Bab 9

1.3K 33 0
                                    

Kembali diam sejenak, bahkan dua orang dewasa itu tengah larut dalam pemikiran masing-masing.

Didetik kemudian, Alexsa mengeluarkan suara, yang berhasil membuat Hans terkejut.

"Ceraikan akuu om, dan pergilah pada tantee Anita, dia lebih berhak.. dan om bisa membalaskan Budi omm.." ucap Alexsa dengan tatapan kosong kedepan.

Hans tercengang, "A'paa yang kamu katakan Alexsaa? Kamu fikir pernikahan itu sebuah permainan! Apa yang difikirkan orang- orang.. padakuu.. menceraikanmu setelah sepuluh hari pernikahan kitaa..!"

"Jangan munafikk!!" Cerca Hans menatap rendah.

"Tapii omm-"

"Diam lahh! Kamu tidak memiliki hak untuk bicara!" Tegas Hans membuang muka.

"Bodohnya mendiang istriku, menganggap sahabat anaknya ituu adalah gadis yang mulia, tapi kenyataannya tidak seperti ituu! Berambisi menjadi kaya raya, hingga menjabat seseorang dalam misinya. Bahkan juga melibatkan sang sahabat!" Hina Hans lagi.

Kali ini Alexsa mulai kesal, dia sadar dia memang melakukan kesalahan, tapi tuduhan Hans juga tidak benar, dia menyetujui permintaan Salena Karna dia memang jatuh cinta pada sang ayah sahabatnya itu.

"Berhenti lahh.. mengatakan Alexsa serendah ituu om, karna Alexsaa bukanlah orang seperti itu."

"Hehh! Jika bukan, lalu a'paa namanya. Menjebak seorang pria yang jauh lebih tua darimu, dan memilih kamar dan ranjangnya untuk melancarkan aksimuu..!!_

"Itu tidak benar!" Tegas Alexsa,

"Diamlah Alexsaa! Karna kamu tidak memiliki hak, untuk bicara! Nikmatilah statusmu sebagai .seorang nyonya Hansdoko, didepan publik, tapi tidak jikaa kita berdua didalam kamar ini.. karna asall ka'muu tauu, mulai saat inii.. aku sangat membencimuu!! Tetap disisikuu, aku anggap itu hukuman untuk muu!!" Tegas Hans mencengkram kuat kedua rahang Alexsa,.hingga membuat wajah gadis itu terdongak menatap nya.

Kemudian Hans menghempas wajah wanita itu kesamping dengan kasar, didetik kemudian dia pun pergi meninggalkan Alexsa yang saat ini tengah terisak.

Hans menutup pintu kamarnya dari luar, dia sedikit telonjak kaget, ketika berbalik badan, telah mendapati sang putri telah berada dihadapannya.

"Ngapain kamu kesini?" Tanya Hans dengan raut wajah terkejut.

"Ya mau ketemu papa lahh.. mana oleh-oleh nyaa?" Salena mengulurkan tangan meminta. lengkap dengan wajah sok imutnya.

"Adaa.. dikamar ka'muu, papa udah taro disana tadii.."

"Yaahh.. padahal Salena baru, saja dari kamar.." rengek manja gadis itu.

Hans tersenyum sambil mengacak lembut puncak kepala sang anak semata wayangnya itu.

"Ayoo Papa temenenin kekamar ka'muu.. papa ingin lihat apakah kamu akan menyukai hadiah dari papa.."

"Buat bundaa?" Tanya Salena memastikan.

"Bundaa?"

"Iyaa bundaa.. istri baru papa.."

"Ouhhhh... Udah dong sayang, tadi udah papa kasih kedia, tu lagi dicobainn.." dusta Hans.

"Papa ngasih apa sih kebundaa? Kepo deh Salena.." ucap Salena menyengir.

"Anak kecil, mau tau ajaa.." Hans mengetuk pelan dahi Salena dengan telunjuknya.

"Ihh papa.. sakit tauu." Rengak manja Salena sembari menggosok dahinya.

"Masa iyaa.. sakit? Papa ngak ngerasa tuuhh.."

"Ihh papa.." kesalnya merajuk.

"Ya dehh.. sakit, papa minta maaf dehh.." bujuk Hans

Hal itu berhasil membuat Salena tersenyum. "Yaudah dehh, Salena maafin, lain kali jangan diulangi lagi yaa.."

"Pastinya dong sayang..ayoo kita kekamar ka'muu?"

"Ayoo.. Eh, tapi gimana dengan bundaa? Apa ngak sekalian Kita ajak?"

"Ngak usah.. dia lagi istirahat!" Hans meraih tangan Salena dan menariknya menjauh dari pintu kamar nya. Walau bagaimana pun Hans tidak ingin sang anak melihat, kondisi sahabatnya saat ini, sudah pasti dia akan kesal, jika tau Alexsa tengah menangis.

"Tapii pahh..." Protesnya yang masih betah menatap daun pintu itu. Salena yakin pasti telah terjadi sesuatu pada dua orang itu, tapi dia juga tidak mengerti apa itu.

"Sudahlah sayang, jangan banyak protes." Hans masih saja melangkah menuju kamar sang anak, tanpa melepaskan gandengan tangannya.

Sedangkan didalam kamar, Alexsa masih saja menangis pilu diatas ranjang, saat ini dirinya dilanda penuh sesalan yang mendalam. Andai dia tidak mengikuti keinginan hati dan juga sahabatnya. Tentunya ini tidak akan terjadi. Membayangkan ucapan Hans yang ingin berbalas Budi pada Anita, selalu saja terngiang- ngiang di telinganya. Seakan seperti ribuan jarum menusuk disana. Ditambah lagi ucapan benci dari Hans, itu sungguh sangat melukai hatinya. Karna orang yang sangat dicintainya membencinya disaat itu juga.

Ingin rasanya dia memutar waktu, dan andai kembali kemasalalu.. maka dia pasti tidak akan melakukan kebohongan ini. Ntahlah karna cinta seseorang pasti akan kehilangan akal sehatnya. Ya seperti Alexsa, demi memiliki Hans dia rela menjebak pria itu. Walau awalnya dia ragu, ya tetap saja itu sebuah kebohongan. Kebohongan sama dengan kejahatan yang besar. Dimana orang yang dibohongi merasa dirugikan dari segimana pun.

Dikamar Salena.

Gadis itu terlihat sangat bahagia, dengan tas Branded keluaran terbaru, sang papa tau jika anak gadis semata wayangnya itu mengkoleksi tas-tas keluaran terbaru. Walau dia hanya keluar kota, tetap saja Salena akan menuntut Tas Branded sebagai oleh-oleh. Setelah puas melihat dan membolak balik tas barunya, Salena meletakan tas barunya di lemari kaca  yang luman besar, untuk kolexsi tas-tas yang dia miliki.

Kembali kadang Ayah, saat ini Alexsa memilih duduk dihadapan sang Ayah. Menatap dalam.pada nya. Hans yang bingung akan aksi anaknya itu hanya bisa diam.

"Papa, apa pendapat Papa tentang Alexsa?" Tanya Salena lolos begitu saja dari mulutnya.

Seketika Hans mengerutkan dahinya, dia mulai tidak nyaman akan pertanyaan sang anak.

"Apa yang kamu katakan sayang, tentu saja dia gadis yang baik." Hans lagi-lagi berdusta.

"Yaa, papa benar. Dia memang gadis yang sangat baik. Bahkan mama juga mengakuinya." Salena tersenyum.

"Bisakah papa, memaafkan jika dia melakukan  kesalahan?" Tanya Salena kembali dengan wajah kaku.

"Pertanyaan apa itu sayang? Papa tidak mau jawab. Ini privas.."

Salena mengulum senyum. "Baiklah.. Salena ngak akan nanya lagi. Tapi ada satu hal yang ingin Salena tanyakan lagi pah."

"Mengenai?" Hans berkerut dahi.

Diam sejenak baru pada akhirnya dia berkata.

"Alexsa adalah sahabat, sekaligus saudara bagi Salena pah, bahkan saat ini dia telah merangkap menjadi ibu sambung Salena. Dia orang yang selau berjasa membawa Salena kejalan yang benar, dia juga akan berani tegas jika Salena membuat kesalahan." Salena kembali menoleh sanga Ayah dengan dalam. Tapi Hans malah membuang wajahnya. Hatinya sangat kesal mendengar sang  anak memuji- muji orang yang sangat dia benci untuk sekarang ini.

"Bisakah papa menerima dia dihati papa, bisakah papa mencintainya selayaknya mama..?" Lirih Salena.

Diam, Hans tidak menjawab sepatah katapun hingga detik dan waktu berlalu lima belas menit. Dimenit kelima belas, ponsel Hans berdering, dan bisa Salena liat nama dilayar ponsel itu, bertuliskan Anita.

Hans yang menyadari raut kecewa diwajah anaknya mencoba beralasan hal yang mungkin akan masuk akal oleh Salena.

"Dia rekan kerja papa sayang, mungkin dia ingin mendiskusikan sesuatu dengan papa." Alasan Hans yang mungkin bisa dicerna oleh Salena.

"Hmm.." hanya itu yang di ucapan kan Salena Karna kesal melihat nama itu dilayar ponsel sang papa. Kemudian dia pun pergi begitu saja.







I'm crazy about you, Uncle DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang