S.Coups mengusap wajahnya perlahan. Dia tidak sadar sudah berapa lama waktu yang dia habiskan sendirian di dalam ruang kerjanya. Tiba-tiba saja, sinar matahari yang tadinya menyelusup masuk lewat sela-sela vertical blind yang terpasang di jendela ruangannya sudah berganti dengan cahaya lampu dari lampu jalan dan juga dari gedung-gedung lain yang berada di sekitar gedung yang dibeli oleh S.Coups ini.
S.Coups bangun dari kursi lalu melakukan sedikit gerakan peregangan. Terlalu lama duduk membuat otot-ototnya terasa kaku dan beberapa bagian tubuhnya terasa kebas. Setelah dia merasa sedikit rileks, tanpa menghiraukan kertas-kertas serta barang-barang yang jatuh berserakan di sekitar meja kerjanya, S.Coups berjalan menuju ke arah jendela yang ada di dalam ruangannya.
Dari balik jendela, S.Coups menatap pemandangan malam yang tersaji dari lantai tiga gedung milik Seventeen ini. Gedung ini adalah gedung lama milik Pledis sebelum mereka pindah ke kantor baru mereka bersama Hybe. Merasa memiliki ikatan emosional yang cukup dalam dengan gedung tiga tingkat ini, ketika berniat untuk mendirikan agensi mereka sendiri, S.Coups langsung memutuskan untuk menjadikan gedung ini sebagai kantor agensi mereka.
Yang tidak S.Coups perhitungkan, dan bisa dibilang sebagai salah satu kesalahan S.Coups dalam membelanjakan uangnya, gedung agensi lama mereka ini termasuk gedung tua yang sudah lama tidak direnovasi. Ketika gedung selesai berpindah kepemilikan, biaya renovasi yang dia keluarkan untuk menjadikan gedung itu layak pakai hampir sama besar dengan biaya yang dia keluarkan untuk membeli gedung tersebut.
Seandainya saja S.Coups menuruti saran Jeje untuk tidak gegabah dan mencari gedung yang masih terbilang baru sehingga tidak membutuhkan banyak biaya untuk perbaikannya, S.Coups pasti bisa menghemat banyak. Namun nasi sudah terlanjur menjadi bubur. Tidak mungkin S.Coups menjual kembali gedung tersebut. Yang bisa dia lakukan sekarang adalah mempergunakan gedung itu sebagaimana fungsinya nanti. Menjadi kantor agensi Seventeen.
"Apa Jeje benar-benar masih menungguiku di sini ?" gumam S.Coups.
Usai menutup tirai vertical blind di jendela, dia lantas mengambil ponsel, dompet serta outer yang tadi siang dia lempar begitu saja di atas sofa tunggal setelah kembali dari pertemuan bisnis yang gagal. Begitu menjejakkan kaki di koridor lantai tiga, langkah S.Coups langsung terarah menuju ke ruangan Jeje yang berada tepat di sebelah ruangan miliknya. S.Coups bisa melihat sinar lampu yang keluar dari celah pintu yang tidak tertutup sempurna. Dia menyimpulkan, sang kekasih memang masih berada di dalam ruangannya, menepati janji untuk tetap menunggu di sana.
S.Coups mendorong pelan pintu ruang kerja Jeje. Dia melihat Jeje berada dalam posisi bersandar di tepian meja kerja, membelakangi pintu masuk. Salah satu tangannya menopang ponsel yang sedang menempel di telinga. Jeje sedang menelepon seseorang. Pantas saja dia tidak menyadari kehadiran S.Coups di sana.
Baru maju satu langkah, tubuh S.Coups sontak berhenti ketika mendengar Jeje berbicara.
"Sunbaenim.... Berapa kali aku harus menolak tawaranmu itu ? Aku kan sudah resmi keluar dari SM, tidak mungkin aku kembali lagi...."
S.Coups tercenung sejenak.
Tawaran ?
Tawaran apa ?
"Bukan masalah kenaikan gaji dan posisi, Sunbae... Tapi aku sudah berjanji pada S.Coups untuk mengelola agensi bersamanya. Aku tidak mungkin meninggalkan dia hanya karena Sunbae menawarkan posisi sebagai asisten direktur kreatif SM kepadaku....."
Rasa bersalah kembali menghantam dada S.Coups.
Jeje mendapatkan tawaran menjadi asisten direktur kreatif SM ?
KAMU SEDANG MEMBACA
What Kind of Future
FanfictionTiga tahun setelah proyek All Good selesai.... Apakah kisah S.Coups dan Jeje akan menemukan akhir bahagianya Atau justru mereka akan berpisah selamanya..... Inspired by : Woozi - What Kind Of Future Highest Rank : #1 in carat (13032024) #8 in yoon...