Bab 35

1.5K 28 2
                                    

Seiring kepergian Boby, Alexsa melepaskan tangannya dari tubuh Hans,memberi jarak dengan perlahan. Tatapan dingin dia tujukan pada sang suami.

"Maafkan sayaaa.." ucapa Hans lirih. Pria itu sungguh merasa bersalah, tatapan sedih yang dia tujukan pada sang istri.

Tak ada jawaban, Alexsa menyeka airmata lalu memutar langkah, kemudian meninggalkan Hans ditempat.

"Alexsa..?" Hans meraih tangan gadis cantik itu. Tapi ditepis nya.

"Jangan sentuh akuu! Aku tidak sudii.. di sentuhh pria yang tidak menghargaiku sedikit pun!!" Gadis itu sangat marah, bahkan suaranya gemetar ketika bicara.

Pergi menuju kamar ,membanting pintu ketika dia telah memasuki kamar yang menjadi tempat pelariannya.

Hans terpaku dengan tangan yang mengambang diudara. Kemarahan Alexsa dianggapnya sebuah kewajaran. Sudah bisa dia duga Boby pasti telah meracuni dirinya. Karna sejak dulu pria itu selalu saja ingin bersaing dengan nya.

Duduk meringkuk diatas ranjang. Alexsa menangis sejadi-jadinya. Perasaan marah, kesal dan juga benci dia tujukan pada sang suami. Bahkan ucapan Boby pun terngiang-ngiang di telinganya, terasa sakit dihati seperti sembilu menusuknya.

Tak lama kemudian Hans datang dengan sebuah nampan ditangannya. Duduk disisi ranjang disamping sang istri. Meletakan nampan yang berisi segelas air putih keatas ranjang.

Walau gadis itu sedikit bingung, bagaimana sang suami memasuki kamar itu, padahal telah dikunci. Memilih abai dia pun tidak ada niatan untuk bertanya.

Membuang wajah, Alexsa tidak ingin menatap Hans kemarahan dihatinya belum juga sirna.

"Minumlah.." ucap Hans sembari menyodorkan segelas air putih.

Gadis itu tidak menjawab dia hanya menggeleng pertanda menolak, kembali Hans meletakan gelas yang masih berisi air itu keatas narkas.

Dia meraih dagu Alexsa hingga mengarah padanya. Awalnya Alexsa bertahan dengan wajah yang membelakangi Hans. Tapi pria itu memaksa, maka tidak ada pilihan untuk nya.

Menatap seluruh wajah sang istri. Sedih, iba dan hancur dia rasakan saat ini. Dia merasa tak berguna, karna telah lalai dengan tugas menjaga sang istri.

Dilihatnya ada bercak darah di dahi dan juga bibir, kembali penglihatannya menjelajah. Ke seluruh tubuh Alexsa, banyak luka goresan dibagian tangan dan juga kaki, bahkan ada juga yang lebam. Hatinya sungguh teriris menyaksikan semua itu.

Menatap sang istri dengan sedih, tangan terangkat dengan sedirinya menyeka air mata yang terus mengalir di pipi. Alexsa sedikit tersentuh ketika mendapatkan perlakukan lembut dari sang suami.

"Aku bukanlah wanita murahan.. seperti yang kalian katakan.." lirih Alexsa sambil terisak.

"Pernikahan ini memang tidak benar, tapi sungguh.. aku melakukannya karna aku telah jatuh cinta sejak pertama kali kita bertemu. Apakah menurut om itu berlebihan?" Hanya itu yang lolos dari bibir Alexsa.

Hans hanya terdiam kaku beberapa detik. Kemudian keluar mengambil kotak obat. Kembali kekamar sang istri dan duduk ditempat sebelumnya.
Kembali menoleh keatas narkas,, dimana air didalam gelas masih belum susut.

"Minum lah.. siapa tau bisa menyegarkan tenggorokan kamu saat inii.." meraih kembali gelas, tapi kalah cepat oleh Alexsa, gadis itu seperti tidak Sudi jika Hans yang meraih sang gelas dan memberikan padanya.

"Aku bisa sendirii!!" Tegas nya dingin. Seketika tangan Hans mengambang diudara, kembali menarik kearahnya.

Hans membersihkan bercak darah  diwajah Alexsa. Walau beberapa pun tadinya Alexsa menolak, tapi pria tampan itu memaksa, hingga tak ada pilihan selain pasrah bagi Alexsa.

Hening, tidak ada suara dari keduanya. Hans masih sibuk merawat luka sang istri. Alexsa hanya bisa menatap Hans dengan rasa kagum, dia tidak menyangka seorang suami yang dikenal cuek padanya. Saat ini merawat luka yang ada ditubuhnya. Hingga semuanya telah diobati, kembali Hans merapikan kotak obat menyimpannya diatas narkas.

Alexsa tidak mengalihkan tatapan nya dari sang suami. Mengamati semua gerak gerik Hans, ntah kenapa ada kedamaian dalam hati merasakan semua ini, tapi hati kecilnya masih saja marah pada sang suami.

Hans menatap Alexsa dengan dalam, hingga netra mereka pun saling terkunci. "Maafkan sayaa.." diperdetik kemudian, hanya itu yang dilontarkan Hans.

"Tidak perlu minta maaf, aku sudah biasa dihina seperti itu!" Cetus Alexsa.

Hans kembali terpaku sungguh bisa dia rasakan kesedihan Alexsa saat ini.

"Dengar Alexsa, siapapun pasti akan menyangka selayakan Boby. Bagi sebagian orang yang saya kenal, mereka tidak akan percaya.. saya memiliki istri seusia anak sayaa.. saya seorang yang dipandang berduit. Mereka pasti memiliki pemikiran yang berbeda-beda." Diam sejenak, meraih bahu sang istri hingga menghadap padanya, Alexsa hanya diam dengan tatapan tajam.

"Saya dan Boby, berteman sejak kecil.. dia selalu ingin bersaing dengan sayaa.. dia berambisi akan memiliki apapun yang saya miliki. Terutama kamu... Sampai saat ini dia tidak percaya.. kamu adalah istri yang saya nikahi.. yang dia inginkan hanyalah, mengalahkan saya dalam setiap hal."

Airmata Alexsa kembali mengalir. Kali ini Hans menyeka air mata yang jatuh dengan sangat lembut.

"Saya mohon.. apapun yang dikatakan Boby, jangan dipercaya.. mungkin saja ucapnya itu tidak benar. Karna ambisi, dan juga keserakahan.. bisa saja dia mengatakan kebohongan demi memuluskan rencananya." Sambung Hans lagi, pria itu berharap Alexsa akan percaya dengan ucapannya, ya memang itu kebenarannya.

Tak ada jawaban dari Alexsa, dia hanya diam sambil membuang wajah membelakangi Hans.

"Pergii dari sinii. Tinggalkan aku sendirii..!!" Ucapnya dingin. Sekian lama terdiam hanya pengusiran yang didapat Hans.

Tertegun, menatap sedih sang istri. "Baiklah.. saya akan pergi, jangan anggap ini karna saya tidak memperdulikan kamu. Saya tau.. saat ini  kamu butuh waktu untuk sendiri." Hans sungguh serba salah. Ingin rasanya dia menemani sang istri. Tapi dia juga takut jika Alexsa semakin terluka kalau dia terus disini.

Tanpa mengulur waktu, Hans pun berlalu dari kamar itu, memastika pintu kamar tertutup barulah dia beralih ke keruang makan.

Hans membeli makan siang untuk mereka berdua, yang belum sempat diletakkannya didapur, bungkusan itu masih tergeletak diatas lantai. Memungut dengan perlahan kemudian menata diatas meja, tentunya semua makanan telah dipindahkan kewadah.

Saat ini Hans baru menyadari, rumah yang ditinggalnya tadi rapi dan bersih, saat ini berntakan kaya kapal pecah. Banyak kaca yang berserakan, meja dan kursi tak beraturan letaknya. Bisa dia bayangkan betapa ketakutannya Alexsa, ketika Boby melakukan tindakan tak senonoh untuknya.

Perlahan pria tampan itu merapikan semuanya dengan telaten, hingga butuh waktu satu jam untuk merapikan semuanya. Dilihatnya jam menunjukan pukul 02:30 siang. Baru saja dia teringat. Jika Alexsa belum makan siang.

Kembali memasuki kamar dengan niat akan mengajak sayang istri untuk makan siang. Tapi Hans tidak mendapatkan Alexsa dimana pun. Dia sudah memindai seluruh isi kamar. Namun sang istri tidak ada dimana-mana.

Berteriak memanggil namanya, Hans  seketika merasakan ketakutan. Fikiran buruk pun melanda saat ini. Kemana pergi nya sangat istri, sementara pintu kamarnya tidak terbuka sejak tadi.

Berjalan kebalkon, ntah dapat pemikiran dari mana dia, Bisa saja Alexsa melompat dari balkon berniat bunuh diri. Memeriksa kebawah dari atas sana dengan wajah panik, berharap dalam hati, semoga dugaannya salah.



I'm crazy about you, Uncle DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang