Ambitious

19K 2.2K 133
                                    

Aku menuliskan beberapa rumus di atas kertas yang berada di hadapan Nara. "Jika kau ingin mencari dengan model soal seperti itu, sebaiknya kau memakai cara seperti ini."

Ia mengangguk, terlihat sangat serius dari biasanya.

"Sebenarnya ada cara lain, akan tetapi jika kau memakai cara tersebut, akan memakan waktu sangat lama."

Nara kembali mengangguk sebelum kemudian fokus kepada buku berisikan soal-soal prediksi ujian kelulusan yang ibunya belikan.

Choi Nara adalah anak yang pintar, sebagai sahabatnya sejak tahun pertama bersekolah di sini, aku sangat tahu tentangnya. Jika saja ia mau berusaha lebih keras dan tidak menghabiskan waktunya untuk fangirling aku tahu ia akan mendapat lima besar.

Ketika aku sedang mengerjakan sebuah soal, sebuah cairan merah menetes tepat di atas kertasku. Keningku mengerut, setelah cairan merah tersebut kembali menetes, aku langsung cepat-cepat mendongakkan kepalaku.

Mataku melirik ke arah Nara, hendak meminta tolong. Tetapi ketika melihat wajah seriusnya, aku langsung mengurungkan niatku.

Cepat-cepat aku berdiri dan berjalan keluar dari perpustakaan, namun tubuhku menabrak seseorang dan hampir membuatku terjatuh jika orang yang kutabrak tidak segera menahan tubuhku.

"Yura-ya, hidungmu berdarah?!"

Tanpa repot-repot menatap wajahnya, aku sudah tahu bahwa dia adalah Lee Mingyu. Jelas sekali terdenga dari suaranya yang khas.

Mingyu langsung menarik tanganku sampai ke depan toilet wanita. "Cepat kau keluarkan darah itu dari hidungmu! Jangan dihirup!"

Langsung saja aku masuk ke toilet wanita dan mengeluarkan darah dari hidungku. Setelah dirasa bersih, aku keluar dan menemukan Mingyu berdiri menyandar pada dinding di samping toilet wanita.

"Kau sakit?" Ia langsung menegakkan tubuhnya ketika melihatku keluar dari toilet.

Aku menggeleng pelan sembari tersenyum kecil. "Gwaenchanha, kau tidak perlu khawatir."

"Bagaimana bisa?!" Tanyanya, "Kau harus tahu bahwa aku sangat terkejut tadi!"

Kedua sudutku terangkat, aku tersenyum kecil ke arahnya, "Tenang saja."

"Yura-ya.."

Kepalaku langsung menoleh ke arah Nara yang sedang berdiri sembari menatapku dan Mingyu bergantian. "Ada soal yang tidak kumengerti."

Aku kembali menatap Mingyu, hendak mengatakan sesuatu, namun Mingyu lebih dulu berkata, "Pulang nanti aku antar!"

Aku tersenyum kecil dan mengangguk pelan, sebelum kemudian menghampiri Nara yang sudah lebih dulu berjalan ke arah perpustakaan.

-

Kini aku menemukan diriku tengah  duduk di samping Mingyu yang tengah menyetir mobil.

"Jadi.. mari kita membicarakan tentang masa depan kita." Mingyu mulai membuka pembicaraan.

Kepalaku menoleh ke arahnya. Mataku sedikit membesar sedangkan pikiranku mulai kemana-mana. Apa maksudnya tentang masa depan kita? Kita? Kita berdua?!

Aku hendak bertanya maksud dari perkataannya, namun ia lebih dulu berbicara.

"Kau ingin berkuliah di mana?"

Sial! Kenapa sih mulutnya itu selalu berkata ambigu?!

Ia menoleh ke arahku, terlihat menunggu jawaban yang akan berikan padanya.

Kuhela napas sejenak sebelum berkata, "Mungkin di Universitas Nasional Seoul, ayahku ingin sekali aku berkuliah di sana."

Aku mengangguk pelan, "Maka dari itu aku ingin belajar lebih rajin lagi agar dapat lolos dalam ujian masuk ke perguruan tinggi tersebut."

Mingyu menghentikan mobilnya tepat di saat lampu merah menyala. "Aku yakin kau bisa."

Mulutku tersenyum kecil sebelum kemudian bertanya, "Bagaimana denganmu?"

"Ayahku ingin aku berkuliah di luar negeri." Ia mengulum bibirnya, "Mungkin aku akan mencoba berbagai macam tes masuk perguruan tinggi baik di dalam negeri, maupun di luar negeri."

Selama di perjalan, kami berbincang banyak hal tentang pelajaran, dunia perkuliahan dan dunia pekerjaan.

Mingyu adalah seseorang yang sangat ambisius, aku tahu ia akan berusaha sangat keras untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.

Pengetahuannya juga sangat luas, tidak diragukan lagi, ia pantas mendapatkan juara satu.

Semenjak kelas dua, kelas diacak lagi,  dan kami berada di kelas yang sama. Sejak saat itu, aku sudah tidak lagi menjadi juara satu di kelas.

Tidak terasa kami sudah sampai tepat di depan apartemenku, dan Mingyu sudah menyampingkan tubuhnya, menatap ke arahku dengan tangan menopang kepalanya di atas setir mobil.

"Mingyu-ah, gom-"

"Yura-ya.. apa benar-benar tidak ada tempat untukku di hatimu?" Ia bertanya dengan wajah yang serius.

"Mwoya.. kita sudah sepakat untuk tidak membicarakan hal ini lagi." Mataku menghindari kontak matanya.

"Jika aku ingin memperjuangkanmu, apa kau akan jatuh kepelukanku?"

As i said. He is an ambitious person.

--

Ini aku buat karena ada 4 org/? Yg salah sangka ngira aku bakal double update, padahal itu bukan pertanyaan/? Ih apaasi/? Wkwk

Btw ini aku bikin sistem kebut semalem, jadi kalonada typo dan ganyambung, silakan komen ya wkwk

It's Not GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang