Radit menetap di rumah Rara, sementara Rara sedang tidur di kamarnya. Radit di ruang tamu, dengan Kak Andri yang kebetulan sudah pulang dari Jakarta.
Rumah Rara ini walaupun kecil, tapi fasilitasnya sangat lengkap, apalagi untuk orang seperti Radit yang gila game. Rumah Rara bagaikan surga tempat berlindung dari kemarahan ayahnya.
"Kak, gue bingung" Ucap Radit pada Kak Andri yang sedang fokus memainkan game peperangan adu strategi yang ada di depannya.
"Kenapa lagi?" Tanya Kak Andri, tapi pandangan matanya tak mengarah ke Radit. Fokusnya masih ke arah layar berukuran besar yang ada di depannya.
"Kuliah dimana? Jurusan apa?"
"Lo maunya dimana? Kalau dari sekarang aja nggak jelas, jangan harap buat lolos di PTN deh"
"Gue sih, maunya Kedokteran di Airlangga, atau teknik kimia Unpad."
"Tanya bokap lo deh. Restu orang tua itu segalanya"
"Balik deh gue, bokap nanti malem pergi lagi. Dan waktu gue buat ngomong soal ini ya tinggal sore ini"
"Cepet sebelum terlambat"
Radit segera mengambil tasnya, ia berlari menuju ke halaman rumah untuk melajukan motornya menuju rumah.
Waktu Radit untuk menentukan pilihannya hanya sebentar, kesetujuan ayahnya menjadi kunci satu-satunya kebingungan Radit sekarang. Radit bukanlah orang yang mudah menentukan pilihan, Radit orang yang mudah mengikuti ucapan orang lain, tapi Radit juga dapat dengan mudah melupakan keinginannya. Plin-plan, bahkan mungkin bukan hanya Radit yang seperti ini.
Sampai di rumah, Radit langsung berlari masuk ke dalam rumah. Mencari-cari ayahnya, berteriak memanggil ayahnya. Tapi yang muncul malah mamahnya.
"Kenapa Kak?" Tanya Mamah pada Radit yang sedang menenggok halaman belakang, tempat biasa ayahnya mengurusi para tanaman dan beberapa burung-burung hias yang sehari-hari diurusi oleh Mamah.
"Ayah kemana mah?" Tanya Radit.
"Ayah udah berangkat ke Bandung, tapi besok udah pulang"
Radit kehilangan kesempatannya lagi. Padahal, Radit jarang bisa bericara serius dengan ayahnya. Bahkan, sekali bertemu Radit selalu menampilkan wajah paling buruknya. Hampir setiap ayahnya pulang, Radit tak berbicara baik, kepulangan ayahnya selalu disambut oleh musik yang katanya makin hari makin membawa masalah untuk Radit.
"Tumben nyari Ayah, kenapa?" Tanya Mamah sambil mengambilkan Radit segelas air putih dari dispenser.
"Nggak apa-apa. Cuma mau ngobrol sebentar aja"
Setelah itu, Radit masuk ke dalam kamarnya, mengunci diri rapat-rapat lalu kembali berpikir.
Menentukan keputusan tak pernah mudah, harus mempertimbangkan resikonya, timbal baliknya, dan kebaikan untuk ke depannya. Sejak ia lahir ke bumi ini, Sampai saat ini Radit masih sulit untuk menentukan pilihan. Tak bisa memilih 3 diantara 5 pilihan, ia tidak bisa memilih 1 diantara 2 pilihan. Segala sesuatu tak ada yang pantas untuk dijadikan pilihan. Semua memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing, dan dilema ini yang sekarang Radit rasakan. Bingung, ini adalah masa depannya. Yang harus ia tentukan bukan tentang bagaimana kelanjutan hidup Radit untuk 2-3 tahun kedepan dengan keputusan ini. Tapi, keputusan ini adalah tentang bagaimana kelanjutan hidupnya untuk lama, untuk membahagiakan kedua orang tuanya, dan bahkan bisa untuk menafkahi keluarganya nanti, jika Radit salah langkah, maka hancur juga masa depannya.
Radit mengambil gitarnya di ujung kamar, sengaja ia letakkan gitar itu di ujung kamar agar ayahnya mengira jika Radit sudah mengurangi hobinya bermain musik, sebenarnya nyatanya memang begitu, Radit memang tak bisa main musik di rumah, ketika di Caffe pun jadwalnya hanya boleh bermain selama 2 jam. Jika lebih, maka gitarnya mungkin akan dihancurkan lagi. Ketenangan baginya adalah alunan sebuah petikan gitar yang ia buat sendiri. Ketika lelah, jenuh, bosan dengan pelajaran, saat kepalanya sakit karena vertigo, dan ketika dirinya ditimbun oleh beribu-ribu masalah musik sederhana itu mampu membuat dirinya kembali bangkit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Mu, ATAU pacar Mu?
RandomSebuah kisah mainstream antara laki-laki dan perempuan yang bersahabat, yang tak bisa bohong pada dua rasa yang dilanda ketakutan oleh sebuah perpisahan. "Ra, jangan terlalu cepat bicara cinta" sebuah kata yang akhirnya terbukti pada sebuah kisah y...