Lost Interest

102 14 0
                                    

"Dek, kamu gak papa masuk? Gak izin aja?"
Sanggah sepupuku sambil mencengkal lenganku untuk mencegah diriku masuk PKL.

"Gak papa. Kalau izin harus ganti dua hari nanti mas"

"Tapi kamu kan sakit. Kemarin malam kan badanmu meriang. Kuat memang? Tadi juga gak kuat nyetir sendiri kan karna pusing?"

"Gak papa mas, sekarang poli kok"

"Yaudah, nanti telphone ya kalau ada apa-apa."

Aku mengangguk dan mengucapkan terimakasih kepada sepupuku sebelum masuk ke dalam Rumah Sakit. Setelahnya aku berjalan sambil menunduk, sampai aku di kagetkan oleh bantingan pintu mobil di sebelah kiriku.

Mas Narve terlihat keluar dari mobil CR-V berwarna meteroid gray metallic dengan membanting pintunya keras. Pandangan kami sempat bertemu disana, sampai akhirnya dia memutuskannya dan berjalan melewatiku.

"La illah, pandangan tajam macam apa itu?"
Tanya Nita yang tiba-tiba sudah ada disampingku.

"Nih ya say... aku kasih tau. Doi akhir-akhir ini kata mba-mba di poli suka marah-marah. Gak jelas apa penyebabnya. Kadang masalah sepele bisa jadi besar. Sekarang kamu bagian poli?"

"Iya, tapi bukannya kita kebagian poli kandungan aja ya?"

"Ooo tidak dong, kita bantu-bantu dimana saja yang membutuhkan. Tapi ya Er... kebanyakan dokter spesialist itu sudah punya asistennya sendiri-sendiri. Jadi ya kita bantuin input-input data doang biasanya."

"Kemarin empat hari aku di poli sih gitu"

"Malah yang setengah hari aku ditaruh di IGD, karna IGD butuh tenaga tambahan."

"Oh gitu?"

"Iya"

"Eh lihat deh, dokter Narve sama cwe"

"Mana?"
Ucapku sepontan. Nita mengarahkan kepalaku di ujung lorong menuju NICU yang biasanya menang sepi.

Di ujung lorong menuju naik ke NICU dan Kamar Operasi itu memang terlihat mas Narve yang menenteng snelinya sedang berhadapan dengan perempuan berambut lurus sebahu. Mereka sepertinya sedang berbicara serius, perempuan itu juga terlihat sedang menangis dan memegang tangan mas Narve. Aku semakin penasaran saat wanita itu terisak sambil memeluk tubuh mas Narve yang akan pergi ke arah Kamar Operasi.

"Eh, mau kemana?"
Cegah Nita padaku yang akan berjalan ke arah dua orang di ujung lorong itu.

"Kesana"

"Jangan kesana, nanti ketahuan"

"Aku ingin tau Nit"

"Duh... aku juga kepo. Tapi jangan aneh-aneh deh. Nanti kalau ketahuan gimana? Kamu tau gak sih Er? Dokter Narve itu anaknya siapa? Anaknya dokter Reza, pasti punya power disini. Saranku jangan macam-macam deh."

"Er, kenapa? Kamu nangis?"

"Er, kenapa sih?"

"Nit"

"Udah mepet pukul tujuh nih. Balik yuk ke poli. Dari pada nanti kena teguran."

"Nit, kok sakit ya di sini"

"Hah kenapa dadamu? Kamu gak ada riwayat penyakit jantung kan? Mau aku antar periksa?"

"Udah say jangan lihatin mereka, kagum dan mendambakan boleh. Tapi kalau sampai ingin memiliki jangan. Dokter Narve itu sulit untuk digapai say"

"Dengerin ya Er... dia memang ganteng, pintar, gemesin, berwibawa. Cakeplah pokoknya, banyak wanita yang suka. Tapi kita harus sadar, dia gak bakal nyata buat kita. Ayoklah ke poli aja.. kamu gak biasanya kaya gini lo Er ke cwo"

SATU CIRCLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang