SMAPM 15

576 33 0
                                    

Karena mood Radit yang berantakan, akhirnya keputusan untuk pulang semakin matang, meninggalakan acara yang tengah berlangsung dan meninggalkan gitarnya yang rusak di sekolah karena ulah Vita.

"Dit, lo beneran mau pergi. Gue bener-bener excited banget hari ini karena gue tahu lo mau tampil. Tapi sekarang, kenapa malah berubah pikiran dan milih pergi?" Radit terus berjalan, sementara Cindy tetap mengejarnya di belakang.

"Kenapa lo diem aja sih Dit? Gue tuh dari tadi ngomong sama lo. Kenapa lo nggak mau denger omongan gue sih Dit!" Suara Cindy terdengar meninggi. Radit menghentikan langkahnya, ia memutar badannya dan menatap Cindy yang hanya berjarak beberapa Centimeter di belakangnya.

"Karena lo bukan Rara. Lo bukan Rara yang bisa membelokkan arah pikiran gue. Lo bukan Rara yang bisa balikin mood gue yang jelek. Sekarang lo paham? Maaf kalau omongan gue jahat, tapi gue cuma butuh waktu istirahat dan tenangin pikiran gue yang baru aja berapi-api. Banyak hal yang bikin gue nggak mau ngejalanin hari ini. Biarin gue pergi. Oke?"

"Oke" suaranya terdengar pelan. Pasrah, karena jika Radit marah. Sekolah ini bisa Radit jadikan bangunan yang tak berbentuk, bangunan seperti bekas perang.

***

"Ini makam adiknya ayah, Tante kamu" Ucap Ayah Rara saat mereka baru saja sampai di sebuah tumpukan tanah yang ditanami rerumputan hijau, makamnya sangat terurus, makamnya paling indah dibandingkan dengan makam yang lain. Bunga mawar ada di atasnya, terlihat masih harum dan masih baru.

"Saat itu kami nggak punya siapa-siapa. Kakek kamu meninggal, dan nggak lama juga nenek kamu menyusul. Ayah nggak punya siapa-siapa. Kerjaan ayah dulu hanya merenung di kebun, memikirkan seperti apa kelanjutan hidup ayah tanpa orang tua. Lambat laun, ada satu hal yang ayah ingat, Ayah masih punya adik. Adik perempuan yang saat itu masib berusia 16 tahun. Suatu hari, saat ayah pulang ayah menemukan adik ayah terkapar di dalam kamar, dengan luka di kepala dan beberapa goresan di lengan juga kakinya. Saat itu, secepat itu pula ayah langsung bawa dia ke klinik, tapi ternyata tuhan bekerhendak lain. Dan beberapa hari setelah nya, Ayah datang ke rumah tetangga, Rasa penasaran kenapa adik ayah meninggal dengan cara yang setragis itu, ternyata jawabannya benar-benar mengejutkan" Ayah menjeda ucapannya sejenak, ia mengambil ancang-ancang untuk berbicara lebih panjang.

"Ada dokter di magang di tempat ayah, dokter itu pacaran sama adiknya ayah. Ternyata, dia ngehamilin adik ayah. Karena nggak mau tanggung jawab, akhirnya dokter itu melakukan praktek aborsi ilegal dengan barang seadanya. Dan sekarang, seperti ini jadinya. Nak, Ayah cuma takut semua terulang, ayah takut kalau kemu kenal sama laki-laki dan akhirnya jadi salah gaul, apalagi sekarang nggak ada bunda di samping kamu. Percaya sama ayah Ra, ayah cuma Khawatir"

"Tapi Radit bukan anak yang nakal yah, Radit juga anak baik. Ayah tahu sendiri gimana Radit dididik sama ayahnya kayak gimana"

"Sebenernya, Ayah udah bisa nerima Radit. Ayah tahu, kalau Radit bukan anak yang nakal. Dia jaga kamu, sampai Jakarta. Ayah tahu, perjalanan kamu kemarin juga ayah tahu."

Rara terkejut, Bagaimana bisa ayahnya tahu?

"Semua kegiatan kamu, dipantau sama ayah. Tentang baik buruknya Radit, ayah tahu"

"Gimana bisa?"

"Kalau kamu mau pacaran sama Radit juga boleh. Asalkan, jangan marah kalau terus-terus dipantau sama ayah"

Rara terdiam sejenak, "Radit sahabat Rara yah"

"Ah, Sahabat kamu atau pacar kamu?"

Sahabat Mu, ATAU pacar Mu? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang