Rival

22.6K 2.7K 99
                                        

Aku menatap ke arah Mingyu yang sedari tadi hanya diam sembari terus melihat ke arah depan. Hari ini lomba akan diadakan, dan sejak dua minggu yang lalu bersama, aku dan Mingyu belum bisa dikatakan dekat.

Bagaimana bisa dekat jika ia seperti menjaga jarak denganku? Sedari tadi pagi saat berangkat menuju bangunan besar yang berada di tengah Seoul ini, ia juga hanya terdiam, tidak berniat mengajakku untuk berbicara.

Aku menggedikkan bahuku, sebelum melihat ke arah meja dengan bel yang berada di bagian tengah yang akan kugunakan. Lalu mataku menatap ke arah sekeliling. Ruangan bercat putih dengan ukuran yang tidak bisa dikatakan besar ini merupakan tempat di mana lomba akan dilaksanakan.

Kami akan melawan dua puluh pasangan dari berbagai sekolah terkenal di Korea Selatan. Akan ada tiga sesi. Sesi pertama akan dilaksanakan dengan cara mengisi seratus dua puluh soal dalam waktu dua puluh lima menit dengan soal dibagi dua dengan pasangan. Maka aku hanya akan mengisi enam puluh soal begitu juga dengan Mingyu, akan diambil lima pasangan dengan jumlah soal benar terbanyak. Maka dari itu sesi kedua hanya akan diikuti oleh sepuluh pasangan, kami akan mengerjakan soal, namun hanya ada sepuluh soal yang akan kami kerjakan dengan waktu secepat-cepatnya. Setelah itu saat sesi ketiga, seperti cerdas cermat, kami akan menjawab soal yang dibacakan oleh juri tanpa menghitung di atas kertas.

Delapan belas kursi yang tadinya kosong mulai terisi. Kini yang kosong hanyalah bangku juri.

Dua minggu berlatih, Mingyu banyak belajar, walaupun nilainya tetap berada di bawahku, namun ia memberikan perkembangan di bidang ini.

Aku tahu bidang pelajaran yang sangat ia kuasai adalah kimia. Karena saat melihat nilai kimianya saat sekolah menengah pertama dahulu, nilainya sangat besar.

Seseorang wanita berpakaian rapi masuk ke ruangan ini dan duduk di kursi juri, kemudian tiga orang menyusulnya.

"Yang masih menyimpan ponselnya di dalam kantung celana atau baju silakan ditaruh terlebih dahulu di tas, sebentar lagi lomba akan dimulai."

Mingyu berdiri sebelum berjalan ke arah loker di mana tas dikumpulkan. Ia menaruh ponselnya ke dalam tas sebelum kembali duduk di sampingku.

"Apa ponsel kalian sudah disimpan di tas masing-masing?"

Setelah semua orang di ruangan ini berkata "iya" sebagai jawaban, wanita yang memberikan pertanyaan berkata, "Baiklah, mari kita mulai lomba ini dengan tertib!"

-

Mingyu menekan bel dengan cepat sebelum kemudian menjawab soal yang ditanyakan oleh juri.

Setelah itu juri menganggukkan kepalanya dan memberitahu bahwa kelompok kami menang dalam lomba kali ini.

Kini kutemukan diriku tengah duduk di hadapan kepala sekolah bersama dengan Mingyu di dalam ruang kepala sekolah. Guru Kim terlihat sangat bahagia karena kami memenangkan lomba ini, terlihat dari senyuman lebar yang terus ia tunjukkan.

"Tidak sia-sia saya memberi kalian beasiswa. Ya walaupun saya tahu kalian tidak memerlukan itu." Beliau tertawa dan berkata, "Dilihat dari penghasilan orangtua kalian, kalian ini termasuk orang-orang menengah atas."

Aku hanya tersenyum canggung dan sesekali menganggukkan kepalaku, begitu juga dengan Mingyu.

"Jadi.. mungkin saya akan memasangkan kalian sebagai kelompok lagi di lomba berikutnya.." guru Kim menganggukkan kepalanya pelan, "Saya mendengar beberapa bulan lagi akan diadakan olimpiade sains internasional.. mungkin saya akan mengirimkan kalian lagi."

"Ne.." ucapku dan Mingyu bersamaan.

Setelah itu guru Kim melepas kacamatanya, dan berkata, "Tapi kalian harus selalu ingat, walaupun kalian akan dipasangkan menjadi kelompok saat lomba nanti, kalian tetaplah saingan di dalam sekolah." Ia tersenyum, "Walaupun begitu, saya harap kalian tetap berteman baik."

Aku mengulum bibirku, berteman baik apanya?! Bahkan selama lomba kemarin Mingyu tidak pernah mengajakku berbicara. Dia hanya asik dengan psp yang ia bawa, dan akan menjawab dengan singkat jika aku bertanya.

"Ne.. saya tahu." Ucap Mingyu pelan, membuat lamunanku seketika buyar, kemudian kutatap wajah datarnya.

Guru Kim tertawa sebelum kemudian memperbolehkan kami untuk kembali ke kelas masing-masing.

Tatapanku tertuju pada Mingyu yang langsung melangkah lebar menjauhiku yang masih menatapnya di depan ruang kepala sekolah. Aku tidak tahu kenapa Mingyu bisa memperlakukanku seperti ini.

Ia tidak tertawa denganku seperti yang dilakukannya pada Nara, Minjung, Suhyun atau perempuan lainnya. Kakiku bergerak melangkah pelan sembari terus memikirkan kelakuan Mingyu.

Langkahku terhenti, kemudian aku memutar tubuhku menghadap ke arah mading sekolah. Terpampang wajahku dan wajah Mingyu dengan tulisan "siswa beasiswa tahun ajaran baru".

Kini aku tahu kenapa ia memperlakukanku tidak seperti seorang teman.

He thinks of me as his rival and not his friend.

•••

Whoopwhoop

It's Not GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang