BAB 66

475 10 0
                                    

Seketika suasana hening, Alexsa menatap kosong ke depan. Sementara Hans, tertegun terdiam ditempat melihat Rekasi Alexsa.

Perlahan Pria itu bangkit dari duduk, menyambar botol air mineral diatas narkas.

"Minum dulu sayang, adek pasti haus." Hans menyodorkan benda  ditangannya ke Alexsa.

Perlahan Alexsa mengalihkan tatapan padanya, dengan dingin. Diraih botol itu dari tangan sang suami, kemudian meneguk isinya sampai dahaganya hilang.

"Apakah? Adek belum siap, dengan kehamilan inii?" Tanya Hans walau ragu, dengan sangat hati hati.

Seketika tegukan Alexsa terhenti. Kembali dia memberikan botol minum itu pada sang suami. Menatap tajam pada nya.

"Apakah menurut mas, adek memiliki fikiran seperti itu?" Ucapnya dingin.

Seketika dahi pria itu mengkerut. Merasa serba salah dalam berucap. "Bukan gitu maksud mas sayang.."

"Adek bukanlah wanita seburuk itu mas!" Tegasnya sembari beralih arah.

Hans hanya memilih diam, dia tidak ingin mengulangi pertanyaan, mungkin dengan diam, itu yang terbaik untuknya saat ini.

"Yaudahh, jangan difikirkan. Sebaiknya Adek istirahat lagi, yuk." Hans kembali membaringkan tubuh sang istri seperti semula. Dan duduk ditempat yang sama.

Mengelus puncak kepala Alexsa dengan lembut, hingga membuat hati Alexsa damai seketika.

"Apakah, menurut mas, Adek akan mampu menjali kehamilan diusia muda?" Bertanya tanpa menatap sang suami.

"Fikiran apa itu sayang? Allah pasti sudah mengetahui pasti adek akan mampu, makanya yang kuasa menitipkan sebuah nyawa di rahim adek." Jawab Hans dengan anda selembut mungkin.

"Tapi adek ragu mas, adek takut nanti malah akan mengecewakan mas.." jawabnya lagi dengan nada memelan.

Mendengar ke khuatiran sang istri, membuat Hans menghela nafas panjang.

Diraihnya kembali tubuh sang istri kemudian memeluk tubuh itu.

"Tidak perlu ada ketakutan sayang, kita akan merawatnya bersama-sama. Jika perlu kamu tidak usah melanjutkan kuliah dan mencapai gelar sarjana kamu sayang. Cukup banyak istirahat dirumah saja sayang." Mendengar ucapan Hans Alexsa melerai pelukan Hans menatap pria itu dengan alis yang saling bertaut.

"Enak ajaa!" Protesnya tak terima. Alexsa membuang wajah kesamping.

"Loh, kok gitu jawabnya sayang?"

"Habiss!"Alexsa melenguh kesal.

Hans mengukir senyum. "Ini demi kebaikan sayang. Mas tauu, gelar sarjana.. itu adalah impian adek sayang. Tapii jika dengan berkuliah, akan membebani kandungan adek. Ngak ada salahnya kan. Jika adek memilih cuti dulu. Setelah melahirkan, atau keadaan adek membaik baru lanjutkan lagi.. kuliahnya." Alexsa masih bergeming, tapi bisa dilihat Hans, gadis itu sedang berfikir keras. " demi anak kita.." tambah Hans agar sang istri menghilangkan keraguan di hati.

Alexsa kembali menoleh pada sang suami dengan raut  wajah bingung.

"Tapi mas, adek ngak bisa berhenti ditengah jalan. Adek harus memiliki titel agar mas tidak merasa insecure jika berdampingan dengan adek."

Seketika dahi Hans berkerut. Dari mana sang istri mendapatkan pemikiran demikian.

"Adek merasa tidak layak, jika ada pertemuan bersama rekan bisnis, dan juga sahabat mas. Dimana pasangan mereka memiliki gelar sarjana, dibidanganya masing-masing." Rengek manja gadis itu.

Hans semakin dibuat tertegun mendengar ucapan Alexsa. Kenapa tiba-tiba Alexsa menjadi iri pada istri teman-temannya.

"Dengar sayang, mas bukanlah pria seperti itu. Mas tidak akan mempermasalahkan gelar yang kamu miliki. Mas hanya ingin cinta dari mu sayang."

I'm crazy about you, Uncle DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang