Jungkook POV
Aku hendak membuka kamar Yura dengan perlahan, namun terhenti ketika pintu tersebut tiba-tiba lebih dulu terbuka. Yuri keluar dengan air mata yang mengalir dari matanya. Pintu kamar yang awalnya terbuka menampilkan adegan yang begitu menyakiti hatiku.
Yura yang tengah memeluk ayah dan ibunya. Ibunya menangis, sedangkan Yura terus mengatakan sesuatu yang tak dapat kudengar.
"Nuna.."
Yuri awalnya terkejut dengan kedatanganku. Beberapa detik kemudian ia kembali menangis, dan aku langsung memeluk tubuhnya. Aku mengetahui apa yang tengah ia rasakan, dan kami berada di posisi yang sama.
Tangisan Yuri semakin membesar, tangannya meremas kaus yang kupakai. Perlakuannya membuatku menyadari apa yang tengah terjadi. Rasa sakit, marah dan sedih. Aku ikut merasakan hal tersebut.
"Aku mohon.. Beritahu aku kalau semua akan baik-baik saja.." ucapnya disela tangisan.
-
Malam telah tiba, dan yang aku lakukan kini adalah duduk di atas kursi panjang depan kamar Yura. Paman dan bibi Yoon sudah keluar sejak sore tadi, mereka harus mengurus beberapa urusan, dan surat. Mata mereka bengkak, dan aku tahu alasan di baliknya.
Setelah paman dan bibi Yoon pergi, Yuri masuk ke kamar. Ia mengajakku untuk masuk, dan aku menolaknya. Aku juga berpesan agar jangan memberitahu Yura bahwa aku di sini.
Pikiranku masih kacau. Aku sangat tahu alasan kegelisahanku. Hatiku terasa sangat sakit. Jantungku berdegup dengan cepat.
Kulirik jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Pukul sembilan malam. Artinya aku sudah duduk di bangku ini tanpa melakulan apapun lebih dari lima jam.
Aku menghembuskan napas panjang sebelum berdiri dan masuk ke kamar. Pergerakkanku menjadi sangat pelan ketika melihat Yura yang tengah tertidur. Di sofa terlihat Yuri yang kini juga tengah tertidur. Setelah itu aku duduk di samping Yura tanpa melakukan apapun.
"Oppa.. Kenapa baru masuk?" tanya Yura. Perlahan matanya terbuka, membuatku sedikit terkejut.
"Mian.. Aku membangunkanmu ya?" tanyaku, dan ia menggelengkan kepalanya.
Ia tersenyum kecil, "Aku sebenarnya belum tidur.. Aku menunggumu masuk."
Mataku kini sedikit membesar, "Jinjja? Kau tahu aku datang?"
Kepalanya mengangguk pelan. Wajahnya sangat pucat, bahkan terlihat urat-urat di kulit kepalanya. Matanya sendu, bibirnya memutih. Terpasang selang oksigen di hidungnya, dan alat pendeteksi detak jantung di jari telunjuknya. "Aku melihatmu tadi sore.."
Ku hembuskan napas panjang, sebelum mengambil tangannya. Tangannya yang kecil kugenggam, dan kutempelkan di pipiku. "Aku ketahuan.." Gurauku, dan ia terkekeh.
Kemudian hening, yang kami lakukan adalah saling menatap tanpa mengeluarkan suara. Tangannya masih di genggamanku, dengan dirinya yang masih menatapku.
"Oppa.. Sekarang jam berapa?" tanyanya.
Aku menatap ke arah jam dinding, dan berkata, "Jam satu malam."
Sudut bibirnya terangkat. Ia tersenyum lemah, dan berkata, "Kau ingat tidak.. Setiap jam satu malam, sehabis berlatih kau meneleponku.."
Aku ikut tersenyum kecil dan mengangguk pelan, "Eoh."
"Kau meneleponku, karena ingin mendengar suaraku.. Kau menyuruhku untuk berkata 'saranghae' padamu.."
Kepalaku mengangguk, "Eoh.." Jika diingat-ingat, hal yang aku lakukan sangat mengganggunya.

KAMU SEDANG MEMBACA
It's Not Goodbye
Fiksi PenggemarSeorang idol besar bernama Jeon Jungkook, ternyata telah menjalin hubungan dengan seorang gadis selama lebih dari tujuh tahun. Cobaan demi cobaan mulai menerpa hubungan mereka. Mampukah mereka mempertahankan hubungan yang telah berjalan selama lebih...