Bab 7

1K 28 0
                                    

Pagi ini tepat pukul tujuh pagi, penghulu telah berada diruang tamu rumah mewah Hansdoko, seperti ucapannya tadi, dia akan menikahi Alexsa hari ini juga. Tapi di karnakan dia harus keluar kota jam sembilan pagi, jadi jam tujuh adalah waktu yang tepat untuk melakukan ijab-kabul.

Suasana diruang tamu tidak terlalu ramai, hanya keluarga inti dan juga para tetangga yang hadir, termasuk juga Anita sang tetangga depan rumah Hans.

Disisi lain, Alexsa masih duduk dikamar Salena dengan gaun pengantin milik ibu Salena. Itu adalah keinginan Salena, ketika Sang ayah menikah lagi, maka pakaian pengantin sang ibulah yang akan dipakai calon ibu sambungnya.

Alexsa termenung dengan fikiran sangat jauh. Lagi- lagi dia berfikir pernikahan dilandasi kebohongan, itu tidak benar.

Saat ini fikirannya berkecamuk, antara menerima pernikahan ini, atau juga meninggalkannya. Hingga membuat kepalanya sedikit pusing Karan berfikir. Alexsa memijat dahinya sekedar menetralkan rasa nyeri dikepalanya.

"Ini tidak benar, jika ini diteruskan..aku akan merasa berdosa membohongi om Hans" gumam Alexsa frustasi. Dia bahkan berdiri dan berjalan mondar mandir seperti stress nya.

"Aku harus mengakui nya kepada om Hans.." ini adalah keputusan yang tepat menurut nya. Tanpa berfikir lagi, Dia mulai melangkah kearah pintu. Ketika dia hendak meraih gagang pintu, saat itu juga pintu itu terbuka dari luar, hingga memunculkan sosok Salena yang saat ini tersenyum manis padanya.

Seketika senyumnya mengaku, ketika mendapati Alexsa telah berada dibalik pintu,"Lu mau kemana?" Tanya Salena dingin. Salena sudah bisa menebak, apa yang akan dilakukan Alexsa saat ini.

"Gu-gu-gu-e-guee.. mau bertemu om Hans!" Jawabnya terbata.

Salena menyudutkan matanya menatap Alexsa. "Mau ngapain luu ketemu Papa?" Tanya Salena penuh kecurigaan.

Diam, Alexsa bahkan ragu akan berucap. Dia hanya menatap Salena dengan tatapan dalam. Menghela nafas dengan berat.

"Jawab All? Lu mau ngapain ketemu Papa?" Suara Salena sedikit meninggi, sementara tangannya mengoyang-goyang bahu Alexsa perlahan.

"Gue ngak tauu Sall, yang guee tauu, gue harus memberitahu kebenaran sama om Hans, agar beliau tidak merasa dibohongi!" Jawab Alexsa semakin frustasi.

Salena mendorong tubuh Alexsa perlahan kedalam kamar, kemudian dia kembali menutup pintu kamar dan menguncinya.

"Tapii, kenapa lu bisa berubah fikiran beginii? Bukankah kita sudah sepakat. Ini hanya akan menjadi rahasia kitaa.." ucapa Salena selembut mungkin.

"Tapii, guee ngak bisaa.. Sall! Gue ngak bisa bohongin pria yang gue cintai.

Salena tertegun mendengarkan ucapan Alexsa. Impian mencadikan sang sahabat ibu sambungnya seakan pupus ditengah jalan.

Suasan hening sejenak, mereka pun larut dalam kebisuan.

"Ok, baikk!! Silahkan.. lu mau bicara apapun sama Papa.. itu hak luu.. pergilah..!!" Saat itu juga bulir bening terbit disudut mata Salena.

Salena bertumpu dimeja rias, menatap dirinya dipantulan cermin.

Alexsa hanya terpaku ditempat. Yang dia lakukan saat ini, hanya menatap punggung sang sahabat, bisa dirasakan Alexsa, Salena sangat kecewa padanya.

Salena berbalik badan, kembali menghunus tatapan pada Alexsa.

"Maafkan gue Sall.." ucapnya dengan mata yang berkaca-kaca.

"Tidak perlu minta maaf All, lu punya hak! Ini hidup luu.. gue ngak bisa merubah apapun. Maafin gue yang terlalu egois, dan mengikut sertakan luu dalam keadaan keluarga guee.. sekali lagi maafin guee.." lirih Salena bersungguh-sungguh. Alexsa dibuat merinding mendengar ucapan Sang sahabat. Dia mendekati Salena dengan langkah besar dan memeluknya.

I'm crazy about you, Uncle DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang