"Dit, lo kuliah nggak hari ini?" Suara Iffer pagi ini membangunkan Radit dari istirahatnya. "Ini gua bikin nasi goreng, abisin ya. Gue mau berangkat duluan." Teriak Iffer sekali lagi.
Radit bangkit dari kasurnya, ia memaksakan diri untuk meninggalkan kasur yang nyaman sekali. Apalagi, badan Radit yang masih pegal-pegal karena baru tadi malam sampai ke Surabaya. Radit juga pulang tanpa berpamitan pada Rara karena Rara masih marah karena Radit bercanda tentang sakitnya. Rara terlalu menganggap serius sampai-sampai ia Tidak mau mengangkat suara saat perjalanan pulang dari puncak bintang.
Sebenarnya Radit mau cerita, tapi melihat reaksi Rara yang tiba-tiba serius membuat bibir Radit kelu, kata-kata yang ingin Radit ucapkan tertahan di tenggorokan. Yang Radit pikiran saat itu hanya Rara. Radit takut Rara khawatir, Radit takut jika nantinya Rara makin khawatir jika tahu bahwa Radit benar-benar sakit, ya meskipun Radit juga belum tahu pasti penyakit apa yang diderita nya.
Bagaimana caranya Radit bisa memberitahu seseorang jika dirinya sendiri saja belum tentu bisa berdamai dengan kenyataan.
Radit melihat dirinya melalui cermin, dengan semua gejala yang hadir Radit mulai bisa menyimpulkan sebenarnya ada apa dari dirinya, ada yang salah dengan tubuhnya belakangan ini. Tapi Radit tidak siap menerima fakta tentang apa yang dideritanya. Radit takut, khawatir jika dirinya saja tak bisa menerima apa yang terjadi, bagaimana dengan orang lain.
Syukur nya pagi ini Radit bangun dengan kondisi yang cukup baik. Padahal tadi malam ia membayangkan jika tidur dan bangun pada pagi hari kepalanya akan sakit seperti kemarin, bahkan yang ada di pikiran Radit ia mungkin tak akan bangun pada pagi hari.
Triiinggggg!!!!!!
"Iya selamat pagi. Ada yang bisa dibantu?" Ucap Radit saat mengangkat panggilan yang masuk ke telepon nya. Rara, dia nggak akan pernah lupa untuk menelepon Radit tiap kali ia akan pergi ke kampus.
[Ish, kamu nggak apa-apa kan? Sehat kan?]
"Alhamdulillah. Kenapa emang? Kangen ya? Baru aja kemaren aku pulang"
[Ya kamu emang nggak kangen aku?]
"Kangen Banget. Aku akan selalu melebihi perasaan kamu."
[Kalau aku benci kamu?]
"Aku akan jauh lebih benci kamu"
[Sue, kamu udah di kampus?]
"Baru mau mandi. Kamu lagi di jalan?"
[Lagi di mobil]
"Jalan ke kampus maksudnya"
[Hehe iya]
"Udah nggak marah sama aku?"
[Nggak bisa marah. Kamu jangan bercanda begitu lagi. Aku nggak suka]
"Tapi aku suka"
[Nggak lucu njir]
"Hahah. Ya udah aku mau mandi dulu ya. Semoga hari kamu baik. Nanti kita cerita, oke?"
[SIAP Pak Dokter]
"Sampai jumpa Ibu Apoteker"
Setelah menutup telepon Radit langsung bergegas mandi. Untuk kali ini Radit mandi karena kemarin pasti banyak keringat yang ia keluarkan. Setidaknya walaupun tidak ada teman, Radit harus tetap bersih dan tidak begitu berantakan.
Setelah mandi Radit melihat jadwalnya hari ini di sebuah papan kecil yang terletak di dekat meja belajar. Tujuannya agar Radit tidak lupa dengan jadwal hariannya.
"Anjir ada presentasi." Radit kemudian langsung membuka buku yang berisi daftar tugasnya. "Hah, berdua? Sama siapa?" Memang nyatanya di kampus tak pernah ada yang mau untuk satu kelompok dengan Radit. Alasannya katanya Radit tidak normal karena tidak berteman dengan satu Orang pun di kelas. Padahal itu pilihannya, Radit yang tidak mau beradaptasi dengan orang baru. Seperti ini sudah cukup nyaman untuk Radit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Mu, ATAU pacar Mu?
AcakSebuah kisah mainstream antara laki-laki dan perempuan yang bersahabat, yang tak bisa bohong pada dua rasa yang dilanda ketakutan oleh sebuah perpisahan. "Ra, jangan terlalu cepat bicara cinta" sebuah kata yang akhirnya terbukti pada sebuah kisah y...