Mual, sakit kepala yang tak tertahankan, dan rasa sedikit nyeri di bagian telinga. Itu adalah yang Radit rasakan pagi ini.
Sudah dua kali Radit memasuki kamar mandi, memuntahkan segala yang ada di dalam tubuhnya, disertai dengan sakit kepala yang luar biasa rasanya. Bahkan berdiripun tak sanggup tegak.
"Kak, bangun. Udah siang nih nanti telat ke sekolah loh, Radit" Radit jalan secara perlahan menuju ke arah pintu, satu tangan memegang tembok dan satu tangannya lagi memegang kepala yang tak henti memberikan sensasi nyeri. "Ya ampun Nak, hey kenapa kamu?" Tubuh Radit tumbang di hadapan mamanya. Tak kuat lagi berdiri, kakinya lemas dan kepalanya seakan seperti ditonjok oleh ratusan orang.
"Ayah! Ayah! Bantuin mama Yah," meskipun samar, tapi teriakan mamanya masih bisa terdengar oleh telinga Radit.
"Kak, Tahan Kak. Buka matanya, Kakak nggak apa-apa. Ayo buka matanya." Radit tak bisa menahan matanya untuk tetap terbuka, nyeri yang ia rasakan sudah tak bisa lagi ditahan. Yang ia bisa lakukan hanya memejamkan mata. Berusaha agar nyerinya hilang. Padahal tidak.
"Ya ampun Radit!" Suara ayahnya terdengar jelas. Setelah itu, Rasanya hilang. Matanya benar-bener menutup sempurna.
***
Satu jam pelajaran berlalu, Radit belum kunjung datang. Rara menatap ke arah bangku sebelah Iffer, kursinya masih setia kosong. Pemiliknya masih juga tak menunjukan batang hidungnya.
Tadi pagi Rara melihat laptopnya sudah mati. Karena baterenya habis. Padahal Radit bilang jika akan melihatnya dari layar laptop sampai pagi datang. Sayangnya, kondisi tak mendukung.
"Jadi, saat nanti dekat-dekat UNBK. Saya pesan, telinganya di bersihkan. Biar saat nanti ujian Listening, nggak budek kupingnya kayak sekarang." Ucap Pak Wibowo.
"Hahaha bisa aja Pak, Dokter THT mahal Pak" Teriak Kent dari kursi paling belakang.
"Terutama kamu Kenjo, kurang-kurangin hutang kamu sama teman-teman. Biar saat lulus, dosamu nggak numpuk"
"Siap 86 Pak" Ucap Kent sambil menampilkan tanda hormatnya.
"Jangan lupa. Kamu ada hutang sama Bapak saat makan mie ayam Pak Yamin." Ucap Pak Wibowo.
"Ah Bapak, masih aja diinget. Anggap aja sama anak sendiri Pak." Ucap Kent.
"Kalau saat ujian listening nanti kamu dapat nilai 100, bapak ikhlas bahkan akan bapak tambahin 1 mangkok lagi"
"Huuu Kita enggak Pak?" Teriak semua murid. Tapi Rara tidak. Kalau untuk ini, Rara tak suka ikut bergabung. Rara hanya akan tersenyum sekadarnya, atau tertawa pelan.
Percaya atau enggak, tapi saat pertama mendengar namanya Pak Wibowo, Rara merasa jika beliau adalah tipikal orang yang tegas, berwibawa seperti namanya. Tapi, seiring berjalannya waktu, Pak Wibowo menunjukan sikapnya yang ternyata bisa membuat anak-anak murid menganggapnya sebagai 'Bapaknya Siswa' karena sikap pedulinya dan sikap 'Kebapaannya' membuat semua siswa menyukainya. Bahkan, Pak Wibowo adalah alasan Rara untuk tetap tinggal di sekolah ini.
"Sudah ya, kalian boleh istirahat. Ternyata cape juga ngajar di kelas ini" Ucap Pak Wibowo kemudian duduk sambil membereskan beberapa bukunya. Sementara sebagian anak di kelas ini mulai keluar kelas, walaupun belum waktunya. Pak Wibowo sama sekali tidak pelit perihal waktu istirahat. Jika semuanya sudah paham tentang materi yang diajarkan, semua boleh istirahat.
Suatu keberuntungan bagi Rara, bisa dipertemukan oleh Seorang sebaik dan seasik Pak Wibowo, bukan hanya guru, tapi Pak Wibowo juga bagaikan ayah kedua untuk Rara.
"Selamat Siang Pak!"
"Rahma, ada apa nak? Nggak istirahat?" Tanya Pak Wibowo, Pak Wibowo adalah satu-satunya orang yang memanggil Rara dengan nama Rahma. Menurutnya, itu lebih bagus daripada nama panggilan Rara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Mu, ATAU pacar Mu?
De TodoSebuah kisah mainstream antara laki-laki dan perempuan yang bersahabat, yang tak bisa bohong pada dua rasa yang dilanda ketakutan oleh sebuah perpisahan. "Ra, jangan terlalu cepat bicara cinta" sebuah kata yang akhirnya terbukti pada sebuah kisah y...