Everything

16.8K 2K 105
                                    

Yura POV

Jungkook memang tidak pernah gagal dalam membuatku merasa istimewa. Hari ini ia melamarku, memberikan cincin yang sangat cantik kepadaku.

Selama perjalanan dari tempat ibadah, aku tidak pernah berhenti melihat ke arah cincin tersebut. Sampai akhirnya aku melihat ke arah kaca spion yang menampilkan bayanganku. Cincin yang sangat indah, tidak cocok untuk si buruk rupa sepertiku.

Mataku langsung melirik ke arah lain. Aku menghembuskan napas kasar, sampai aku mendengar Jungkook melantukan sepenggal lirik.

"Kau cantik hari ini.." Kata Jungkook. Ia menggenggam tanganku yang berada di atas paha, membawa tanganku ke pangkuannya, "Dan aku.. Suka." Lanjutnya.

Benarkan kataku? Ia tidak pernah gagal membuatku merasa istimewa, merasa dicintai, dan merasa dihargai.

-

Mataku menatap ke arah matahari. Bahkan ia masih tetap bersinar terang meskipun akan tenggelam.

Aku melirik ke arah Jungkook kemudian, aku memanggilnya, "Oppa." Sebelum ia merespon panggilanku, kutempelkan kepalaku di dadanya, "Tenang saja.." ucapku. "Kau akan mendapatkan matahari yang bersinar terang nantinya.."

Kemudian kami sama-sama diam. Hanya suara ombak, angin, kicauan burung dan orang-orang yang tengah berbincang yang terdengar di telingaku.  Tapi fokusku kini ada pada degupan jantungnya. Setelah aku berkata seperti itu degupan jantuntnya semakin terdengar.

Walaupun aku kini merasa bersalah, yang aku lakukan sekarang adalah diam, tidak berkata apapun. Bukankah aku tidak salah? Sebuah keharusan memang bahwa Jungkook yang bersinar, mendapat seseorang yang bersinar juga.

Mataku memburam. Air mata mulai mengumpul di pelupuk mataku. Aku tidak ingin dia tahu, bahwa aku tengah menahan nangis. Sampai aku merasakan sesuatu dari hidungku.

Cepat-cepat kuusap darah tersebut, yang ternyata membuat Jungkook menyadarinya.

-

Jungkook POV

Jantungku berdegup cepat ketika Yura berkata demikian. Sejujurnya aku benci dengan kalimat yang keluar dari mulutnya. Sekali lagi, aku benci dengan diriku sendiri yang tak dapat melakukan apapun.

Tiba-tiba Yura melakukan sebuah pergerakkan, yang membuatku langsung mendunduk dan melihat wajahnya. Ia mimisan, dan mengeluarkan air mata di waktu yang sama. Tetapi yang kini ia lakukan adalah tertawa sembari mengusap hidungnya.

Aku langsung mengambil sapu tangan yang berada di saku celanaku dan kuusapkan kepada Yura. Ia masih tertawa, namun matanya mengeluarkan air mata.

"Yura-ya.."

"Gwaenchanha.. Gwaenchanhaa.. Aku tak apa-apa." Katanya cepat.

Tiba-tiba tubuhnya merosot ke bawah, dan langsung kutangkap sebelum ia tercebur dan basah. Ia terlihat semakin lemas setelah mimisan, dan dengan cepat kuangkat tubuhnya. Ia masih terus berkata bahwa ia tak apa-apa, namun yang aku lakukan adalah diam dan terus membawanya ke mobil.

Sesampainya di mobil, aku hanya diam sembari memasang seatbelt ke tubuhnya. Kemudian aku mengambil kursi roda yang tertinggal di pantai tadi sebelum kemudian masuk ke kursi pengemudi. Sampai mobil jalanpun, aku tidak mengeluarkan sepatah katapun.

Pikiranku asik berperang, sehingga tidak ada hal yang ingin kubicarakan.

"Oppa.. Mianhae.. Kau marah?" tanyanya setelah aku memarkirkan mobil di rumah sakit.

Aku menghembuskan napas kasar. "Aku tidak marah.. Tapi aku mohon, ketika kau merasa sakit tolong katakan. Aku sangat panik ketika kau mimisan dan hampir terjatuh.. Aku- aku tak ingin-"

It's Not GoodbyeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang