"Lahir di dunia adalah anugrah. Hidup dengan kesehatan sampai usia 19 tahun adalah nikmat tersendiri. Terdengar biasa saja. Tapi ada orang yang hidupnya tidak bisa menginjak usia 19 tahun. Usia dimana ada banyak keinginan tapi tak semua bisa tercapai. Selamat ulang tahun"
"Wehhh gila sihh"
"Asiikk Rahmaa, Ah so Sweettt"
"Gila-gila gue nggak nyangka Kak Edric bakal seberani ini, Rah. Ini cowo beneran mau lo lepas gitu aja? Sayang tahu" Tasya yang paling heboh saat membaca surat Dari Kak Edric. "Coba gue buka kado nya ya?"
Rara tidak begitu tertarik dengan isi kado itu, entah ucapannya atau apanya. Tetap saja sekarang hati Rara tidak baik. Bahkan sekarang Rara tidak menghiraukan apa yang diucapkan oleh teman-temannya. Mau mengejek, mau berteriak nama Kak Edric di depan anak-anak kelas, semuanya tidak Rara pedulikan. Sekarang hatinya sedang patah, kacau dan rasanya ingin terus diam.
"Wow!!! Buku novel. Eh Rahma, ini kan buku yang waktu itu mau Lo beli kan? Iya kan?"
Rara menengok isi kadonya. Sebuah buku berjudul 'Senja dan pagi'. Itu memang buku yang Rara inginkan. Tapi sekarang sudah tidak lagi.
"Ini Lo yang kasih tahu kan?" Karena Tasya tahu jika Rara sangat menginginkan buku ini, tapi belum sempat untuk beli ke toko. "Kado nya buat Lo aja Sya, atau kasih Shiren. Gue mau pulang duluan ya,"
Rara malas untuk datang ke kampus pagi ini. Ia ingin pergi, lari dari kenyataan yang sekarang sedang menimpanya. Rara kira ini adalah prank di hari ulang tahunnya, tapi ternyata tidak. Saat ia bangunpun, keadaanya masih sama. Radit tidak mengabari Rara, dan kata terakhir nya juga tetap sama. Tulisan di kertas itu tidak berubah. Perkataan Radit seperti terus berputar di kepala Rara. Kenapa Radit setuju untuk memulai tapi kini justru dia yang mengakhiri dengan keputusan sepihak.
Dari gerbang kampus Rara naik taksi online menuju ke tempat yang ia cari di Google dengan kata pencarian 'Tempat yang nyaman untuk menenangkan diri di Bandung' sebuah nama yang keluar adalah Situ Patenggang.
***
Sampai di sana Rara hanya berjalan, Dengan perasaan yang tak karuan, Rara tak punya tujuan, kakinya melangkah sesuka hati entah mau kemana diri ini dibawa. Rara mencari tempat dimana ia bisa menjadikan dirinya tenang menghilangkan resah dan membuat senyum lagi.
Tapi sejak Radit memutuskan untuk pergi, Rara kehilangan sebagian hidupnya. Sekarang Rara hidup, tapi tak punya semangat. Seperti ada sebagain tubuhnya yang hilang dibawa oleh Radit.
Rara sangat percaya pada Radit, percaya jika laki-laki itu tidak akan pernah meninggalkan nya, percaya jika komitmen yang Radit buat adalah nyata. Percaya jika Radit tak pernah lelah, bosan, dan tak akan jenuh dengan Rara yang keras kepala dan ingin selalu di temani.
Ternyata Rara salah. Radit punya rasa lelah, dia bisa bosan karena terlalu sering rindu, ternyata dia keberatan jika Rara menuntut banyak waktunya. Surabaya merubah Radit menjadi Radit yang tidak pernah Rara kenal. Radit yang lain dan tak bisa Rara jangkau lagi dengan akal pikirannya.
Rada duduk di sebelah danau. Dua kakinya merapat, ia menunduk dan mengeluarkan tangis di dalam sana. Sangat sedu, sampai tangisnya tak bersuara.
"Melarikan diri bukan suatu solusi. Hari bahagia digantikan jadi tangis sedu. Rindu pada rumah yang bahkan mengusirmu pergi. Kalau itu bukan tempatmu, jangan memberontak tapi terima. Walaupun sulit ada banyak rumah yang akan siap menampungmu, meskipun tidak senyaman rumah lama, tapi tidak akan ada hujan dan selalu aman" Rara menaikkan kepalanya saat ada suara seseorang yang sepertinya mengarah pada dirinya.
"Kak Edric" Rara bangkit, menghapus air matanya kemudian berlari.
Iya, Rara berlari sekencang mungkin untuk menjauh dari Kak Edric. Orang yang sekarang tidak mau Rara ditemui, bahkan Rara tidak mau bertemu dengan satu orangpun kawannya di Bandung. Rara tidak mau ada yang tahu jika dirinya sedang rapuh. Hatinya sedang hancur. Karena yang kawan-kawannya Rara tahu, hubungan Rara dan Radit adalah hubungan yang paling di idamkan oleh kawan-kawannya. Rara hanya cerita kisah senangnya, ia tak pernah berbagi bagaimana sesak saat berperang es dengan manusia yang tiba-tiba menjadi manusia kutub saat marah seperti Radit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Mu, ATAU pacar Mu?
RandomSebuah kisah mainstream antara laki-laki dan perempuan yang bersahabat, yang tak bisa bohong pada dua rasa yang dilanda ketakutan oleh sebuah perpisahan. "Ra, jangan terlalu cepat bicara cinta" sebuah kata yang akhirnya terbukti pada sebuah kisah y...