyaan yang lain.


"Kenapa Eommonim tidak memberikan kamarku kepada penghuni panti yang lain ?"


"Supaya kau tetap punya tempat untuk pulang ke sini, Nak...."


Jawaban Suster Ryu membuat rasa bersalah kembali menjalari hati Jeje. Apakah yang sedang dia alami sekarang ini adalah karma yang harus dia terima karena dia sudah melupakan orang-orang yang merawat dan menerima dirinya sejak kecil ?


"Mianhae, Eommonim...." ucap Jeje lirih dengan kepala tertunduk.


Suster Ryu memiringkan kepalanya. Menatap Jeje bingung.


What Kind of FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang