SMAPM 21

574 31 0
                                    

Sudah pukul 7 malam, Rara sudah duduk di depan kaca selama 30 menit setelah shalat magrib tadi. Katanya, Radit akan menjemput Rara jam setengah 7, tapi sampai sekarang batang hidungnya belum juga muncul.

Padahal kan, jarak rumah Radit dan Rara jika ditempuh tak sampai 30 menit. Bahkan hanya 5 menit jika Radit naik motor. Tak akan sampai selama ini.

Dering handphone Rara berbunyi, menandakan ada pesan masuk di handphonenya. Rara meraih handphone itu, membuka pesan dan nama Radit muncul di baris paling atas.

Radityaku

Rara, maaf ya gue ketiduran. Ini baru bangun. Beneran nih main GC. Ngebut mandi 5 menit. Tungguin.

Rara tak membalas. Ia hanya membaca, pasti sebentar lagi juga Radit akan datang.

Membahas nama kontak di atas. Sebenarnya nama itu sudah ada sejak kelas 1 SMP, saat itu Radit pertama kali memiliki handphone dan nama itu adalah tulisannya sendiri. Dan sampai sekarang, Radit tak pernah mau mengganti nomornya karena katanya 'Radityaku' itu adalah nama yang tak akan pernah Rara ganti sampai kapanpun. Kalau nanti ganti nomor, Rara belum tentu menyimpannya dengan nama 'Radityaku' lagi.

Sambil menunggu Radit, Rara keluar kamar ia menuju ke ruang depan untuk menemui ayahnya. Meminta izin agar nanti Radit juga tidak terlalu sulit lagi menyiapkan kata-kata. Walaupun seharusnya sekarang sudah tak perlu. Tapi untuk jaga-jaga tetap harus.

"Mau kemana kamu Ra?" Tanya ayahnya saat Rara baru saja keluar dari kamar.

"Keluar sebentar sama Radit. Boleh nggak yah?" Tanya Rara. Tapi pandangan ayahnya mengarah ke handphone, semacam mengabaikan.

"Jangan malem-malem. Hati-hati juga, pakai jaket awas kamu alergi dingin"

"Iya yah"

Rara sangat jarang sekali keluar malam. Karena ini adalah alasannya. Padahal angin malam katanya sangat romantis, apalagi dinikmati oleh sepasang orang yang naik motor. Tapi sayangnya, Rara tak pernah bisa berani melepas jaketnya ditengah dinginnya malam.

Suara motor matic milik Radit mulai terdengar. Walaupun suaranya masih jauh. Rara hapal sekali dengan suara motor Radit. Mulai dari motor ninjanya sampai motor maticnya. Rara sudah hapal betul bagaimana Radit datang dan menjemputnya, dengan kendaraannya yang sederhana namun selalu nyaman berada di atas sana.

"Yah, Raditnya udah dateng. Rara berangkat ya" Ucap Rara. Dan ayahnya langsung mengangguk pandangan ayahnya masih mengarah ke handphone . Ini adalah peristiwa yang jarang ditemukan. Ini yang Rara inginkan, tapi rasanya justru berbeda. Seperti dilupakan.

Saat membuka gerbang, Radit langsung menyuguhkan helm untuk Rara. Dia tahu apa yang Rara butuhkan sekarang tanpa harus bicara.

"Maaf ya telat. Ketiduran tadi" Ucap Radit dan Rara langsung naik ke atas motor matic berwarna hitam itu. Motor ini seperti motor baru, karena plat nomornya saja belum ada.

"Iya. Ini motor baru?" Tanya Rara. Kemudian motor itu melaju dengan kecepatan sedang tak begitu laju dan tak juga lambat.

"Iya. Baru tadi sore dateng haha"

"Punya siapa?"

"Ayah. Katanya kalau ke kantor enak naik motor. Jadi, Mobilnya dijual soalnya kata ayah boros. Mobil 1 aja cukup, buat mamah pergi kerja. Lagian juga ayah lebih sering di luar kota. Mobilnya cuma jadi menuh-menuhin garasi aja" Rara mengangguk dari belakang. Ia menikmati perjalanan malam ini bersama dengan Radit.

"Belum ada plat nomornya loh, berani dibawa pergi?" Tanya Rara.

"Pergi cuma ke supermarket depan doang kagak jauh. Nonton angklung di sana. Habis itu makan di mie ayam banyumas udah lama nggak makan mie ayam"

Sahabat Mu, ATAU pacar Mu? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang