bab 37

3.7K 281 29
                                    

"Terserah." Jawab Abdullah, semua mata melihat kepadanya, jawaban Abdullah sangat tidak menyenangkan sama sekali.

Arsena kembali meneteskan air matanya, dia tidak menyangka pria yang merupakan cinta pertamanya bersifat acuh seperti itu.

"Maksud pak Abdullah apa?" Tanya Nicola geram mengepalkan kedua tangan, Syila mengelus punggung Nicola untuk menenangkan suaminya.

"Ya terserah, kalau mau nikah ya nikah saja. Bukannya perkataan saya jelas semalam sama mereka, kalau saya tidak lagi bertanggung jawab atas Arsena. Ketika dia melangkahkan kakinya pergi mengikuti anak anda, berarti hubungan saya dengan Arsena telah selesai." Jawab Abdullah santai, Zavier menggelengkan kepala kesal begitu juga dengan Nicola dan Aro.

"Astagfirullah Abi, istigfar Abi. Arsena anak kita satu-satunya bi, tanggung jawab Abi belum selesai bi." Ucap Siti, Abdullah tersenyum kecut menatap anak dan istrinya.

"Abi tidak pernah mengajarkan keburukan selama ini, tapi kemarin malam dia berani membantah Abi. Makanya Abi pun tidak akan menganggap dia sebagai anak lagi, abi juga tidak akan melarang Umi berhubungan dengan dia, tapi Umi juga harus menghargai keputusan Abi."

"Abdullah, dimana hati kamu. Arsena anak kamu Abdullah, kamu besarkan susah payah." Teriak Ali marah.

"Itu dulu kang, sekarang tidak lagi." Balas Abdullah segera berdiri dan keluar dari sana.

Arsena memeluk Siti Uminya, dia terisak. Begitu juga dengan Siti yang memeluk erat Arsena, dia tidak menyangka suaminya akan bertindak sejauh itu kepada mereka.

Semua orang terdiam, hanya isakan tangis Arsena yang terdengar. Ibu dan Amelia juga menangis melihat Arsena dan Uminya, mereka merasakan kepedihan di hati Umi dan Arsena.

"Bah." Panggil Ibu, Abah terdiam melihat kearah istrinya.

"Arsena, biar aku yang mengalah. Aku tidak mungkin memisahkan kamu dari keluargamu." Ucap Zavier lirih dengan mata berkaca-kaca seperti ingin menangis namun sekuat tenaga dia tahan , Zavier berdiri dan akan keluar tapi tangan nya di tahan oleh Opa Mateo.

Arsena semakin terisak menggelengkan kepala tidak percaya dengan perkataan Zavier, dia tidak mungkin sanggup kehilangan Zavier tapi dia juga tidak sanggup kehilangan keluarganya.

"Duduk." Perintah Opa Mateo, Zavier dengan patuh menuruti nya.

"Belum selesai, siapa yang meminta kamu untuk pergi." Ucap Mateo marah, Zavier menatap sendu Opa Mateo dengan mata berkaca-kaca.

"Aku tidak tahan melihat air mata Arsena Opa."

"Keputusan kamu hanya akan menambah air mata itu semakin deras, seharusnya kamu yang menguatkan Arsena." Sahut Mateo, Zavier menundukkan kepalanya.

Semua orang menatap sedih kedua pasangan kekasih itu, rintangan mereka sangat berat.

"Pak Ali, semua keputusan saya serahkan kepada anda." Ucap Mateo menatap Ali, Ali terlihat berpikir keras.

Ali menghela nafasnya menatap Zavier dan juga Arsena bergantian, dia merasa tidak tega memisahkan kedua anak yang saling mencintai itu. Tapi dia juga ragu, apakah keputusan yang akan dia ambil ini benar.

"Zavier." Panggil Ali, Zavier mengangkat kepalanya menatap Ali.

"Iya Bah."

"Berjanjilah, kalau Cena wanita satu-satunya dalam hidup kamu. Jangan pernah sakiti dia, bahagiakan dia di atas kebahagian kamu. Jangan sampai saya menyesal atas keputusan yang saya ambil." Ucap Ali lantang, Zavier menganggukkan kepala.

"Saya berjanji tidak akan menyakiti Arsena, kalau saya melakukannya maka kepala saya taruhannya. Sebagai seorang mafia sejati, saya mempertaruhkan nyawa saya ditangan Abah. Kalau suatu hari nanti saya menyakiti Arsena, maka Abah silahkan memenggal kepala saya. Saya yakin kedua orang tua dan keluarga saya tidak akan mempermasalahkannya, karena janji seorang Mafia itu abadi." Sahut Zavier bydengan lantang dan penuh keyakinan.

Apakah Kita Bisa Bersama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang