bab 38

3.5K 254 26
                                    

Setelah lebaran di Bandung dan menemui keluarga Zavier, mereka semua kembali ke mansion. Malam ini semua keluarga berkumpul di ruang keluarga mansion, termasuk Arsena dan Zavier.

"Arsena, kapan jadwal perkuliahan kamu akan di mulai?" Tanya Nicola.

"Seminggu lagi pi." Jawab Arsena, Nicola menganggukkan kepala dan terlihat berpikir.

"Opa, jadi waktu kita cuma satu minggu ini saja. Mereka lebih baik menikah sebelum kembali ke Roma." Ucap Nicola.

"Benar, persiapkan dari sekarang. Opa akan segera meminta anggota untuk mengurus semua berkas mereka." Sahut Opa Mateo setuju.

Arsena masuk kedalam kamar, dia menyendiri duduk seorang diri di balkon kamar. Gadis berumur 21 tahun yang selalu memakai hijab untuk menutup kepalanya itu menatap langit gelap yang mendung.

Arsena gelisah, apakah keputusannya menikah dengan Zavier tepat. Lalu bagaimana dengan Abinya, apakah selamanya Abi tidak akan lagi menerimanya sebagai anak. Tanpa terasa air mata Arsena kembali menetes, membasahi pipi.

Dret...

Ponsel Arsena berdering, dia langsung melihat nama di layar depan dan mengangkatnya.

"Sen."

"Amel, kamu sedang apa?"

"Aku di kamar, kamu baik-baik saja kan Cen."

"Iya Mel, bagaimana keadaan disana? Umi?" Tanya Arsena lirih.

"Kamu tenang saja Sen, Umi baik-baik saja. Abi masih marah sama kita semua dan mendiamkan kita semua."

"Mel, apakah pilihan aku tepat Mel. Atau aku batalkan saja pernikahan ini dan mengikuti kemauan Abi."

"Jangan Sen, kamu pantas untuk bahagia. Alif bukan pria yang baik, sebenarnya ada yang ingin aku sampaikan kepada kamu."

"Apa Mel katakanlah." Ucap Arsena, Amel pun menceritakan semuanya.

Flashback on.

Perasaan abah tidak tenang, akhirnya pria berusia 45 tahun itu mencari tahu masalah Abdullah. Abah mendatangi salah seorang sahabat yang bekerja di tempat yang sama dengan adiknya Abdullah.

"Tumben kamu datang Ali?" Tanya Heri.

"Apakah saya tidak boleh lebaran ke rumah kamu?" Sahut Abah tertawa, Heri juga tertawa dan mengajak Ali duduk di sofa beranda rumah.

Setelah berbicara panjang lebar tentang masa-masa muda dulu, Ali pun akhirnya bertanya perihal tempat Heri dan Abdullah bekerja.

"Apakah di sekolah aman-aman saja?" Tanya Ali, Heri menggelengkan kepala.

"Tidak, kepala sekolah sekarang bukan lagi yang lama."

"Bukannya itu biasa."

"Iya biasa, tapi sekarang orangnya otoriter sekali. Terlalu keras dan bertindak sesuka hati. Bukannya kamu kenal, kata Abdullah kepala sekolah sekarang itu paman dari calon menantunya." Ucap Heri, Ali menggelengkan kepala.

"Kata Abdullah anak dari adik kepala sekolah melamar anaknya Arumi, Alif." Sambung Heri.

Heri mulai bercerita panjang lebar, Ali fokus mendengarnya dan berpikir mungkin sikap Abdullah ada hubungan dengan masalah di sekolah.

Setelah pulang dari rumah Heri, Ali segera menemui Abdullah di rumahnya.

"Ada apa lagi sih bang? Kalau masalah Arsena saya malas." Ucap Abdullah, Ali terdiam mendengarnya.

"Bukan tentang Arsena, tapi kamu."

"Saya? Ada apa dengan saya?" TanyaAbdullah heran.

"Siapa yang menekan kamu, kenapa kamu menjadi seperti ini? Apa perjodohan Arsena dan Alif ada hubungannya dengan kepala sekolah yang baru, paman Alif?" Tanya Ali, Abdullah terkejut dan menatap kedua mata Ali.

Apakah Kita Bisa Bersama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang