Rara duduk di halaman homestay yang disewa oleh ayahnya. Ia menatap langit Surabaya yang cerah, warna biru yang sangat indah. Ternyata seindah ini kota yang menjadi tempat tinggal Radit selama hampir 5 tahun. Mulai dari mereka berpacaran, putus, dan menikmati hari-hari penuh kerinduan. Surabaya mungkin adalah saksi bagaiman Radit berdamai dengan perpisahan yang ia buat sendiri.
Tadi malam, pertemuan dengan Radit sangat menjadi tanda tanya bagi Rara. Kata-kata yang Radit keluarkan seolah membuat tanya tersendiri yang harus Rara pecahkan. Selama ini, Apa yang sudah terjadi? Karena nggak mungkin Radit tiba-tiba lupa dengan Rara tanpa sebab.
"Rahma" Rara sudah terbiasa dengan panggilan 'Rahma' di Bandung. Semua temannya di Bandung memanggil Rara dengan nama aslinya 'Rahma' termasuk Zayn.
"Apa?" Rara menoleh saat melihat Zayn ikut duduk di sebelahnya.
"Kalau penasaran dengan jawaban, kenapa nggak di cari tahu"
"Nanti aja. Mungkin sekarang bukan waktu nya, dia juga masih berduka. Dan nggak begitu penting juga"
"Tapi kata wajahmu, itu sangat penting. Wajahmu bicara kalau jawabannya harus segera ditemukan" Rara tersenyum sambil menggelengkan kepalanya.
"Dia orang yang keras. Kalau nggak mau, ya dia akan tetap nggak mau. Lagipula kata mamahnya semalam, ingatan nya memang hilang sebagian"
"Cuma sebagian kan? Mungkin sebagiannya lagi masih tersisa"
"Nanti aja" Terdengar Zayn seperti menarik nafas. Dia seperti kehabisan kata jika Rara sudah mengambil keputusan.
"Mau jalan-jalan? Lihat Surabaya. Katanya kamu mau lanjut pendidikan Apoteker di sini"
"Boleh"
"Siap-siap sana. Aku di tunggu ya" Rara cuma tersenyum.
Yang sekarang bisa Rara lakukan adalah mencari kesegaran di tengah kegersangan hatinya yang sedang bingung mau apa. Mau mencari tahu, tapi bukan waktunya. Ingin terus menunda tapi tak tahan penasaran.
Radit selalu sama. Dia selalu menjadi teka-teki yang sulit untuk dipecahkan. Dia seakan bertindak tanpa memberitahu alam raya. Angin tak berbisik pada daun-daun di pohon tak ada pesan burung yang sampai pada Rara, perihal Radit kenapa?
***
Radit sedang duduk di ruang TV. Tidak sedang menonton TV tapi sedang ada yang datang ke rumah. Memang sejak kemarin sampai hari ini, masih ramai orang yang datang ke rumah untuk sekedar menyampaikan turut berduka cita. Radit juga tidak bisa menolak orang datang, walaupun tiap ada orang datang pasti mereka selalu bertanya tentang ayahnya dan kadang Radit kembali pilu, tertampar oleh keadaan bahwa ayahnya sudah tiada.
"Udah bahasnya, doain ya semoga ayah ditempatin di tempat yang terbaik di sisi Allah" Ucap Radit seraya ingin mengakhiri percakapannya.
"Lala di mana? Belum pulang sekolah?" Ariana bertanya.
"Belum masih di jalan kali ya" Radit menatap jam di rumahnya, sudah jam 1 siang, seharusnya Lala sudah pulang ke rumah.
"Dijemput nggak? Ini udah siang. Panas banget di luar"
"Sama Pak Fajar kok"
"Naik mobil?"
"Becak"
"Ih serius. Kasian tahu kalau kepanasan"
"Enggak Ri, dia naik mobil sama Pak Fajar"Radit mengambil ponselnya, ia menelepon Pak Fajar, tapi ponselnya tak aktif.
Radit melihat jam, kenapa sekarang justru hati nya ikut khawatir, padahal biasanya tidak begini. Biasanya Radit tidak begitu memperhatikan kapan adiknya pulang, bahkan Radit tidak tahu kapan adiknya itu akan pulang ke rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Mu, ATAU pacar Mu?
RandomSebuah kisah mainstream antara laki-laki dan perempuan yang bersahabat, yang tak bisa bohong pada dua rasa yang dilanda ketakutan oleh sebuah perpisahan. "Ra, jangan terlalu cepat bicara cinta" sebuah kata yang akhirnya terbukti pada sebuah kisah y...