Bab 23

1.1K 35 0
                                    

Hans melajukan  mobil dengan kecepatan tinggi, dia menoleh kearah jalanan dengan tatapan yang sangat tajam, tanpa peduli kondisi Alexsa saat ini. Bahkan gadis itupun hanya bisa mendegup kerongkongannya, ketika melihat wajah sangar yang dipasang Hans di wajah tampannya.

Sesekali dia akan berteriak ketika Hans menyalip mobil didepannya dengan sangat menyeramkan baginya.

"Hentikan omm...!!" Pekiknya tidak tahan. Karna sejak tadi dia diam. Hans semakin menjadi. Tidak peduli dia dengan lawan sekitar. Bahkan setiap mobil yang dia salip nyaris saja tertabrak.

"Tolong hentikan om..ini sungguh sangat menakutkan omm.." lirih Alexsa kembali, setiap kali wanita itu menoleh ke jalanan dengan mendenggup kerongkongannya Karna takut.

"Jika om tidak hentikan, kita akan kecelakaan om.." tetap saja tidak ada balasan dari si pemilik nama.

Pria itu seakan melampiaskan amarahnya kepada jalanan, sungguh Alexsa kehabisan akal, dia bukanlah seorang istri yang paham apa yang ada di otak suaminya saat ini. Ya Karna kurangnya komunikasi. Bahkan kecemburuan sang suami pun Tak disadarinya.

"Yaa.. tuhann.. tolong lah hentikan mobil inii..." Lagi-lagi Alexsa merengek sambil menengadahkan tangan keatas dan menatap langit-langit mobil.

Hans masih saja tak peduli walau ada rengekan tangisan, bahkan tanpa disadari Alexsa, dia juga telah membentak pria yang dia cintai. Tapi tetap saja Hans tak menghiraukan. Tidak mengubah laju mobil pun.

Alexsa mulai tidak sabar, dia harus berfikir agar si jagoan disampingnya akan menghentikan mobil yang mereka tumpangi.

Menarik nafas panjang, dan menghepasnya dengan kasar. Barulah dia berbicara.

"Jika om tidak menghentikan inii.. yaudahh biarin ajaa.." Alexsa menjeda sejenak ucapannya melirik tajam pada sang suami.

"Biarkan kita kecelakaan dan mati, ketika itu baru om puass! Telah menjadikan Salena gadis yatim piatuu.. seperti sayaa!!" Ucapan penuh penegasan, detik itu juga Hans menghentikan mobilnya. Dan menginjak rem mendadak. Hingga jidat Alexsa terbentur bagian mobil, karna kurangnya keseimbangan.

"Aauu.. sakitt taauk!" Protesnya ngak terima.

Hans masih belum mengeluarkan suara, dia hanya duduk sejenak dengan tatapan lurus kadepan. Kemudian keluar dari mobil.

Alexsa hanya bisa melihat Hans keluar dengan tangan mengurut dada, rasanya jantung Alexsa saat ini masih tak karuan debarannya Karna terpaku kencang ketika Hans menghentikan mobil.

"Apa yang dia lakukan diluar?" Gumam Alexsa sembari menoleh ke jam yang melingkar dipergelangan tangannya.

Saat ini Alexsa baru sadar, ternyata hari telah memasuki pagi, berusaha menoleh keluar yang gelap gulita, kadang hanya bisa melihat dengan cahaya lampu jalanan yang telah redup.

Cuaca yang sangat dingin dan angin yang sepoi-sepoi tambah menusuk kejantung. Saat ini Alexsa baru menyadari, jika mereka ada di sebuah tepian pantai, karna dia bisa mendengar jelas debaran ombak dilautan.

Didalam gelap dia melihat Hans yang  berdiri tegak kehamparan lautan lepas. Walau samar, tapi tetap bisa dia lihat.

"Apa yang dilakukannya disana? " Sungguh Alexsa bingung. Bukankah hari sudah hampir pagi. Kenapa Hans tidak langsung pulang saja, malah berhenti ngak jelas disini.

Pria itu saat ini menatap lautan dengan perasaan antah berantah. Meski dia tau perasaan ini sangatlah cemburu. Tapi dia berusaha menepis. Dia masih tidak percaya akan jatuh cinta pada anak ingusan.

Dia merutuk dirinya sendiri. Mengatakan dirinya tidak memiliki otak karna telah memiliki perasaan yang salah. Orang yang harusnya dianggap anak, malah rasa itu bahkan tidak dia rasakan lagi. Rasa itu saat ini telah berubah menjadi cinta. Sekali lagi Hans berusaha menyingkirkan perasaan yang menurutnya gila ini.

I'm crazy about you, Uncle DudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang