"kamu, kenapa kaya gugup banget pas aku dateng tadi" Anggis mulai bertanya pada Edo, sembari berjalan menelusuri tepi pantai.
"apa iya?"
"iya, kamu sepertinya ngga mau aku dateng ke vila" ucap Anggis dengan menolehkan kepala nya, namun mereka masih terus berjalan.
"maaf, bukan begitu maksud saya" ucap Edo lirih.
"kamu malu sama teman teman kamu?"
"kenapa malu?"
"ya karena aku udah lancang, aku datengin kamu tanpa bilang bilang dulu. aku udah lancang mau ngusap cemong kamu. aku ngga tau, kalau ada batasan muhrim dalam islam"
Edo menghentikan langkah nya, dia tidak menatap Anggis, melainkan menatap deburan ombak yang terdengar jelas suara nya.
"aku, mengganggu banget ya, maaf Do"
"maaf buat apa Anggis, kamu tidak melakukan kesalahan pada saya"
"salah, aku ada salah sama kamu" sela Anggis cepat.
Edo terus diam, dia menatap dalam mata Anggis, kemudian mengalihkan lagi pandangan nya.
"selama kenal sama kamu, kamu sering sekali bantu aku saat aku di jakarta. kamu temenin aku lewat telfon, kamu bantuin aku di segala hal yang ngga bisa aku lakuin sendiri" Anggis menghela nafas nya "tiga bulan Do, dan sesingkat ini aku menjatuhkan hati ku sama kamu" Anggis mulai jujur tentang perasaan nya.
"aku pikir, dengan aku dateng dan kenal sama temen temen kamu bisa ngebuat kita juga lebih dekat. lebih mendapat banyak dukungan, tapi ternyata aku salah. semua malah terjadi dengan sebaliknya" suara Anggis mulai terdengar bergetar.
"hei" Edo memegang pundak Anggis, kemudian melepas cepat saat mereka sudah berhadapan satu sama lain.
"maaf kalau tadi menyinggung kamu. maaf juga, aku nggak bermaksud buat kamu seperti ini. jujur, saya sebenar nya juga ada perasaan sama kamu. tapi saya sadar, kita terlalu jauh Anggis"
"kenapa nggak kita coba dulu?"
"di coba bagaimana? Anggis dengerin saya" Edo menetralkan deru nafas nya "kita ngga bisa memulai apa yang seharus nya memang tidak boleh di mulai. kita ngga bisa menjalani semua nya dengan coba coba. kamu perempuan yang baik, mandiri, cerdas. kamu layak dapat yang setara dan seagama"
"apa aku tidak setara dengan kamu Do?" tanya Anggis dengan linangan air mata.
"ya" Edo membuang nafas nya "kita tidak setara dalam agama"
Anggis membuang muka nya, memejamkan mata untuk meluruhkan seluruh air mata nya. baru saja ia mengenal sebuah cinta, harus berakhir karena perbedaan agama.
"saya seorang lelaki yang memiliki usia matang untuk menikah. saya tidak bisa mencoba coba suatu hal yang nanti akan mengulur waktu lebih lama lagi. karena tujuan saya bukan lagi pacaran, tapi menikah" Edo memberi pengertian pada Anggis.
"bawa aku ke agama mu"
"kamu tidak bisa meninggalkan Tuhan demi saya"
"tapi aku mencintai kamu"
"Tuhan mu lebih mencintai mu"
lagi lagi Anggis memejamkan mata nya. air mata semakin banyak meluruh di pipi nya. gemuruh dalam hati nya sangat tidak bisa dia tahan.
"saya tidak mau jadi perebut, apa lagi yang kurebut adalah hubungan seorang hamba dengan sang pencipta. begitu juga dengan saya Anggis, tidak akan pernah menggadaikam agama demi cinta"
"t-taapih-"
"tangan kita tidak akan pernah bisa menyatu dan saling menggenggam. sampai kapan pun, takdir akan tetap melarang. tasbih dan gelang tridatu, idul fitri dan galungan, masjid dan pura, itu semua adalah hal yang sulit untuk di satukan"
"Anggis, saya mau berterimakasih sama kamu, terimakasih sudah mau mengenal saya kemarin dan sampai hari ini. saya mau, kita tetap menjadi teman selama nya"
"engghakk hiks hiks ini sakith Do" isak Anggis.
"kita sama sama manusia, yang lemah jika tidak memiliki iman dalam diri kita. Anggis, kamu masih bisa bertemu dengan banyak nya laki laki baik disini. begitu juga dengan saya nanti" Anggis menggeleng dan terus menangis.
"meski pura dan masjid berdampingan, hindu dan islam tetap jauh untuk saling berdekatan. sampai kapan pun, assalamualaikum ku, tidak akan pernah bisa kau jawab dengan om swastiastu mu"
Edo menyerah, dia pun meluruhkan air mata nya juga. setelah terpejam sedikit lama, dia memberanikan diri memegang puncak kepala Anggis.
"ayo saya anter pulang ke rumah, sekalian pamita ke tante Mareta. saya, besok sudah harus balik ke jakarta"
Anggis menggeleng cepat, kemudian berlari meninggalkan Edo dengan air mata dan suara tangis yang kian mengeras tertahan.
~Tuhan, jika engkau satu, lantas mengapa kau ciptakan agama yang berbeda?~ keluh Anggis dalam hati nya.
buat yang nungguin kapan kebongkar dan lain lain, tunggu aja yaa. kalau langsung nanti kebongkar selesai dong cerita nya.
buat yang nunggu cerita yang lain juga, kita selesaikan satu persatu dulu yaa.
jangan lupa vote dan komen. terimakasih🤍