bab 4

4.1K 281 12
                                    

"Shittt." Ucap Zavier di dalam hatinya, dia tidak terima ketika Sena mengatakan jijik dengan sentuhan.

Zavier sangat kesal dan juga marah, kemarahannya itu dilampiaskan kepada wanita yang saat ini menemaninya.

Rintihan kesakitan terdengar ketika Zavier tanpa belas kasihan menghujam dengan kasar miliknya ke dalam milik wanita itu, Wanita itu hanya bisa pasrah menerima semua perlakuan kasar bosnya sendiri, seluruh tubuhnya juga terasa remuk dan terdapat beberapa gigitan yang membengkak di beberapa bagian tubuhnya.

Bisa bermalam dan berbaring di ranjang panas sang bos adalah impian semua wanita yang bekerja di club Zavier, memiliki bos dengan wajah yang tampan dan tubuh yang bagus membuat mereka berharap suatu hari nanti akan terpilih untuk melayaninya. Walau hanya sekali seumur hidup, karena Zavier tidak pernah melakukan dengan orang yang sama untuk kedua kalinya.

"Keluar, saya tidak mau melihat wajah kamu ketika keluar dari kamar mandi." Perintah Zavier setelah mencapai pelepasannya, dia langsung beranjak dari tubuh wanita itu.

Wanita itu bergegas memakai pakaiannya dan memungut segepok uang yang yang diletakkan Zavier di atas tempat tidur, dia terlihat sangat berantakan setelah dua jam lamanya di gempur sang bos dengan sangat kasar. Wanita itu menghapus sudut matanya yang basah keluar dari kamar, bagian bawah miliknya terasa sangat nyeri. Sepertinya dia harus cuti dulu bekerja selama beberapa hari dan memeriksakan miliknya ke dokter. Untungnya Zavier membayar dengan sangat mahal, uang itu nanti akan dia gunakan untuk berobat dan mencukupi kebutuhannya selama cuti.

"Percuma saja memiliki wajah yang tampan tapi sangat kejam." Ucap wanita itu terisak masuk ke dalam lift.

Zavier menatap dirinya di depan cermin, pria itu mengangkat tangan dan menatapnya.

"Tangan yang menjijikan, berani sekali dia menghinaku." Ucap Zavier menggeram menahan emosi di dirinya.

"Brengsek." Kepalan tinju Zavier mendarat di cermin, cermin pecah berantakan dan darah segar bercucuran di tangan, bahkan serpihan kaca menempel di sana.

..........

Subuh menjelang, Sena perlahan membuka mata. Dia segera bangkit dan berjalan ke arah kamar mandi, Sena akan membersihkan diri dan bersiap untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Setelah semua selesai, Sena duduk didepan meja hias. Mempoles wajahnya dengan sedikit makeup dan juga memasang hijab untuk menutupi rambutnya. Sena tersenyum melihat Jesy yang masih terlelap, Jesy berbeda keyakinan dengan Arsena, makanya Arsena tidak membangunkan Jesy.

"Perutku terasa lapar, lebih baik aku duluan ke bawah." Ucap Sena berdiri, dia mengambil tas dan semua barangnya, nanti dia akan menunggu Jesy di bawah.

Ting..

Pintu Lift terbuka, Sema mengakat kepala akan segera masuk tapi dia terkejut melihat Nathan yang telah berada di dalam menatapnya dengan sangat tajam. Sena sedikit ragu untuk melangkahkan kakinya masuk, tapi tangan Zavier yang masih bercucuran darah menarik perhatiannya.

Zavier belum tidur sedikitpun, karena tidak menemukan apa-apa di dalam kamar untuk mengobati lukanya. Zavier memutuskan untuk pulang ke Apartemen dengan tangan yang masih basah dan bercucuran darah, bahkan tetesan darah jatuh ke lantai Lift.

"Astaga, tangan kamu kenapa?" Tanya Sena segera masuk ke dalam lift, dia mengambil sapu tangan di dalam tasnya. Ketika Sena akan meraih tangan Zavier, pria itu segera mengelak.

"Untuk apa kamu peduli, lebih baik kamu berpura-pura tidak mengetahuinya." Ucap Zavier sinis, Sena menggelengkan kepalanya.

"Jangan, kamu terluka dan kalau dibiarkan terbuka bisa infeksi nanti." Sahut Sena, wanita itu tetap meraih tangan Zavier dan membalut dengan sapu tangannya.

"Nanti kita cari obat di bawahnya, mungkin mereka punya." Ucap Sena cemas, Zavier hanya diam mengepalkan tangan sebelahnya dan berkata di dalam hati.

"Sekarang kamu peduli dengan lukaku, semalam kamu mengatakan jijik disentuh olehnya."

Pintu Lift kembali terbuka, Sena berjalan lebih dulu dan bertanya kepada pegawai hotel apakah mereka mempunyai obat untuk luka Zavier.

"Maaf Signora, ruangan tempat penyimpanan obat-obatan masih terkunci karena pegawainya belum datang."

"Apa? Kenapa bisa begitu? Lalu kalau kalian terluka bagaimana?" Tanya Sena kesal.

"Maaf Signore."

"Aneh banget, masa hotel sebesar dan semewah ini pelayanannya seperti itu." Umpat Sena mendatangi Zavier yang berdiri di depan Lift menunggunya.

"Ruangan penyimpanan obat-obatan terkunci, masih pagi dan pegawai belum datang." Ucap Sena melaporkan kepada Zavier, Zavier terlihat memikirkan sesuatu dan sebuah ide gila muncul di kepalanya. Bukannya dia ingin berkenalan dengan wanita berhijab di depannya ini, jadi sekaranglah waktunya.

"Saya akan mencari obatnya diluar, tapi saya tidak bisa menyetir karena terasa sangat perih. Maukah kamu membantu saya." Ucap Zavier, Sena terlihat ragu tapi setelah melihat luka ditangan Zavier, wanita itu menganggukkan kepala setuju.

"Kamu bisa menyetir?"

"Bisa Signore." Jawab Sena.

"Ayo.." Ajak Zavier kembali masuk ke dalam Lift bersama Sena di belakangnya.

Zavier tidak merasakan apa-apa dari luka di tangannya, hanya seperti kesemutan biasa karena dia pernah merasakan beberapa luka tembak di tubuhnya. Tapi entah kenapa, pagi ini dia bersikap manja seakan luka itu sangat menyakitkan baginya.

"Kita mau kemana? Apa ada Apotik yang buka 24 jam ya, masih terlalu pagi." Ucap Sena fokus menatap ke depan menyetir mobil Zavier.

"Di sana." Tunjuk Zavier kearah sebuah Apartemen mewah, Sena menatap heran kearah pria itu.

"Saya tinggal di sana, saya memiliki banyak obat-obatan." Ucap Zavier menjelaskan, Sena menganggukkan kepalanya berbelok masuk kedalam kawasan Apartemen dan berhenti di Basement.

Sena segera turun dari mobil, Zavier juga turun.

"Aku akan kembali ke hotel, nanti kamu minta bantuan sama Maid kamu saja." Ucap Arumi akan melangkahkan kakinya pergi, tapi perkataan Zavier menghentikan langkahnya.

"Aku tinggal sendiri dan akan susah mengobatinya."

Sena membalikan badannya dan melihat kearah Zavier.

"Kita tidak muhrim Signore, kita tidak mungkin berdua saja di sana."

"Memangnya kita mau ngapain Signora, bukankah hanya untuk mengobati luka saya saja. Menolong jangan setengah-setengah, percuma saja kamu sampai di sini." Balas Zavier tidak menyerah, Sena menggelengkan kepalanya.

"Tapi..."

"Saya janji tidak akan berbuat macam-macam." Ucap Zavier berpura-pura meringis kesakitan karena lukanya, Sena menjadi kasihan dan kembali setuju dengan permintaan Zavier.

Zavier tersenyum kecil berjalan lebih dulu ke arah Lift, akhirnya dia berhasil membujuk Sena.

Sena dan Zavier sama-sama diam di dalam Lift, sesekali Sena melihat ke arah tangan Zavier yang terbalut dengan sapu tangannya.

Pintu Lift terbuka di unit yang dihuni Zavier, pria itu keluar lebih dulu dan memencet tombol pintu unitnya.

Zavier melangkahkan masuk, sedangkan Rumi masih berdiri didepan pintu dengan perasaan yang bimbang. Ini untuk pertama kalinya dia masuk kedalam kediaman seorang pria, apalagi pria yang bersamanya sekarang bukanlah pria baik. Kejadian semalam sudah membuktikan siapa Zavier dan seharusnya Sena tidak berurusan dengannya.

"Ayo masuk." Ucap Zavier, Sena lebih dulu mengucapkan Basmalah sebelum melangkahkan kakinya.

"Assalamualaikum." Ucap Sena, Zavier terkejut dan bingung harus menjawab apa. Padahal dia tahu jawabannya, tapi karena dia selama ini sangat jauh dari agamanya maka membuat lidah Zavier kelu untuk membalasnya.

"Waalaikumsalam." Sena yang menjawab sendiri, karena tidak mendengar jawaban dari Zavier sang pemilik rumah.

Bersambung...

bantu ramein dong....

Apakah Kita Bisa Bersama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang