Banyak cerita yang ingin disampaikan, tapi terhambat oleh raga yang seperti terpisah sangat jauh. Yang Rara lakukan sekarang hanya mengurung diri di kamar sambil menikmati beberapa buku novel yang baru ia beli beberapa minggu yang lalu. Barusan, ia menyelesaikan sebuah buku. Judul dan isinya berbeda, tapi isinya sangat luar biasa.
Seperti biasa, Rara mengambil bukunya dan menulis sesuatu di atas kertas putih dengan tinta berwarna hitam.
Tadi, gue baru selesai baca tentang cerita anak yang hidup di keluarga sederhana, dan keluarganya penuh dengan konflik tentang perekonomian. Hidupnya terbatas, dan anaknya yang jadi korban.
Dipertengahan cerita, anak itu kabur dari rumah. Dia pergi ke luar kota untuk cari uang, untuk cari kebahagian, dan untuk cari kebebasan supaya telinganya nggak sakit karena selalu denger suara-suara yang kenceng dan bikin telinganya ngilu. Bantingan kaca, tamparan, dan teriakan ibunya yang histeris.
Endingnya, setiap cerita selalu berakhir dengan bahagia. Selalu, karena itu cuma karangan yang dibuat sama manusia. Beda sama yang sekarang gue alami, sebuah cerita yang ditulis sama tuhan. Dan gue cuma bisa doa, supaya ending cerita ini bahagia juga, klimaks ini semoga cepet nemuin jalan keluarnya. Amin..
Rara menutup buku hariannya, kini ia beralih ke buku SUKSES SBMPTN. Bagaimanapun, dan seperti apapun rumitnya hidup Rara kini. Tetap saja, Rara harus menyiapkan masa depannya. Masa depan yang sesuai dengan keinginannnya, yang menjadi mimpinya. Bukan keinginan ayahnya yang dipaksakan pada diri Rara.
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJAJARAN
BANDUNGSengaja Rara menulis itu di bagian belakang bukunya. Tujuannya adalah agar Rara selalu ingat apa yang ia inginkan dan apa yang menjadi tujuannya. Menjadi seorang Farmasis, agar tidak buta ilmu kesehatan. Itu yang Rara mau.
Saat baru saja Rara ingin mengisi satu soal dari buku itu, tiba-tiba handphone Rara berdering. Dari kejauhan Rara sudah bisa melihat, jika orang yang menelponnya adalah Radit. Rara segera menuju kasur untuk mengambil handphonenya dan mengangkat telepon itu dengan senyuman.
[Lagi senyum ya lo?] Apa? Kok Radit tahu sekarang Rara lagi senyum?
"Nggak! Sotoy"
[Hahaha, lagi apa?] Tanya Radit dari sebrang sana.
"Lagi belajar. Ganggu sih lo"
[Tapi seneng kan digangguin sama gue] Senyum dibibir Rara kini semakin abadi, untung saja ini hanya telepon. Jadi wajah Rara bisa tidak terlihat oleh Radit.
"Nggak manggung?"
[Baru selesai. Mau otw pulang]
"Nggak main sama Cindy?"
[Nggak, nggak mau keseringan. Takut baper dianya. Kayak lo]
"Emang gue baper sama lo?"
[Lo kan cinta sama gue. Nggak baper sama gue. Jadi gini Ra, kalau dia Baper nanti dia cinta. Dicintai sama banyak orang tuh ribet tahu.]
"Jadi?"
[Mending mencintai satu orang. Contohnya mencintai lo, itu nggak ribet. Bahagia malahan]
Dan selanjutnya adalah tawa dan banyak lagi. Sampai larut malam Rara mengobrol dengan Radit, sampai Radit tidak jadi pulang ke rumah hanya karena keasikan teleponan. Kamar Rara juga berulang kali diketuk, tapi Rara tak peduli. Di luar kamar hanya akan membuatnya kembali sesak. Bertemu dengan kedua kakaknya yang kini sama-sama dingin, ayahnya yang makin hari makin keras kepala. Kalau bisa, Rara ingin tinggal sendiri. Bebas dan tak tertekan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Mu, ATAU pacar Mu?
AcakSebuah kisah mainstream antara laki-laki dan perempuan yang bersahabat, yang tak bisa bohong pada dua rasa yang dilanda ketakutan oleh sebuah perpisahan. "Ra, jangan terlalu cepat bicara cinta" sebuah kata yang akhirnya terbukti pada sebuah kisah y...