Acara pengajian 4 bulanan Arsena telah selesai, semua orang telah kembali ke kamar mereka untuk beristirahat. Walau hanya acara sederhana, tapi tetap saja membuat mereka kecapekan.
Setelah selesai mengerjakan sholat isya, Abah mengajak Abi untuk menemui Aro. Kebetulan saja mereka bertemu dengan Aro di beranda rumah, Aro bersama dengan Zavier dan juga Mateo Opanya.
"Aro, saya mau berbicara." Ucap Abah, Aro terdiam menatap Zavier sebelum menyahuti permintaan abah. Zavier menganggukkan kepalanya, Aro langsung paham.
"Iya bah, boleh." Sahut Aro .
"Bicara disini saja bah, Nathan tahu arah tujuan abah." Sela Zavier, Abah menganggukkan kepalanya.
"Baiklah, tapi apa nak Aro setuju?" Tanya Abah.
"Tidak masalah bah, tidak ada rahasia antara saya dan Zavier." Jawab Aro, Mateo tersenyum menatap Aro .
Sebelum berbicara abah melihat sejenak kepada Abdullah adiknya, Abdullah membalas dengan senyuman kecil. Abah menghela nafas sebelum mulai berbicara, sikap abah membuat Aro semakin tegang.
"Maaf kalau perkataan abah nanti akan menyinggung kamu, tapi sebagai seorang ayah dari seorang anak perempuan yang dekat denganmu saat ini. Abah merasa tidak tenang sebelum mengetahui kepastian hubungan kalian. Abah tidak meragukan perasaanmu, tapi abah takut kalau hubungannya berakhir ditengah jalan dan kalian sama-sama kecewa. Pasti akan sangat sulit bagi kalian berdua untuk menyembuhkan perasaan masing-masing. "Ucap abah menatap dalam kedua mata Aro, Zavier dan Mateo memilih untuk menjadi pendengar saja dulu.
"Saya paham maksud abah, sangat paham. Tapi.." Aro menjeda perkataannya dan kembali melihat kepada Zavier, terlihat kegelisahan dimatanya.
"Katakan semuanya, abah butuh keterbukaan kamu." Ucap Zavier, Aro menganggukkan kepala kembali melihat kepada Abah.
"Lanjutkan." Sahut Abah.
"Tapi sampai saat ini saya belum mendapat restu dari kedua orang tua saya, mereka menentang keinginan saya untuk pindah keyakinan."
"Lalu bagaimana dengan kamu sendiri Aro, apakah kamu yakin akan meninggalkan keyakinan kamu sebelumnya dan mengikuti keyakinan kami? Dan ketika kamu memutuskan untuk ikut keyakinan kami, berarti kamu harus menjalankan semua perintahnya." Ucap Abah kembali bertanya.
"Saya yakin bah."
"Jangan jadikan Amelia alasan utamanya, harus dari hati nurani kamu. Sebab nanti ketika kalian terjebak dalam satu masalah, kamu akan menyesal."
"Tidak bah, tidak semata karena Amelia. Semenjak saya melihat Zavier fokus beribadah, dia berubah total. Lebih tenang dan juga sabar,bahkan di dekatnya saja membuat saya nyaman dan juga tenang. Sangat berbeda dari sebelumnya, kedua tubuh kami mengeluarkan aura negatif yang membuat kami selalu gampang terpancing kemarahan." Jawab Aro lantang, Zavier dan Mateo sama tersenyum saling bertatapan.
Abah dan abi kembali saling lirik, mereka senang mendengar jawaban Aro, setidaknya jawaban Aro membuat mereka sedikit merasa lega, walau belum sepenuhnya.
"Kamu harus segera memutuskannya Aro, jangan menunda lagi. Kalau kamu butuh bantuan kami untuk meyakinkan orang tuamu, kami bersedia." Mateo akhirnya membuka suara, Aro terharu mendengar perkataan Mateo.
"Terima kasih Opa." Ucap Aro dengan mata berkaca-kaca, Zavier yang duduk disebelah Aro menepuk bahu Aro.
"Baiklah kalau begitu, besok saya akan menemui orang tua kamu. Untuk pertemuan pertama ini biar saya berdua saja dengan Aro, setelah itu baru kita rencanakan pertemuan keluarga selagi abah dan abi masih disini." Ucap Mateo lagi, semua orang menganggukkan kepala setuju.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apakah Kita Bisa Bersama
Teen Fiction"Jangan samakan aku dengan perempuan yang biasa berada di sekitarmu, jangankan untuk memeluk, menyentuh seujung jari saja kamu tidak akan bisa." Ucap Arsena menghentikan langkah Zavier. Zavier terdiam di tempatnya berdiri, kata-kata dari Arsena meny...