Abdullah masuk kedalam rumah dengan wajah penuh amarah, dia menatap tajam kearah Arsena yang sedang membantu Siti menyiapkan menu untuk berbuka puasa.
"Arsena." Teriak Abdullah menggelegar.
Arsena dan umi Siti terkejut, kedua wanita itu membalikkan badan dan melihat ke arah Abdullah.
"Ada apa bi?" Tanya Arsena.
"Apa saja yang telah kamu lakukan selama disana, menjual diri? Sehingga pria itu bisa dengan mudah membelikanmu barang-barang mewah." Jawab Abdullah, Arsena kembali terkejut dan matanya berkaca-kaca.
"Apa maksud abi? Arsena tidak pernah menjual diri?" Tanya Arsena dengan nada suara bergetar.
"Kalau tidak bagaimana mungkin pria itu bisa membelikan kamu kulkas dua pintu yang besar dan juga motor listrik, pasti ada imbalanyang diterima dari kamu. Sudahlah Arsena jangan mengatasnamakan cinta lagi, pasti kamu telah memberikan tubuh kamu kan?"
"Astagfirullah, istigfar Abi." Seru Siti yang tidak terima dengan perkataan suaminya.
Air mata Arsena menetes dengan deras, dia menatap nanar pria yang selama ini dipanggil dengan sebutan Abi.
"Arsena tidak pernah melakukan hal sekeji itu, selama ini Arsena selalu menjaga harga diri Arsena sebagai perempuan. Kenapa Abi bisa berpikir seperti itu, padahal Abi sendiri yang membesarkan dan merawat Arsena, mengajarkan Arsena kebaikan. Tapi hari ini Abi sendiri yang menyakiti Arsena, Sena tidak percaya Abi akan menghina Arsena seperti itu." Ucap Arsena terisak, Siti langsung meraih tubuh Arsena dan memeluknya.
"Buktikan kalau kamu memang anak Abi, jangan selalu membantah semua perkataan Abi. Kalau kamu sayang sama Abi dan Umi kamu, tinggalkan pria itu dan terima lamaran Alif."
Arsena terdiam mendengar perkataan Abdullah, terdiam lama dengan air mata yang selalu mengalir dengan deras
"Baiklah, sekarang apapun yang abi inginkan akan Arsena turuti." Ucap Arsena melepaskan pelukan Siti dan berlari ke dalam kamarnya.
"Abi terlalu memaksakan keinginan Abi, ini tidak akan baik untuk kedepannya." Omel Siti meninggalkan Abdullah dan berjalan ke arah dapur.
Arsena terisak di dalam kamar, Amelia dan Abah yang mendengar semua perkataan Abdullah tidak bisa berbuat apa-apa. Amelia sangat menyesal, dia tidak menyangka akan berdampak seburuk ini.
"Bah." Ucap Amelia meneteskan air mata, dia juga merasakan yang Arsena rasakan saat ini.
"Kamu tidak salah nak, kamu hanya meluapkan kebahagian yang dirasakan Arsena dan kamu rasakan juga." Sahut Abah memeluk anaknya itu.
.........
Hari demi hari berlalu, Arsena lebih banyak diam dikamar dan keluar ketika Abdullah tidak berada dirumah. Bahkan disaat berbuka saja, dia tidak mengeluarkan sepatah katapun kepadaAbdullah.
Suasana di rumah Arsena dan Amelia tidak lagi berwarna, padahal besok sudah lebaran. Semua orang terlihat tidak antusias menyambut lebaran, bahkan Siti tidak bersemangat membersihkan rumah dan menyiapkan kebutuhan lebaran. Padahal Abdullah mengatakan kepada Siti untuk berberes karena nanti di malam takbiran, keluarga Alif akan datang untuk melamar Arsena.
Beberapa kali Siti dan Amelia mengajak Arsena ke Mall untuk membeli baju lebaran, tapi Arsena selalu menolaknya.
Hal yang sama juga dirasakan Zavier, belakangan ini dia merasakan kalau Arsena dingin kepadanya. Setiap Zavier mengirim pesan, Arsena membalas dengan singkat dan tidak pernah menjawab panggilannya. Awalnya Zavier berpikir kalau Arsena pasti sibuk membantu Umi menyiapkan persiapan lebaran, tapi semakin lama dia merasa ada yang berbeda dengan kekasihnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Apakah Kita Bisa Bersama
أدب المراهقين"Jangan samakan aku dengan perempuan yang biasa berada di sekitarmu, jangankan untuk memeluk, menyentuh seujung jari saja kamu tidak akan bisa." Ucap Arsena menghentikan langkah Zavier. Zavier terdiam di tempatnya berdiri, kata-kata dari Arsena meny...