Never

16.1K 2K 142
                                    

Mataku terpejam, menikmati semilir angin dari balkon salah satu rumah sakit di Seoul.

Ku rapatkan jaket yang sudah terpasang di tubuhku.

Sudah hampir dua bulan aku menginap di rumah sakit, dan banyak hal yang telah aku lewati saat ini.

Rambutku yang dulu lebat, menjadi sangat tipis karena efek dari kemoterapi yang aku jalankan. Tubuhku juga semakin kecil, karena aku benar-benar kehilangan napsu makan.

Tiba-tiba kurasakan seseorang menyelimutiku dari belakang, membuatku langsung menoleh ke arahnya.

Kedua sudut bibirku tertarik ke atas, ketika melihat kakakku, Yoon Yuri.

Sudah hampir seminggu ia meninggalkan kuliahnya, dan lebih memilih untuk menjagaku di sini.

"Unnie." sapaku sembari merapatkan selimut yang tadi Yuri sampirkan padaku.

"Kau tidak kedinginan?" tanyanya.

Ku gelengkan kepalaku pelan, "Tidak."

"Jinjja?" tanyanya. Yuri menangkup wajahku pelan, kemudian ibu jarinya ia pakai untuk mengusap bibirku. "Yura-ya, asal kau tahu, bibirmu sekarang berubah warna menjadi biru."

"Eoh?" tanyaku. Ku usap bibirku pelan. "Jinjja?"

Yuri mengangguk, "Masuk saja. Lagian, sekarang sudah hampir malam, dan ada yang ingin bertemu denganmu." ucapnya sambil mendorong kursi roda yang aku duduki.

Karena seminggu setelah dirawat di rumah sakit, aku pernah terjatuh karena kakiku yang tiba-tiba terasa lemas, ibu memaksaku memakai kursi roda selama di sini.

Ibuku memang tipe orang tua yang over protective, ayahku juga begitu.

Selama dua bulan ini ibu, ayah dan Yuri unnie selalu bergantian menjagaku, kadang Nara akan menjagaku selama seharian penuh.

Aku benar-benar bersyukur mempunyai keluarga dan sahabat seperti mereka. Namun, sejujurnya aku masih memikirkan tentang Minkyung. Semenjak di rumah sakit juga aku tidak pernah mendengarkan kabarnya.

Tiba-tiba pintu kamarku diketuk, Nara masuk dengan membawakan buah-buahan. "Annyeong unnie!"

Yuri yang melihatnya langsung mengambil buah-buahan tersebut sembari tersenyum, "Kau baru pulang?"

"Ne!" ucap Nara sebelum ia duduk di sampingku.

Setelah itu yang kami lakukan berbincang-bincang akan banyak hal. Sampai kami tidak sadar bahwa hari sudah semakin malam.

"Kapan kau akan masuk kuliah lagi?" Tanya Nara sembari memakai mantelnya.

"Sampai kanker di tubuhku berhenti menyebar mungkin."

Nara mengusap kepalaku, kemudian ia mencium keningku. "Semoga kanker tidak menyebar lagi, setelah aku cium."

Yang bisa aku lakukan saat ini adalah tertawa dan mengaminkannya dalam hati.

Nara memelukku erat, "Aku akan berkunjung secepatnya, setelah tugas mingguanku selesai!" Ucapnya.

Aku mengangguk, "Eoh semangat untuk kalian berdua!"

Setelah Nara mengacak rambutku, ia langsung pamit, dan berjalan keluar kamar. Setidaknya aku bahagia mempunyai sahabat seperti dia.

-

"Aku ingin ke tempat biasa." Ucapku

"Eoh, hati-hati!" Balas Yuri yang tengah menatap ke arah kertas-kertas di pangkuannya.

Setelah mendengar balasan darinya, aku langsung memutar roda dari kursiku.

Jujur saja, aku benar-benar rindu berjalan. Memakai kursi roda benar-benar menyulitkanku untuk melakukan kegiatan.

It's Not GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang