A Question

33K 3.6K 317
                                    

Lariku dan Jungkook memelan ketika gang perumahanku sudah berada di depan mata, walaupun kini aku dan ia masih berada di dalam gang kecil.

Tubuhku membungkuk dengan satu tangan bertumpu pada lutuku. Bulir-bulir keringat terus-menerus keluar dari tubuhku. Pertama kalinya setelah operasi aku kembali berlari sekencang ini. Setelah mengusap wajahku yang penuh dengan keringat, aku menatap Jungkook yang juga tengah menatapku.

Mataku terfokus pada matanya, kagum dengan mata bulatnya yang indah itu. Namun seakan tersadar dengan apa yang sedang kulakukan, langsung saja aku mengedipkan mataku beberapa kali, "Jeongmal gamsahamnida." ucapku sopan karena tahu Jungkook lebih tua dariku satu tahun.

Ia melepas pegangan tangannya pada tanganku. Terlihat gugup dan menggemaskan. Satu lengannya terangkat, kemudian ia menggaruk kepalanya.

Karena bingung harus melakukan apa lagi, akhirnya aku kembali berterima kasih padanya, "Jeongmal gamsahamnida, Jungkook-ssi." Bibirku tersenyum, "Aku duluan," ucapku sebelum kemudian kakiku melangkah menjauhinya.

Tanganku memegang pergelangan lengan yang sedikit membiru akibat cengkeraman dari tiga berandalan tadi. Ibu pasti akan marah jika mengetahui hal ini. Jadi lebih baik aku menyembunyikannya sampa warna biru memudar.

Kakiku terus melangkah hingga kini kutemukan tubuhku tengah menatap ke arah mobil yang terpakir rapi di depan rumahku. Mobil itu terlihat sangat familiar di mataku.

Pada akhirnya aku kembali melanjutkan langkahku memasuki pekarangan rumah. Pintu rumahku terbuka lebar, itu tandanya rumahku kedatangan tamu.

"Pantas saja ibu tidak bisa menjemputku untuk pulang," gumamku pelan. Ku percepat langkahku ketika melihat siapa tamu tersebut.

Sepatu kulepas dengan asal sebelum kemudian aku langsung masuk ke dalam rumah. "Annyeong!"

Sapaan dariku membuat semua orang yang tengah berbincang yang berada di ruang tamu langsung menatapku.

"Yura-ya kau sudah pulang?" Paman Kim menepuk lenganku pelan, membuatku langsung menganggukkan kepalaku cepat.

"Wah, semakin cantik saja!" ucap Bibi Kim, ia mengacak-acak rambut pendekku pelan.

Ibu mengambil tas yang terpasang di punggungnku, ia mengusap pipiku pelan dan bertanya, "Kim ssaem mana? Ia langsung pulang?"

Kepalaku menggeleng cepat, "Ani, aku pulang sendiri."

"Waeyo?" Tatapan ibu berubah cemas, "Ya-"

"Eomma." tanganku terangkat, ku pegang lengan ibu pelan. "Buktinya aku sudah selamat sampai rumah."

Setelah itu yang kulakukan adalah melonggarkan dasiku, sembari melangkahkan kaki cepat menaiki anak tangga, "Ahyoung unnie ada di kamar Yuri unniekan?!" tanyaku.

"Ye! Jangan berlari!" teriak ibu dari bawah.

Senyumku melebar ketika melihat pintu kamar Yuri. Tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu, aku langsung masuk ke kamar tersebut.

Terlihat wajah terkejut dari Yuri dan Ahyoung ketika aku masuk secara tiba-tiba. Mata Yuri terlihat membengkak, aku tahu bahwa ia habis menangis.

"Unnie... kau kenapa?" Aku memegang lengan Yuri dengan cemas. Mataku beralih ke arah Ahyoung yang ternyata matanya juga bengkak.

"Kalian kenapa?" tanyaku bingung.

Ahyoung menghela napas kasar, ia memelukku dengan erat hingga aku kesusahan bernapas. "Yura-ya, aku pasti akan merindukanmu!"

Keningku mengerut, aku mendorong paksa tubuh Ahyoung, hingga akhirnya aku bisa kembali bernapas normal. "Unnie, apa yang sedang kau bicarakan?"

It's Not GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang