Besok Radit, ayah, mamah, dan Rara akan pergi ke Sula. Rara masih sedikit marah dengan Radit. Setiap hari Radit datang ke rumahnya, membawakan makanan ringan atau minuman kesukaannya, tapi Rara masih enggan untuk bicara banyak. Bahkan wajahnya masih kusut semenjak hari itu. Rara mau bertemu dengan Radit hanya saja memang Rara masih tak mau angkat suara. Jika angkat suara, maka masalah yang kemarin-kemarin akan terbahas lagi. Lebih baik Radit diam, membiarkan Rara diam sesuai dengan apa yang dia mau.
Sekarang, Radit sedang menyiapkan semua perlengkapan, merapihkan gitarnya untuk dibawa ke Sula. Kenapa keluarga Radit memilih Sula? Karena, Akademi keperawatan mamahnya memang kebetulan sedang mengadakan misi menyebarkan kesehatan untuk semua warga di sebuah desa di kepulaan Sula. Dan kenapa ayah juga ikut? Padahal ayah sedang sibuk kerja, tapi menurut ayah kepulauan Sula memiliki potensi untuk dapat berkembang. Dari segi wisata, sumber daya alam yang ada, dan kata ayah juga orang-orang di Sula sangat Kreatif. Walaupun belum pernah datang langsung ke sana, tapi kata ayah ia membaca dari internet bagaimana kerajinan orang-orang yang tinggal di Sula, lalu ayah juga melihat bebarapa keindahan alam di Sula, termasuk Pantai dan telaga yang ada di sana.
Saat mendengar cerita ayah tentang keindahan Sula beserta dengan keberagaman orang-orang di dalamnya , Radit tak sabar untuk sampai ke sana. Tapi mendengar bagaimana perjuangan untuk sampai ke sana yang makin membuat Radit tak sabar untuk merasakan sensasi yang mungkin akan sangat melelahkan. Bagaimana sulitnya, Radit belum tahu. Hanya baru dengar dari cerita ayahnya. Itu saja udah mulai menguji adrenalinnya.
"Kak, ke rumah Rara sana. Bantuin dia siap-siap. Nanti malem juga Rara suruh nginep di sini aja. Kita boarding jam 5 pagi" Ucap Mamah sambil membuka pintu kamar Radit.
"Iya nanti sore aja. Radit mau ke rumah Iffer dulu habis ini. Ada urusan bareng Iffer sama Kent" Ucap Radit sambil menutup kopernya. Koper kecil yang hanya berisi beberapa baju untuk 5 hari ke depan di Sula.
"Bawa yang penting aja. Yang nggak penting nggak usah dibawa"
"Kamera ayah ada nggak Mah?"
Karena kamera adalah hal wajib yang akan merekam setiap kegiatan apa yang Radit lakukan di sana. Melalui kamera, setiap moment dapat terabadikan secara nyata. Dan di Sula, Radit tak mau menyia-nyiakan kesempatannya untuk berlibur bersama dengan Rara. Berbahagia, dan menjadikan Rara wanita paling senang dan memiliki tawa paling tulus saat itu.
"Ada. Udah di tas ayah. Sama baterainya juga udah. Mau apa lagi?"
"Emm, sama power bank yang banyak."
"Baterai kamu bakal awet di sana. Nggak ada sinyal, Wifi, atau paket data"
"Serius?" Tanya Radit, siapa tahu mamahnya ini bercanda.
"Belajar hidup sama alam kamu di sana. Jangan bergantung sama yang kamu milikin sekarang. Handphone boleh pegang, tapi kamu cuma bisa gunain itu di keadaan tertentu aja"
"Nggak takut sih. Radit bisa tanpa handphone seminggu"
"Baru seminggu"
"Yang penting bisa mah"
"Kamu itu nggak bisa tanpa Rara doang kan? Mamah tahu itu" Radit hanya menanggapi itu dengan senyum miring. Ia bangkit mengambil handphone di atas narkas juga kunci motor yang mengantung di meja belajar.
"Pamit ya Mah" setelah berpamitan, Radit menuju ke rumah Iffer yang lumayan memakan jarak yang lumayan jauh. Tidak begitu jauh sih, hanya saja untuk sampai ke rumahnya minimal Radit harus mengorbankan 15 menit waktunya untuk ikut bermacet-macetan di tengah-tengah lampu merah.
Kalau bukan untuk masalah kegagalan kemarin, mungkin sekarang Radit sudah di rumah Rara. Tidak di jalan menuju ke rumah Iffer untuk membahas ulang permasalahan kegagalan yang kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Mu, ATAU pacar Mu?
RandomSebuah kisah mainstream antara laki-laki dan perempuan yang bersahabat, yang tak bisa bohong pada dua rasa yang dilanda ketakutan oleh sebuah perpisahan. "Ra, jangan terlalu cepat bicara cinta" sebuah kata yang akhirnya terbukti pada sebuah kisah y...