Gift

17.9K 2K 68
                                    

Aku mengernyit ketika bau obat-obatan yang menyengat tercium. Sakit dikepalaku kembali hadir.

Ku buka mataku dengan perlahan. Ku gelengkan kepalaku sesekali, karena kini pandanganku menjadi buram.

Kemudian, telingaku menangkap suara yang kukenali.

Baru saja aku ingin beranjak dari tidurku, Nara yang entah sejak kapan berada di sampingku, menahan tubuhku dengan tangannya supaya aku tetap berabaring di atas ranjang.

"Aku.. Di rumah sakit?" tanyaku ketika menyadari kamar yang sedang kutempati ini adalah kamar rumah sakit.

Nara mengangguk pelan. Matanya terlihat bengkak, dan napasnya tidak beraturan. Aku benar-benar yakin dia habis menangis.

Nara duduk di pojokkan kasur tempaku berbaring. Matanya menatapku dalam. Ada sedikit keraguan yang aku dapatkan dari tatapannya.

Walaupun tatapannya terkesan biasa saja, namun itu cukup membuatku merasa risih. Tidak tahan, akhirnya aku bertanya, "Ada-"

Namun Nara menyela perkataanku, "Jujur padaku, kau ini kenapa?"

Aku mengangkat alisku bingung, "Eoh?"

"Kau bilang kita sahabat.." Matanya memerah, "Tapi kenapa kau tidak pernah cerita padaku?"

Alisku terangkat semakin tinggi. Jangan bilang, Minkyung..

"Kau sering sakit kepala, dan ini bukan pertama kalinya kau pingsan. Sebenarnya kau ini kenapa?"

Aku menghembuskan napas lega. Setidaknya sakit di kepalaku tidak akan bertambah saat ini, karena Nara belum tahu.

"Bukannya aku sudah bilang padamu, jika kau merasa sakit atau tidak sehat, kau harus segera memberi tahuku?!"

Aku terkekeh, "Nan gwaenchanha. Benar-benar tidak apa-apa. Aku sehat, mungkin karena kepalaku sering terbentur."

"Tapi Yura, tidak akan separah ini. Ka-"

Ucapan Nara terpotong dengan pintu kamar rumah sakit yang terbuka lebar. Seseorang yang tidak ku duga masuk.

"Eomma?!" Pekikku senang ketika meihat wanita paruh baya yang tadi membuka pintu kamarku.

Ibu hanya diam, kemudian ia masuk beberapa langkah. Tatapannya beralih ke arah Nara, dan tersenyum kecil. "Nara ingin pulang atau mampir ke apartemen Yura? karena sekarang kami akan pulang."

"Eoh? Sudah boleh pulang? Kalau begitu biar aku pulang saja. Supaya Yura bisa beristirahat." Nara menepuk kakiku beberapa kali, kemudian ia turun dari kasur.

Nara berjalan ke arah ibu, kemudian ia membungkukkan badannya selama sepersekian detik, "Ahjumma aku titip Yura ya!"

Perkataan Nara membuatku terkekeh.

Ibu mengangguk dan menepuk pundak Nara pelan, "Ahjumma benar-benar berterimakasih karena kau sudah repot-repot membawa Yura ke rumah sakit."

"Gwaenchanha ahjumma, Nara titip Yura eoh, hehe. Nara pulang dulu!" ucap Nara sebelum ia membungkukkan badannya, dan keluar dari kamarku.

"Eomma.." Panggilku.

Kulihat ibu menghela napas panjang sambil mengusap wajahnya kasar, kemudian ia langsung mengamit lenganku. "Jib-e gaja." (Mari pulang)

-

Aku menatap ibuku dalam diam. Hari ini entah mengapa ibu terlihat aneh.

Biasanya jika sudah lama tidak bertemu, ia akan terus mengoceh tanpa henti, bahkan sampai telingaku terasa sakit.

It's Not GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang