Udara Bandung memang tidak ada tandingannya. Pagi ini Rara pergi ke kampus naik ojek online karena ayahnya tadi malam tidak pulang ke rumah, melainkan pergi ke Tangerang. Kabut pagi terlihat sepanjang perjalanan menuju kampusnya yang ada di perbatasan Bandung - Sumedang. Ini adalah hal yang sangat Rara inginkan sejak dulu. Tinggal di sebuah lingkungan dimana ia bisa melihat hamparan sawah yang luas tanpa adanya gedung pencakar langit yang menjulang tinggi ke atas, Rara menginginkan bisa menghirup udara segar tanpa harus tercampur dengan polusi berlebih dan Rara juga sangat ingin tinggal di tempat yang ia bisa melihat pegunungan seakan ada di depan matanya. Dan sekarang sudah terwujud. Bandung sudah mewujudkannya.
Hidup kita memang selalu dipenuhi oleh keinginan. Dan keinginan akan selalu ingin diwujudkan. Cara mewujudkannya sangat sederhana, yaitu usaha dan doa. Apa jadinya usaha tanpa doa, dan apa jadinya doa tanpa usaha. Ayah bilang, jika kita menginginkan sesuatu maka usaha dan doa harus seimbang. Tidak bisa jika salah satunya rendah karena timbangan pun tak akan bisa tegak jika salah satu sisinya tak sama.
Sesampainya di kampus Rara mendapat pesan dari Tasya. Katanya dia sedang ada di halaman fakultas bersama dengan Zelyn, Shiren, dan Dhea. Langkah kaki Rara berputar ke arah halaman, awalnya ia akan pergi langsung ke kelas Tapi ternyata teman-temannya ada di sana, mungkin sedang ada yang di bicarakan atau hanya sekedar kumpul biasa, ya Rara tidak tahu.
Teman-teman Rara di sini ternyata lebih menakjubkan daripada di Tangerang. Contohnya adalah Zelyn, orang tuanya pemilik rumah sakit ternama di Yogyakarta, kemudian Shiren ayahnya adalah pemilik perusahaan furniture di Bekasi, dan Dhea ayahnya dan ibunya adalah jaksa yang cukup sukses dan ditambah lagi kakaknya Dhea adalah pemilik sebuah perusahaan mainan di Jakarta. Dan Tasya sendiri adalah anak dari pemilik perusahaan obat di Bandung, orang tuanya memiliki beberapa cabang apotek yang tersebar di pulau jawa. Bahkan, Tasya sudah diwariskan satu dari banyaknya apotek yang orang tuanya miliki. Padahal, Tasya belum lulus kuliah.
Sesampainya di halaman fakultas, Rara langsung membaur, menyatu dengan obrolan mereka. Topiknya masih sama, masih tentang Tasya. Tentang keinginan untuk berhenti kuliah di jurusan farmasi.
"Yang jadi masalah cuma orang tua gue. Kalian si enak, bisa kuliah sesuai dengan keinginan kalian sendiri. Gue? Kuliah karena bokap nyokap gue Apoteker dan mereka mau kalau gue nerusin semua bisnis yang udah mereka rintis. Gue pengen gitu berdiri di atas kaki gue sendiri" Tasya menunduk, memainkan handphonenya. Rara tahu, ia mengalihkan dirinya agar tidak sedih dengan keadaannya sekarang.
"Gue juga dulu sempet debat sama orang tua gue Ca, Nyokap maunya gue ikutin jejak keluarga. Jadi jaksa. Tapi gue udah terlanjur sekolah jurusan IPA dari SMA. Orang beranggapan kalau jadi jaksa, jadi pengacara, jadi hakim itu profesi yang bagus dan jadinya kita bisa dihormatin orang banyak. Tapi gue nggak mau. Akhirnya bokap bilang, karena gue udah terlanjur masuk IPA di SMA dan ya udah. Udah terlanjur basah, ya mandi aja sekalian" Dhea angkat suara. Kata terkahir yang ia ucapkan sama dengan ucapan Radit tadi malam. Semuanya sudah terjadi ya mau bagaimana. Kalau menyerah tandanya kita tidak bisa menyikapi sebuah perubahan.
"Salah gue juga sih, dari awal nggak berontak waktu bokap mutusin tentang kuliah gue. Gue nurut aja, katanya pilihan orang tua itu yang terbaik jadi gue selalu ikutin apa yang orang tua gue bilang" Ucap Tasya lagi. Matanya masih tidak berpaling dari handphone. Rara masih bisa lihat jika Tasya menutupi keadaan. Keadaan dimana ia mungkin sangat tersiksa dengan hidupnya sekarang. Menjadi yang paling terbelakang dan putus asa.
"Pilihan orang tua selalu yang terbaik, tapi menyakitkan. Ca, kalau lo nyerah dan keluar itu tandanya lo itu payah. Lo nggak bisa ngelawan arus. Salah jurusan itu sebenarnya cuma alasan." Sekarang giliran Rara yang bicara. Menyuarakan suara yang tadi malam Radit bicarakan padanya tentang masalah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Mu, ATAU pacar Mu?
RandomSebuah kisah mainstream antara laki-laki dan perempuan yang bersahabat, yang tak bisa bohong pada dua rasa yang dilanda ketakutan oleh sebuah perpisahan. "Ra, jangan terlalu cepat bicara cinta" sebuah kata yang akhirnya terbukti pada sebuah kisah y...