Need

13.9K 1.9K 149
                                    

"Ahjussi.." Aku tersenyum kecil ketika melihat paman Yoon.

Lelaki paruh baya itu tersenyum, dan duduk di sampingku. Kini kami tengah berada di bangku panjang yang berada di lorong rumah sakit.

"Kau lebih tampan dari kemarin," guraunya.

Aku hanya tersenyum menanggapinya, aku tahu maksud dari perkataannya. Sama seperti istrinya, beliau juga ingin aku merawat diriku. Jangan sampai karena menunggu Yura aku jadi tidak memerhatikan diriku.

Kemudian hening selama beberapa detik, sampai aku bertanya, "Bagaimana tentang gugatan yang ahjussi berikan?"

Paman Yoon menoleh ke arahku. Beliau menghembuskan napas panjang, "Aku kekurangan barang bukti." Jeda sejenak, "Ahjussi sudah menyewa pengacara, dan pengacara itu bilang jika hanya dengan kata-kata yang dikeluarkan oleh saksi mata di tempat kejadian.. Hukumannya tidak akan seberapa."

Tangannya terangkat, beliau memijat-mijat keningnya, "Aku tidak berniat memberitahu istriku, ahjumma akan sangat sedih ketika tahu anaknya tidak mendapatkan keadilan yang cukup." Kemudian beliau kembali menghembuskan napas panjang.

Kemudian paman Yoon berdiri, "Sudah larut malam, kau tidak pulang?"

Aku menggeleng, kemudian berkata, "Aku akan menjaga Yura, paman dan bibi tidur saja di kamar khusus keluarga pasien."

"Kau tidak lelah, bukannya kau baru pulang dari sebuah acara?"

Kepalaku kembali menggeleng, "Gwaenchanha, aku tidak apa-apa.. Karena besok aku juga tidak memiliki jadwal."

Kini aku tengah duduk di samping Yura, melihat gadisku yang belum juga terbangun. Yuri tidur di sofa yang berada di sudut ruangan, sedangkan aku duduk di bangku sampung kasur Yura.

Aku tidak mengatakan apapun, yang aku lakukan hanya terdiam, menatap Yura. Tanganku menggenggam tangannya. Gips di tangan dan kaki yang berada di sebrangku, membuat hatiku sakit. Tidak cukup dengan hal itu, selang-selang dan bunyi denyut nadi yang ditampilkan monitor menambah rasa sesak di dadaku.

Kepalaku menunduk di atas telapak tangannya, memejamkan mataku, merasakan jari-jarinya di rambutku. Baru saja dunia mimpi ingin menyapaku, rambutku bergerak. Aku langsung menengadahkan kepalaku, melihat ke arah Yura.

Mataku kuusap, kemudian aku megedipkannya beberapa kali. Kelopak mata Yura bergerak, membuatku langsung berdiri dan mengusap kepalanya, "Yura-ya.. Kau dengar aku?" bisikku. "Aku menunggumu, ayo bangun.."

Tidak sampai satu menit berlalu, mata Yura terbuka. Ringisan keluar dari mulutnya, dan aku langsung mengusap kepalanya yang diperban, "Apa yang kau rasakan?" tanyaku. "Aku akan memanggil dokter."

Sebelah tanganku hendak menekan tombol merah yang berada di kasur Yura, namun terhenti karena Yura memegang bajuku. "Oppa.." Bisiknya lemah.

Aku langsung mendekatkan wajahku ke arahnya, "Uhm.. Bagaimana kondisimu? Apa yang sakit?"

Ia tersenyum kecil, matanya terpejam selama beberapa detik,  "Lebih baik karena sudah melihatmu." Bisiknya lemah.

Tanganku menggenggam tangannya, "Astaga aku senang aku sudah bangun," ucapku. Aku mencium tangannya berkali-kali. "Tapi aku harus memanggil dokter agar bisa memeriksa keadaanmu."

-

Aku mempercepat langkahku. Sudah lebih dari tiga minggu setelah kejadian yang dialami oleh Yura. Keadaannya membaik, ia sudah bisa bergerak walaupun hanya di atas kasur. Beberapaelang ditubuhnya juga sudah dilepas, tersisa gips dan selang infus di tubuhnya. Hari ini BTS tidak ada jadwal, namun aku harus bertemu dengan seseorang yang akan menjadi pengacaraku, ayah Yura dan pengacaranya,  Bang PD-nim dan beberapa staf Bighit.

It's Not GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang