SMAPM (02) 4

268 20 0
                                    

Aku masih bertanya pada alam raya. Sampai kapan kita bertahan dengan semua ini. Aku nggak tahu, kenapa semesta selalu punya cara buat gagalin apa yang udah kamu rencanain dan selalu semesta seperti menolak permintaanku untuk bahagia walaupun aku cuma minta kurang dari 12 jam.

Radityakuu, suatu saat nanti aku akan lelah, jika aku tidak lelah itu artinya kamu yang akan lelah. Nanti, ada kalanya saat aku berusaha untuk bertahan kamu yang justru malah berusaha melepaskan. Atau bisa sebaliknya.

Radityakuu, aku masih menunggu kamu datang. Walaupun lama. Aku akan tetap menunggu. Karena bagiku, menunggu akan menyenangkan dan tak akan pernah menyesalkan. Hanya satu Yang nantinya akan aku sesali Radit, yaitu sudah tidak bisa menunggumu datang lagi.

"Yaitu sudah tidak bisa menunggumu datang lagi" mata Rara terbuka, ia terkejut saat mendengar ada suara yang membacakan kalimat terkahir dalam tulisannya. "Kakak kira kamu bakal mukul kakak karena baca tulisan itu" Kak Edric mengambil alih kursi di depan Rara dan duduk di sana.

Sekarang Rara sedang berada di kantin, sendirian dengan ketenangan dan tak ada suara yang mengajaknya berbicara, tapi karena Kak Edric datang maka semua yang sudah Rara susun seketika runtuh dalam hitungan detik. Zona nyamannya Rara hilang, ketenangan yang sudah ia dapatkan hilang. Kak Edric adalah orang bawel yang senang mengganggu Rara.  Walaupun kata anak-anak di kelas  Kak Edric adalah orang yang seru, tapi Rara masih tetap tak mau dekat dengan orang ini.

"Kenalan dulu yu," Ucap Kak Edric, sementara Rara malah bergedik, sedikit bingung dengan apa yang baru saja ia ucapkan.

"Udah kenal kan?" Ucap Rara sambil mengeluarkan laptopnya dari dalam tas.

"Tapi belum resmi. Kalau kenalan itu harus di sertai dengan jabatan tangan dan senyuman" sebenarnya apa sih yang di inginkan oleh kakak tingkat ini?

"Nggak usah kenalan deh kalau gitu" Rara membuka laptopnya, menyalakan mode on  dan membuka aplikasi untuk mengirim tugas kuliahnya.

"Kamu cuma pacar orang kan? Bukan istri orang?"

"Apa maksudnya?"

"Sikap kamu terlalu membatasi diri dari laki-laki berasa seperti kamu sudah ada yang memiliki seutuhnya. Padahal kamu cuma punya pacar, bukan punya suami."

Mendengar ucapannya membuat Rara tersenyum miring. Pikiran orang di depannya ini dangkal sekali.

"Maaf kak, saya memang introvert. Bukan hanya dengan laki-laki tapi dengan teman perempuan pun, saya tetap membatasi diri saya"

"Kenapa?"

"Maaf aku gak bisa percaya begitu aja sama orang yang baru aku kenal" Rara kembali menutup laptopnya, ia berkemas lalu bangkit. "Terima kasih udah mau coba berteman sama aku kak, tapi maaf aku nggak tertarik"

Rara melangkahkan kakinya dengan sedikit rasa bersalah. Bersalah karena telah memperlakukan Kak Edric seperti bukan manusia. Ratusan kali Kak Edric mencoba untuk mengetuk pintu, tapi Rara tak mau membukanya, bahkan yang terjadi Rara malah membalasnya dengan sikap es dan bahkan dengan kata-kata sadis. Mungkin, ratusan kali Kak Edric terluka karena Rara,  tapi ratusan kali juga Rara selalu merasa ingin memutarkan tubuhnya dan berkata "maaf".

Langkah kaki Rara berhenti di mading utama. Matanya berhenti berkedip saat melihat ada lomba karya tulis di universitas tempat Radit kuliah. Matanya menjelajah, membaca dengan seksama dari awal hingga akhir.

"Ah gue mana bisa ikut ginian" Rara berlalu begitu saja meninggalkan mading dan menuju ke kelas.

Sudah hampir seminggu, Radit masih belum juga memberi kabar pada Rara.  Ada sisi yang hilang juga, biasanya setiap hari Radit akan memberi kabar walaupun sebentar. Kabar yang menurut Rara jadi tanda jika Radit masih ada di bumi. Kalau seperti ini, Rara merasa Radit hilang. Radit itu sama seperti Drugs dia membuat Candu, dan jika hilang seperti ini maka bisa jadi membuat sakau. 

Sahabat Mu, ATAU pacar Mu? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang