Jealous

20.4K 2.3K 123
                                        

Tanganku terangkat, kupasang headset ke telingaku. Sambil mendengarkan lagu, mataku terus menatap ke arah jalanan.

Pantulan bayangan diriku dari jendela bus yang berada tepat di hadapanku, membuatku menyadari bahwa kedua mataku terlihat lebih besar dari biasanya.

Kini aku menyesal karena telah menangis satu malam penuh. Bahkan hanya terhitung empat jam aku tidur tadi malam.

Aku menghembuskan napas kasar, ketika mengingat kejadian kemarin.

Setelah mendengar pertanyaan yang aku katakan, Jungkook hanya berdiri dengan mulut terkatup. Terlihat tidak berminat untuk menjawab pertanyaanku. Namun, beberapa menit kemudian ia langsung memakai masker dan topinya, kemudian keluar dari flatku tanpa mengucapkan apapun.

Walaupun aku tahu betul bahwa kejadian kemarin adalah sebuah kesalahpahaman belaka, tetap saja aku merasa sakit hati.

Bus yang kutumpangi berhenti tepat di halte depan sekolahku, tanpa menunggu lama aku langsung berdiri dan keluar dari bus tersebut.

-

Kurapikan buku-buku yang berserakan di atas mejaku, lalu aku berdiri dan berjalan keluar kelas.

"Yura-ya! Kau ingin ke mana?" teriak Nara.

"Ke perpustakaan!" Jawabku sembari terus berjalan.

Hidungku mengembang ketika aku menarik napas kuat-kuat setelah duduk di bangku yang terletak di pojok perpustakaan. Bau lembaran buku di sini, membuat suasana hatiku setidaknya menjadi lebih bagus.

Aku membuka lembaran demi lembaran buku yang aku bawa, membaca dan mencoba untuk memahami materi tumbuhan dari buku biologi yang sedang kupegang.

Tubuhku menegang karena terkejut ketika merasa sebuah benda dingin dan basah berada di pipiku.

Kepalaku menoleh ke arah samping dan menemukan Mingyu yang tersenyum kecil ke arahku. Lelaki itu meletakkan sekaleng soda dingin di atas bukuku, sebelum mengambil tempat tepat di sampingku.

"Apa kabar?" tanyanya.

Aku menghembuskan napas kasar, sebelum mengambil minuman yang tadi Mingyu berikan. Minuman tersebut kutaruh tepat di ujung meja, setelah itu aku kembali melanjutkan kegiatanku, tidak berminat untuk menjawab pertanyaannya.

Mingyu berdecak kesal, ia memutar bangku yang ia tempati sebelum kemudian ia memutar tubuhku, membuat posisiku kini berhadapan dengannya.

"Mwoya?!" Tanyaku setengah berteriak dan seluruh orang yang berada di perpustakaan menatapku kesal sembari menyuruhku untuk diam.

Wajah Mingyu maju, jari telunjuknya menempel pada bibirnya, "Jangan berteriak!" ucapnya pelan.

"Ck!" Aku mendorong tubuhnya sampai ia menjauh dariku. "Sebenarnya kau ini kenapa sih?!"

Ia terdiam dengan senyuman tersungging pada wajahnya, "Aku rasa setelah kejadian kemarin, kau jadi bisa mengekspresikan perasaanmu."

"Apa maksudmu?" Tanyaku tak mengerti.

Ia menggedikkan bahunya, kemudian berkata, "Lebih dari dua tahun aku mengenalmu, dan aku baru mengetahui bahwa kau sangat seram jika marah."

"Mingyu-ah, aku tidak mengerti dengan apa yang kau katakan, jika kau hanya ingin menggangguku saja, lebih baik kau pergi."

Mingyu tersenyum, terlihat seperti paksaan. "Kini aku tahu bahwa kau tidak sedang berbohong saat itu."

Keningku mengerut. Walaupun tidak mengerti dengan apa yang Mingyu katakan, aku tidak berniat untuk bertanya padanya.

"Sejak kapan?" tanyanya pelan, sangat pelan.

"Kau dengannya? Sejak kapan?" Jeda sejenak, "Bagaimana bisa kau dengan idol itu."

Mataku membesar, "Kau mendengar semuanya?" tanyaku panik. "Kau.." saat ini aku benar-benar kehilangan kata-kata. "Bukannya.."

"Maafkan aku, tapi aku mendengar semuanya, Yoon Yura."

Hembusan napas panjang keluar dari mulutku, tubuhku langsung bersandar pada sandaran kursi sampai-sampai terdengar suara bunyi decitan. Entah apa yang harus aku katakan pada Jungkook tentang hal ini.

"Jangan menampilkan wajah jelek seperti itu." Jari telunjuknya ia pakai untuk menempeleng kepalaku, "Aku tidak akan memberitahu siapapun."

Mulutku terbuka, hendak mengatakan sesuatu, namun Mingyu lebih dulu menyelaku, "I'm promise, Yoon Yura." Sebelah tangannya terangkat, terlihat sedang berjanji.

"Keundae.." tubuhnya kembali maju, mendekatiku. "Bisakah kau memberitahuku, bagaimana kalian bisa.." ia berdeham, "Berpacaran?" Tanyanya setengah berbisik.

Entah sudah berapa kali aku menghembuskan napas kasar dalam beberapa jam terakhir. Kutegakkan tubuhku sebelum kemudian mulai bercerita kepada Mingyu, tentang hubunganku dengan Jungkook.

-

"Jadi kalian adalah tetangga?" Tanya Mingyu sekali lagi.

Aku menganggukkan kepalaku sebagai jawaban.

"Dan ini adalah kedua kalinya kalian bertengkar selama beberapa tahun berpacaran?"

Kepalaku kembali mengangguk.

Tubuh Mingyu mundur, ia menyandarkan tubuhnya. Kepalanya terus ia angguk-anggukkan pelan.

Kemudian kami sama-sama terdiam, tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Sedikit ada rasa tenang di hatiku karena akhirnya aku bisa bercerita tentang hubungan ini ke seseorang selain keluargaku. Namun, ada sedikit rasa cemas, karena takut Mingyu tidak akan menepati janjinya.

Tapi selama lebih dari dua tahun mengenal Mingyu. Ia tidak pernah tidak menepati janjinya, sehingga mungkin, aku bisa merasa tenang sekarang.

"Jadi.. Yura-ya.." Mingyu mulai mengeluarkan suara, membuat aku langsung mengalihkan pandanganku ke arahnya.

"Mwo?"

"Kekasihmu adalah seorang idol?" Tanyanya, seperti memastikan.

Keningku mengerut, namun aku tetap menjawab, "Ne." Jeda sejenak, "Kenapa kau cemburu ya?" Tanyaku dengan nada bergurau.

"Ne.." ucapnya pelan, membuat tubuhku langsung menegak, kepalaku mendekat ke arah Mingyu.

"Mwo?" tanyaku.

"Aku menyukaimu, dan aku cemburu dengan idol itu."

It's Not GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang