"shodaqallahul adzim" lantunan ayat suci alquran telah berakhir kekuar dari mulut Rony. laki laki tengah menutup ponsel nya yang menyimpan aplikasi alquran.
dia melirik Salma yang sedang tidur diatas sofa dengan terlentang. lalu menatap Edo yang tengah memejamkan mata diatas brankar.
"Do" Rony bangkit dari duduk nya saat melihat kelopak mata Edo terbuka.
"lo mau apa? minum?" Edo pun mengangguk samar. lalu dengan sigap Rony membantu Edo untuk meminum air putih.
"Do, lo masih susah buat bicara? lo masih belum ada tenaga? masih lemah?" pertanyaan Rony yang bertubi tubi hanya mendapat anggukan dari Edo.
"sebentar ya" ucap Rony pada Edo. laki laki itu kembali membuka ponselnya dan menelfon Nabila.
"hallo Nab"
~iya Ron?~
"eh lo jadi balik ke sini kan?"
~jadi kok, bentar lagi sampai parkiran~
"oke, di mobil lo ada stetoskop?"
~ada, kenapa?~
"lo bawa kesini ya Nab, gua mau periksa Edo aja. mau pinjem ke ruang perawat nggak enak gua"
~oke Ron~
setelah mematikan ponsel nya, Rony kembali menatap Edo dengan fokus "Do, lo jawab pertanyaan gua ya, kalau ya lo boleh mengangguk, kalau enggak, lo hanya diam"
"paham?" Edo mengangguk kecil.
"lo masih pusing?" Edo mengangguk.
"bagian belakang kepala lo masih sakit?" Edo mengangguk.
"apa mata lo kabur pandang?" Edo hanya diam.
"ada mual?" Edo masih diam.
Rony tersenyum, dia mengusap lengan teman nya pelan.
~ceklek~
"gimana Ron?" tanya Paul yang baru saja masuk dengan banyak sekali tentengan di tangan nya.
"kalau menurut gua dia udah baik banget perkembangan nya. mana stetoskop nya Nab" Rony meminta dengan cadongan tangan.
"nih" ucap Nabila, lalu dia mendekat ke ranjang.
"Do, rasa nyeri dari 1 sampai 3 berapa?" Nabila menunjukkan 1 dan 2 jari Edo hanya diam. dan saat Nabila menunjukkan 3 jari Edo mengangguk.
disaat Nabila menanyai Edo, Rony pun sedang memeriksa nya.
"kalau 4 sampai enam? berapa?" Nabila menunjuk 4 dan 5 Edo hanya diam. sedang saat angka 6 Edo mengangguk.
"kaya kram? nyeri di kepalalo kaku?" Nabila bertanyaa bertubi tubi dan Edo hanya mengangguk.
"kalau 7 sampai sembilan?" Edo diam tidak mengangguk. sembari memberi pertanyaan, Nabila juga memperhatikan ekspresi Edo.
"nyeri nya ada di batas sedang, harus nya ini normal sih soalnya Edo kan juga baru sadar" ucap Nabila pada kedua laki laki di sebrang ranjang.
hal yang baru saja di lakukan Nabila adalah melakukan pengukuran skala nyeri, sembari menunggu Rony memeriksa nya. namun saat Rony sudah selesai memeriksa, Nabila masih bertanya.
"kita juga nggak bisa gegabah, setiap rumah sakit punya prosedur masing masing. kalau saja ini rumah sakit gua, udah gua kasih morfin dia" ucap Paul dengan bersidekap dada.
"gila!!" umpat Nabial mendengar ucapan Paul.
"gimana Ron?" tanya Nabila pada Rony "apa perlu kita kasih obat sendiri?"
"jangan lah, udah biarin itu dari rumah sakit aja"
"iya, kan kita juga nggak tau setiap kali waktu pemberian obat, dia dapet obat apa?" ucap Paul dengan tenang.
para dokter itu tengah berdiskusi untuk menyembuhkan seorang dokter.
"alhamdulillah, bentar lagi dia bakal pulang kaya nya. kalian nggak usah ngide, gua tau kita juga bisa melakukan itu. tapi prosedur tetap ada, jadi ikuti saja, besok udah cenger dia yakin deh" ucap Rony dengan tampang yakin nya.
"ini juga karena dia denyut jantungnya stabil terus saat di kos bandung, coba kalau enggak" lanjut Rony
"iyalah, gua mantau tiap jam tiap menit. sampe gua nggak tutup mata. seberapa kecepatan detak jantung nya. seberapa rendah saturasi nya, gua kontrol terus, karen gua nggak mau sahabat gua kenapa napa"
"ya haruslah. biar lo berguna jadi dokter jantung. rugi kalau enggak, kan udah sekolah mahal mahal" balas Rony.
"sialan lo, udah yok makan siang. kalian belum makan kan? tuh si Salma aja masih merem di sofa" tunjuk Paul dengan dagu.
"haha iya yah, biasanya dia yang paling heboh buat nyiapin makanan buat kita" balas Nabila dengan berjalan ke arah Salma.
"ini apa?" tanya Rony sembari membuka sedikit kantonb plastik yang ada di meja sebelah Salma. untuk mengintip apa yang sudah di beli oleh sahabat nya.
"itu nasi uduk, pake bebek goreng" jawab Nabila.
"Bangunin Salma Ron" perintah Paul pada Rony.
"iya ini mau di bangunin"
Rony duduk pada space sofa di sebelah kaki Salma. dia memegang tangan Salma, lalu menggoyangkan pelan "sayang, bangun yuk. makan dulu"
"Sal"
"Salma"
"hmhhh" Salma mengerjap, lalu menghembuskan nafas nya pelan "iya mas"
"makan yuk aku laper ucap Rony.
"kan belum beli" jawab Salam dengan kesadaran yang tidak penuh.
"ini aku udah beli, makan yuk Sal" ujuar Nabila sembari membuka nasi untuk dirinya sendiri. sedangkan Paul sudah melahap milik nya.
"aku suapin yaa aaaa" Rony menyodorkan tangannya ke depan mulut Salma saat perempuan itu sudah duduk dan terbangun.
"enak banget ya mereka Nab? kamu mau nggak aku suapin" tanya Paul.
"mau" jawab Nabila.
"yauda nih aaaa"
"eits, tapi halalin dulu"
"hahahah" tawa Rony terdengar sangat puas saat mendengar jawaban Nabila.