Superhero

23.7K 2.7K 105
                                    

Kakiku melangkah cepat ke arah ruang kepala sekolah. Baru saja aku mendapatkan laporan bahwa kepala sekolah ingin bertemu denganku.

Seperti saat bertemu kepala sekolah di sekolahku yang lama, aku merapikan tatanan rambut serta seragamku sebelum kemudian kuketuk pintu bercat hijau yang kini berada di hadapanku.

Mataku menatap ke ruangan dengan dinding berlapiskan wallpaper bunga. Di sudut ruangan terdapat pendingin ruangan dan bendera Korea Selatan. Kakiku melangkah melewati sofa dan meja kecil yang berada di ruang tersebut sampai kini tubuhku menghadap kepala sekolah yang tengah tersenyum ke arahku.

Ia membenarkan letak kacamatanya sebelum menyuruhku untuk duduk. "Yoon Yura?"

Aku mengangguk pelan, "Ne."

Di saat kepala sekolah tersebut baru saja ingin mengucapkan sesuatu, pintu kembali diketuk oleh seseorang dari luar. Kemudian masuklah seorang lelaki yang selalu kuperhatikan setiap aku dan Nara melewati lapangan.

Lee Mingyu.

Tubuhnya yang tinggi dengan seragam yang sangat pas di tubuhnya menambah kesan tampan pada wajahnya. Walaupun kulitnya tidak seputih lelaki Korea pada umumnya, menurutku itu adalah daya tariknya. Kini aku tahu kenapa dia disukai oleh banyak perempuan. Bahkan teman sekelasku sering membicarakan dia.

Tapi..

Kenapa dia ada di sini? Apa kepala sekolah juga memanggilnya?

"Lee Mingyu?"

Tatapanku beralih ke arah kepala sekolah, kemudian aku membenarkan posisi dudukku seperti awal.

Lelaki bernama Lee Mingyu itu duduk tepat di sampingku. Dari ekor mataku, bisa kulihat tatapannya yang terus memandang lurus ke arah depan. Ia bahkan tidak repot-repot menghabiskan waktunya untuk melirikku.

Well, memangnya apa urusanku?

"Tidak perlu berbasa-basi lagi.." guru Kim sembari kembali membetulkan letak kacamatanya. "Karena kalian adalah siswa tahun baru yang mendapatkan beasiswa, saya akan mengajak kalian untuk mengikuti lomba matematika."

Beasiswa?

Kepalaku menoleh sedikit ke arah Mingyu yang terlihat sedikit terkejut dengan apa yang dikatakan oleh guru Kim, kepala sekolah di sekolah ini. Namun wajahnya kembali terlihat normal ketika menyadari bahwa aku tengah meliriknya.

"Kalian terlihat terkejut.." guru Kim tertawa. "Sepertinya kalian belum mengenal satu sama lain."

"Kalian akan disatukan menjadi kelompok untuk mengikuti lomba matematika antarsekolah." Jeda sejenak, "Walaupun hanya melihat nilai rapor kalian saat sekolah menengah pertama dahulu, saya yakin kalian bisa memenangkan lomba matematika ini."

"Kalau begitu.. itu saja yang ingin saya katakan, jangan lupa berteman baik, karena kalian akan menjadi teman."

Kini kutemukan diriku tengah duduk di hadapan Mingyu di dalam sebuah ruangan kosong berukuran empat kali empat meter. Di atas meja yang menjadi pemisah antara diriku dan Mingyu terdapat beberapa lembar soal dan alat tulis.

Pintu ruangan ini terbuka, dan masuklah  guru Boo yang merupakan guru matematika di sekolah ini. Pria berkepala botak itu duduk di ujung meja sembari meletakkan beberapa buku, membuat fokusku dan Mingyu terarah ke padanya.

Seakan tahu bahwa kami tengah melihat ke arahnya guru Boo mendongak, menatap kami bergantian sebelum kemudian berkata, "Ada apa? Kerjakan soal kalian sekarang juga. Tiga puluh menit lagi saya periksa."

Buru-buru kuambil pensil kemudian kukerjakan puluhan soal yang berada di hadapanku.

Tepat di saat aku baru saja ingin membaca soal nomor enam puluh lima, kertasku ditarik oleh guru Boo, membuatku langsung mendongakkan kepalaku, dan melihat Mingyu yang tengah memandang guru Boo yang juga tengah menarik kertasnya.

Tiga puluh menit menurutku berjalan sangat cepat dari biasanya. Entah apa hanya perasaanku atau karena aku terlalu tenggelam dalam konsentrasi.

Ruangan yang dilengkapi pendingin ini tidak dapat menahan bulir-bulir keringat yang keluar dari pelipisku. Terlihat Mingyu yang juga berkeringat.

"Lee Mingyu salah dua belas dari lima puluh satu soal." Ucap guru Boo. "Yoon Yura salah sebelas dari enam puluh lima soal."

Tepat di saat aku menoleh untuk melihat Mingyu, lelaki itu langsung mengalihkan pandangannya dariku. Membuat keningku mengerut sebelum kemudian kuusap pelipisku.

Guru Boo meletakkan beberapa lembar kertas yang berisi puluhan soal matematika di hadapanku dan Mingyu dan berkata, "Tiga puluh menit dari sekarang."

-

Tiga jam berlalu. Jika dihitung-hitung aku telah menyelesaikan lebih dari tiga ratus lima puluh soal, dan salah sekitar lima puluh soal.

Aku meminum air mineral yang tinggal setengah botol sampai habis. Sudah dua botol air mineral yang aku habiskan dalam waktu tiga jam, sedangkan Mingyu telah menghabiskan sekitar tiga setengah botol mineral.

Jam telah menunjukkan pukul setengah sebelas malam, dan aku belum beranjak sama sekali dari bangku ini.

Guru Boo melepaskan kacamatanya, kemudian beliau meregangkan tubuhnya dan menguap.

"Lomba matematika perkelompok ini akan terlaksana sekitar dua minggu lagi. Saya harap kalian lebih banyak berlatih." Pandangannya beralih ke arah Mingyu, "Apalagi kau.. banyak-banyaklah belajar. Aku jadi meragukan kualitasmu, kenapa kau bisa dapat beasiswa di sekolah ini." Kemudian guru Boo berdiri, "Kalau begitu sampai bertemu besok." Sebelum berjalan keluar dari ruangan ini.

Tepat di saat guru Boo keluar, aku dan Mingyu langsung menyandarkan tubuh kami ke sandaran kursi sembari menghembuskan napas panjang.

Sesungguhnya pelajaran matematika adalah pelajaran yang paling aku sukai, namun jika disodori ratusan soal seperti ini, aku juga akan merasa pusing dan muak.

Mingyu menghabiskan air mineralnya sebelum kemudian berdiri. Ia menatapku dan berkata, "Sudah malam, kau tidak ingin pulang?"

Tanpa menunggu jawaban dariku, lelaki itu langsung meletakkan botol yang sudah kosong ke atas meja sebelum kemudian berjalan keluar ruangan ini, meninggalkanku sendirian.

Pandanganku terpokus ke arahnya. Bahkan sampai ia menghilang dari pandanganku, aku tetap melihat ke arah pintu yang kembali tertutup.

Terlihat dengan jelas dari kilatan matanya dan nada bicaranya, ia kecewa. Aku tidak tahu pasti alasan dibalik perasaan kecewa yang ia rasakan. Namun yang aku yakini, ia kecewa bahwa jumlah soal salah yang ia kerjakan lebih banyak dariku. Apalagi guru Boo menegurnya dan berkata lumayan pedas padanya.

Jujur saja, jika aku di posisinya, aku juga akan merasa sakit hati. Namun yang aku tahu alasan guru Boo mengatakan itu adalah untu meningkatkan daya belajar kami.

Aku menghembuskan napas panjang sebelum berdiri dan keluar dari ruangan ini.

-

Aku mengambil ponselku dan melihat banyak pesan yang dikirim oleh ibu dan Jungkook. Namun karena kepalaku masih pusing akibat mengerjakan banyak soal, aku jadi malas membalas pesan dari mereka.

Badanku menyandar pada sandaran bangku yang ada di halte bus. Rasa dingin dari alumunium yang melapis besi dari bangku ini sangat terasa pada kulitku.

Ponselku berbunyi, nama Jungkook muncul di layar ponselku. Kuangkat telepon dan berkata, "Yeoboseyo."

"Kau di mana? Sudah pulang? Sudah makan?"

Aku menggeleng walaupun tahu bahwa Jungkook tidak bisa melihatku, "Belum. Aku sedang menunggu bus di halte depan sekolah. Wae?"

"Jinjja?!" Dari suaranya aku bisa mengetahui bahwa ia terkejut dan cemas dalam waktu bersamaan. Setelah itu terdengar suara ribut mirip gumaman. Sebelum Jungkook kembali berkata, "Aku dan Jin hyung akan menjemputmu! Tunggu kami!" Setelah itu sambungan telepon terputus.

Aku tersenyum dan menatap layar ponselku. "Why does he look like a superhero?"

Kemudian kepalaku mengangguk, "Oh iya.. my round-eye hero."

---

It's Not GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang