SMAPM 45

372 23 0
                                    

Beberapa hari setelah Rara menangis di pelukannya, Radit sering bangun pagi-pagi sekali untuk datang ke rumah Rara pagi-pagi juga. Seperti hari ini Ia langsung menuju ke kamar mandi, mencuci muka dan kemudian gosok gigi. Ia tak pernah mandi, yang membuat penampilannya sedikit rapih tiap pagi adalah karena ia menggunakan sedikit minyak rambut dan menyisirnya dengan Rapih, agar dikira jika seorang Raditya adalah tipikal orang yang Rapih.  Padahal, jika dilihat kenyataannya adalah Radit itu malas mandi dan malas bangun pagi. Kerapihan itu hanya memperkuat daya tarik seseorang agar tidak menilainya laki-laki tak bersih.

"Sarapan dulu Kak, ada ujian apa hari ini?" Ucap Mamah saat Radit baru saja turun dari tangga dan ingin menuju ke meja makan. Radit lihat ayahnya sedang duduk di depan meja makan sambil memperhatikan beberapa dokumen di depannya.

"Iya mah, ada Try out pagi ini. Radit mau belajar di sekolah" Ucap Radit sambil duduk di samping ayahya.

"Gimana keputusan kamu buat kuliah, universitas mana? Sudah direncanakan mateng?" Tanya ayah, matanya tak mengarah ke Radit, hanya mengarah ke dokumen yang Raditpun tak tahu apa isinya.

"Udah. Pilihan di SNMPTN pertama di Kedokteran Airlangga, Pilihan kedua di Teknik Kimia Unpad"

"Kamu nggak salah Kak? Unpad dijadiin pilihan kedua?"

"Iya. Aku lebih pro di Kedokteran, dan kedokteran itu aku pilih di Airlangga, gimanapun, aku harus di kedokteran"

"Kenapa nggak di Kedokteran Unpad, Kimia Airlangga?"

"Radit nggak pernah kepikiran akan lolos kedokteran di Universitas terbaik kayak Unpad"

"Ya tapi Airlangga juga bukan Universitas yang masuknya gampang Kak"

"Tapi Radit yakin Radit masuk di sana Yah, jejak alumni Radit banyak yang lolos di Airlangga, nggak ada yang tembus di Padjajaran"

"Kamu nggak mikir dua kali lagi Kak? Ini Airlangga loh, dan kamu ambilnya langsung kedokteran?" Ucap mamah sambil menyiapkan makanan di piring untuk Radit.

"Mamah sama Ayah yang ngajarin Radit untuk percaya diri, Dan Radit lakuin itu. Kakak udah mikirin ini berkali-kali, bahkan ratusan kali mungkin"

"Kalau nggak lolos SNMPTN, udah siap buat SBMPTN?" Tanya ayah.

"Udah. Swasta juga gak masalah, tabungan Radit udah ada dan cukup untuk biaya 2 semester di FK Universitas Swasta"

"Tabungan kamu udah banyak?"

"Nggak banyak, tapi kayaknya cukup"

"Uangnya disimpen, nggak usah dipake yang macem-macem"

"Iya"

"Ujian-ujian tinggal hitung minggu loh, Kalau bisa kurangin manggung ya, seminggu beberapa kali aja jangan setiap hari"

"Iya ayah"

Setelah selesai sarapan, Radit bergegas menuju ke rumah Rara. Wanita yang kini rapuh, yang sekarang merindukan kasih sayang kedua orang tuanya, yang sekarang membutuhkan teman. Rara, si periang yang kini murung. Kesepian telah menutup dirinya, membuat dunianya yang berwarna dan dikelilingi oleh semua orang yang sayang padanya perlahan hilang, menghasilkan warna semu yang dipendam oleh dirinya sendiri. Tak bisa terbagi kepada orang lain. Kepingan kerapuhan itu hanya bisa ditemukan oleh Radit, bahkan mungkin hanya Radit juga yang bisa menyatukan beberapa kepingan yang berserakan kembali utuh.

Tangisan setiap malam sepertinya akan membuat kantung mata Rara menghitam dipagi harinya, wajahnya akan terlihat lebih pucat, kepalanya akan terasa pusing dan badannya mungkin akan sedikit mengalami demam. Itu yang akan dirasakan semua orang jika terlalu lama menangis. Hal itu sekarang jadi  pemandangan pagi Radit. Bahkan, tiap malam Radit harus merelakan jam tidurnya untuk diganggu Rara. Hanya untuk mendengarkan ia menangis sambil berkata "Aku rindu Bunda, aku rindu Ayah Raditt". Hanya itu tapi diiringi tangis dan selalu sukses membuat Radit ikut-ikutan tersayat hatinya. 

Sahabat Mu, ATAU pacar Mu? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang