SMA adalah rumahnya cinta. Di SMA banyak sekali cinta ditemukan, mulai dari cinta pada sahabat, guru, teman seangkatan, dan teman spesial. Setiap masa memang tak akan pernah bisa diulang, apalagi diputar. Merasakan, memanfaatkan dan menyerahkan semua yang ada di masa ini. Sebagai investasi masa depan apalagi untuk pelajaran. Semua dimulai dari SMA.
"Oh jadi Rara tuh sakit, terus sekarang kabarnya gimana?" Tanya Yunda pada Radit yang duduk disebelahnya sambil main ML.
"Ya nggak tahu. Kata Kakaknya sih nanti juga sembuh" Radit tak mengalihkan pandangannya ke lain arah, ia menatap layar handphonenya sambil terus fokus bermain. Laki-laki memang begitu, dia selalu fokus pada satu titik jika ia sungguh-sungguh.
"Gue nanti ke rumah Rara deh ya, lo ke sana juga?" Tanya Yunda. Tapi, Radit menggeleng. "Kenapa?"
"Gue ada project pertama. Ya coba-coba aja dulu"
"Oh oke"
Yunda terdiam. Ia menatap Vita dari kejauhan, menatap dengan tatapan kesal tapi rindu. Bingung harus bagaimana, tak ada yang bisa ia lakukan. Yang bisa hanya diam, menunggu kesadarannya benar-benar terkumpul. Setelah dari Vita, ia menatap Iffer yang sedang fokus pada gamenya.
"Minggir geh, gua mau lewat" Ucap Yunda karena Radit menghalangi jalan keluarnya.
"Aelah ganggu aja" Sambil merubah posisi duduknya, Radit menyamping agar Yunda bisa keluar.
Yunda menuju ke kursi Iffer yang ada di ujung kelas. Seorang laki-laki senang sekali duduk menyendiri di ujung kelas, bersama dengan kursi juga Wifi yang kencang tanpa bentrok dengan pengguna manapun.
"Fer," Panggil Yunda sambil duduk di sampingnya.
"Apa?" Ucap Iffer pelan.
"Maaf"
"Sana, gue cape ngomong sama orang yang sama sekali nggak mikirin perasaan gue"
"Tapi bukan gue Fer" Tangis Yunda sudah tak bisa ia tahan, semuanya menetes.
"Nggak usah nangis-nangis. Cowonya nggak akan masuk kalau cewenya nggak bukain pintu" Iffer meletakkan handphonenya di meja. Ia menatap Yunda. "Gue percaya, gue berubah, tapi lo yang sia-siain semuanya. Sekarang gue nggak minta apa-apa Nda, gua cuma mau lo pikirin perasaan gue, itu susah ya? Kalau nggak bisa mending selesai. Gue nggak punya banyak waktu buat nangisin lo, jangan lo pikir lo baru kepergok kali ini. Gue udah sering lihat ini Nda "
"Dia sepupu gue, lo kenapa nggak bisa ngerti sih" Yunda meninggikan suaranya, ia menyekat air matanya tapi butirannya terus mengalir seiring dengan kata-kata yang diucapkan Iffer.
"Ngerti? Dari dulu gue ngerti. Tapi ini kelewat batas Nda, lo lebih mentingin perasaan dia dibandingkan dengan perasaan gue. Udah ya, gue mau sendiri. Kalau lo mau pulang, lo minta anter sepupu lo aja, jangan minta anterin gue" kemudian Iffer keluar kelas, meninggalkan obrolan yang sama sekali belum selesai.
Tak berasa, kemarin mereka masih bisa tertawa, naik motor berdua, ngobrol saling manja, tapi sekarang begitu saja hancur. Bahkan, Iffer sudah berani bicara kata "selesai". Keadaannya hari ini benar-benar tak terduga, semuanya terkesan tiba-tiba bahkan Yundapun belum siap untuk menjalaninya. Terlalu sakit untuk dijalani, terlalu pedih untuk dilihat, dan terlalu ngilu untuk dirasakan. Iffer yang dingin dan lebih mementingkan game, kini menjadi meledak dan mempertanyakan dimana posisi dirinya selama ini.
Yunda berlari menuju kursinya, mengambil tas dan berlari keluar kelas. Langkahnya menuju ke gerbang yang biasa tak dijaga oleh satpam dan gerbang yang biasa digunakan sebagai jalan untuk anak-anak yang ingin bolos sekolah. Yunda butuh teman kali ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Mu, ATAU pacar Mu?
AcakSebuah kisah mainstream antara laki-laki dan perempuan yang bersahabat, yang tak bisa bohong pada dua rasa yang dilanda ketakutan oleh sebuah perpisahan. "Ra, jangan terlalu cepat bicara cinta" sebuah kata yang akhirnya terbukti pada sebuah kisah y...