SMAPM 41

346 19 0
                                    

Hari ini rombongan sudah sampai di desa yang menjadi tujuan selanjutnya. Untungnya, Radit berserta Rombongan datang lebih pagi. Jadi, masih sejuk. Anginnya masih hilir mudik membuat daun-daun berterbangan.

Semalaman Radit tidak bertemu Rara. Yang Radit temui adalah ayahnya lagi dan lagi. Mengobrol tentang kuliah lagi. Padahal, Radit sudah bicara berulang kali. Tapi ayahnya masih saja bertanya.

Sekarang, Radit sedang bersama dengan anak-anak di sebuah gubuk kecil. Bermain ukulele sambil mencoba berkenalan dengan anak-anak. Radit suka, membagikan ilmu musik yang ia punya kepada orang lain. Karena menurutnya, musik adalah sebuah kebahagiaan. Dan itu sama artinya menebar sebuah ilmu untuk membuat orang lain bahagia.

Rara sedang tidak bersama dengan Radit. Sejak tadi pagi bahkan belum ada komunikasi. Pagi ini Rara seakan membuat tembok penghalang yang membuat Radit tak bisa memasukinya. Rara terlihat lesu dan pucat dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya. Biasanya dia adalah orang yang paling semangat bangun pagi, dan orang yang akan menebar senyum saat keluar dari rumah. Tapi hari ini tidak.  Alhasil, pilihan Radit jatuh pada musik dan anak-anak di desa baru ini. Bukan Rara dulu.

"Kalian ada yang suka nyanyi nggak?" Tanya Radit. Dan semua bersorak.

"SUKA!"

Mendengar anak-anak teriak Excited, Radit juga seakan tak mau menampilkan wajah khawatirnya. Hatinya gelisah, tapi tak mungkin bisa ditampakan di depan anak-anak yang kini sedang berbahagia.

Hari ini adalah hari terakhir di Sula. Besok pagi-pagi sekali, rombongan harus berangkat menuju ke Tangerang. Karena, waktu yang diberikan hanya 7 hari. 2 hari perjalanan, 4 hari berkeliling melakukan misi, dan 1 hari pulang ke Tangerang. Sepertinya cukup. 

Di sini, Radit hanya memainkan ukulelenya, memperkenalkan sebuah kebahagiaan yang bisa didapatkan melalui musik, dan memberitahu tentang kuncip9-kunci dasar untuk bermain sebuah ukulele. Untungnya, anak di sini semuanya aktif dan rasa ingin tahunya sangat tinggi jadi saat Radit berbicara maka anak-anak lain bertanya juga mengikuti bentuk jarinya mengikuti jari Radit yang ditempelkan di ukulele.

Sebenarnya, Radit masih mau berada di sini. Duduk di tengah-tengah lingkaran anak-anak yang senang musik. Seperti di rumah singgah, tapi di sini berbeda. Di sini, Radit benar-benar hidup dengan alam dan tubuhnya. Tidak menggunakan barang elektronik maupun kendaraan bermotor untuk sampai di suatu tempat. Radit biasa jalan kaki, biasa langsung bercerita dan menghampiri Rara tanpa harus Chat terlebih dulu. Seperti kembali ke masa kecil, saat semuanya belum dimiliki oleh Radit.  

"Sttt" seperti ada sebuah kode yang menyuruhnya untuk menengok, Radit melihat ayahnya yang sedang memperhatikannya.

Radit bangkit, meletakkan ukulelenya di tengah-tengah sekumpulan anak dan berjalan menuju ke arah ayahnya.

"Kenapa yah?"

"Kita ke telaga yuk? Mau ikut ga?"

"Nggak ah. Takut banyak buaya"

"Ya allah. Masa Buaya takut sama Buaya"

"Ya beda kali. Itu buaya telaga, Radit buaya darat. Anak kan ngikut ayahnya waktu muda kayak gimana"

"Iya udah. Ini ayahnya buaya. Ayah ngaku"

"Ayah aja deh. Radit di sini aja"

Radit menyandarkan tubuhnya di sebuah pembatas yang terbuat dari tiplek, tingginya sekitar sepinggang Radit.

"Radit lagi suka di sini. Besok kan kita harus pulang, ya hari ini Radit mau ngabisin sisa hari Radit di sini bareng sama anak-anak"

"Ya oke, Rara di Kamarnya. Dia nggak enak badan, nanti minta obat sama temannya mamah. Kasih Rara ya"

Sahabat Mu, ATAU pacar Mu? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang