SMAPM 18

589 34 0
                                    

"Gue sendiri bingung Ram, gue nggak paham kenapa Iffer sebegitu nggak sukanya sama Rara. Lo sendiri tahu, Rara itu kayak bayangan gue. Terus berduaan sama Iffer saat di sekolah itu beneran nyiksa. Diomongin sama adek kelas, dicap yang macem-macem. Itu nggak enak." Ucap Yunda.

Sekarang, Yunda sedang berada di rumahnya bersama dengan Rama dan juga bersama dengan beban. Rama adalah sepupunya, tapi sepupu jauh. Tak sedarah, tapi hubungan mereka sangat dekat. Bukan saja hanya di Osis, tapi juga di rumah.

"Ya, Cinta kan bisa ngerubah semuanya. Tapi gue nggak mau ya kalau lo itu ngerusak persahabatan lo demi cinta. Sahabat sama pacar itu dua orang yang sama-sama cemburuan. Lo nggak bisa milih salah satunya. Tapi, lo juga nggak bisa ninggalin semuanya. Tapi, untuk sekelas orang kayak Rara, dia nggak pantes untuk lo tinggalin. Rara itu, Bisa ngerti seperti apa watak lo, susah kalau cari sahabat lain. Kalau pacar lain mah gampang aja" Ucap Rama sambil menikmati camilan yang tersedia di depannya. Dia makan, sambil bicara.

"Oh iya, cari pacar baru. Modal Bedak dempul sama lipstik merah mangkal di pinggir jalan tol. Kelar ya Ram"

"Nah itu tahu"

Ada di posisi Yunda sekarang masih menyulitkan. Iffer juga sudah sedikit tak lagi mendapatkan restu dari ayahnya. Karena sejak berpacaran dengan Iffer, Yunda sering lupa waktu. Tapi, tak mudah juga untuk meninggalkannya. Apalagi, baru beberapa bulan ini mereka jadian.

"Pikir deh. Seberapa lama lo sama sahabat. Dan seberapa lama lo sama pacar. Lebih tulus mana, sahabat atau pacar? Lebih baik mana, sahabat atau pacar? Lebih klop yang mana? Sahabat atau pacar? Dan siapa yang sering kasih lo air mata? Sahabat atau pacar? And last, siapa yang ngehapus air mata lo? Sahabat atau pacar? Pilih aja. Lo bandingin siapa yang selalu ada."

Yunda hanya terdiam. Ia menatap kosong ke arah layar TV. Masih berpikir, sebenarnya Rara yang paling mendominasi. Rara yang lebih baik dari Iffer. Rara juga yang setia menenangkannya. Bukan Iffer yang bisanya memberi air mata.

"Lebih nikmat sih pacaran sama sahabat sendiri. Kayak yang bakal mau terjadi sama Radit Rara tuh. Liatin aja, sebentar lagi juga jadian"

***

Rara belum sempat menjenguk Radit. Siang ini setelah pulang sekolah, Rara langsung bergegas menuju ke Jakarta untuk menengok bundanya. Kali ini, ayah mengajak Rara. Tak sendirian seperti biasanya.

Suhu dingin ruangan Rumah sakit kini sudah terasa menyatu dengan tubuh Rara. Dinginnya menyeruak sampai ke tulang. Apalagi kamar tempat bundanya dirawat. Dinginnya luar biasa, Ac di kamarnya tak pernah sedingin ruangan ini. Rara duduk di samping bundanya, sementara ayahnya duduk bersebrangan dengannya. Rara memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan oleh ayahnya. Mencium kening, dan mencium puncak tangan kanan yang tak ditusuk oleh jarum infus.

Tak ada kata yang terucap, yang ada hanya air mata ayahnya yang mengalir, perlahan, sedikit dihapus, kemudian mengalir lagi, dan dihapus lagi. Yang bicara adalah hati. Dua hati yang sama-sama merindukan, Raga yang terpisah, dan cinta yang tetap setia bertahan. Rara ingin kisah cintanya akan sekuat dan seabadi cinta ayah dan bundanya.

Ada banyak kisah yang pastinya sudah terjadi antara dua insan yang kini sedang dipisahkan, bahkan mungkin samudra saja tak akan sanggup untuk menenggelamkan seluruh kisah yang sudah terjadi antara dua insan itu. Semua memang tak seharusnya dilupakan. Perpisahan mereka bukan perpisahan selamanya, tapi sementara dan hanya takdir yang akan mempersatukan mereka kembali.

"Bunda, sudah lama bunda tidur. Kapan bangun? Rara kangen" Sambil berbicara, Rara seperti memutar memori lamanya. Saat semuanya masih baik-baik saja, saat semuanya masih indah dengan keluarga yang hangat.

Sahabat Mu, ATAU pacar Mu? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang