Hari ini Radit dan Rara akan ikut ayahnya pergi ke sebuah balai desa. Di sana ayahnya Radit akan mengadakan sebuah seminar kecil-kecilan, ya tentang kerajinan tangan, dan wisata di Sula yang harus disebarluaskan untuk warga Indonesia. Kurang lebih seperti itu, Radit sendiri tidak tau seperti apa planing yang sudah ayahnya buat untuk hari ini.
Awalnya adalah sambutan dari kepala desa, barulah setelah itu ayahnya datang dengan tangan kosong. Hanya membawa sebuah kapur ditangannya.
"Selamat pagi bapak-bapak, Ibu-ibu" Sapa ayah pada semua yang hadir saat ini. Lumayan banyak, ya sekitar 50% dari penduduk di desa ini hadir di acara yang ayah sengaja buat. "Perkenalkan, nama saya Arfandi, saya adalah CEO dari sebuah perusahaan di Tangerang. Saya punya dua orang anak, dan alhamdulillah 1 Istri. Di sini, saya mau cerita tentang bisnis dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada, tanpa harus merusaknya"
Kemudian ayah bercerita. Tentang usaha yang sekarang ia jalani, lalu mulai membuka beberapa peluang bisnis yang sudah ayah pikirkan sejak sebelum menginjakkan kakinya ke Sula.
"Iya jadi sudah 2 hari saya di sini, saya lihat beberapa destinasi wisata di Sula ini. Ternyata, nggak kalah bagus sama Bali ya Pak, Bu" Ucap ayah yang langsung disahuti oleh beberapa orang yang hadir.
Lalu ayah membicarakan banyak hal, tentang keindahan alam di sini. Lalu yang kedua ayah bicara tentang makanan khas dan cemilan khas yang ada di Sula. Makanan ringan yang sudah kami cicipi kemarin sore, makanan sederhana dengan rasa yang luar biasa. Itu juga adalah peluang usaha bagi warga di kepulauan Sula.
"Ayah aku pinter ngomong. Public speakingnya bagus" Ucap Radit pelan pada Rara. Kini Rara dan Radit sedang duduk di kursi warga, di bagian paling belakang sambil memegang kamera dan mengabadikan ayah yang sedang bicara di depan sana.
"Ayah kamu tuh pinter tahu" Ucap Rara.
Sekarang ayah sedang menggambar, Ya Radit tidak tahu ayahnya menggambar apa. Yang jelas, kelihatannya seperti sebuah skema yang terdiri dari bentuk lingkaran, Persegi, dan segitiga.
"Dalam usaha, harus ada ini Pak, Bu. Yang pertama adalah Kemampuan, Kemauan, Mimpi, Ilmu pengetahuan, dan Keseriusan. Pak, Bu. Nggak pernah ada orang sukses yang kerjanya cuma di kasur. Nggak ada orang sukses yang hidupnya malas-malasan Pak, Bu. Kita kerja sama kayak belajar, capenya diawal aja bahagianya selamannya. Walaupun banyak yang harus dikorbanin, contohnya Waktu, dan keluarga"
Kalimat terakhir Ayah membuat Radit ingat pembicaraan mereka kemarin. Ayah yang sedikit menyesal karena telah mengorbankan keluarga dan kehilangan hubungan baik dengan anak-anaknya.
"Dit, berarti ayah aku sekarang lagi ngorbanin keluarga dan waktunya buat usaha barunya dong?" Suara Rara membuat Radit tersadar. Menghentikan lamunannya dan mulai melihat wanita disebelahnya yang tengah fokus mendengarkan.
"Ya, ayah aku bilang gitu. Itu resikonya seorang pengusaha. Kita dibesarin sama orang yang berprofesi sebagai pengusaha, yang waktunya lebih banyak diperuntukan untuk usaha. Tapi, kita juga nikmatin hasilnya kan?" Ya Rara mengangguk. "Jangan salahin ayah, tapi keadaan yang udah bikin orang tua kita begini. Kalau ayah kita nggak kerja keras, ya hidup kita kekurangan, dan kebersamaan keluarga tetap ada. Tapi, kalau ayah kita kerja keras, hidup kita berkecukupan, dan kebersamaan keluarga hancur. Kamu pilih mana?"
"Bingung"
"Ye, mankanya otak dipake mba"
Ya selanjutnya membahas kembali ke ayah yang sedang membicarakan tentang modal. Tentang dari mana modal didapatkan, dan bagaimana modal digunakan, dan kapan modal bisa berbalik menjadi keuntungan. Kalau soal ini, ayah adalah jagonya.
"Waktu saya dulu pertama kali buat perusahaan, saya nggak semata-mata langsung bisa mendirikan sebuah perusahaan, saya mulai dari jualan dari mulut ke mulut pake modal yang kecil banget. Mulai dari pinjam dari orang tua saya, kemudian saya minta bantuan beberapa teman saya untuk promosiin sesuatu yang saya buat. Setelah dapat keuntungan, saya ganti uang orang tua saya dengan lebih yang lumayan banyak sebagai ucapan terimakasih, dan saat keuntungan terus saya kumpulkan, di tahun pertama saya bisa buat sebuah toko yang sampai sekarang masih ada, setelah mendapatkan keuntungan yang besar dari toko saya memutuskan untuk membuat sebuah perusahaan. Dan jalan yang saya tempuh nggak selamanya mulus. Saya dapat pertentangan dari orang tua saya, di tahun-tahun berikutnya, saat saya sudah membuka beberapa toko di luar kota, saya bercerai dengan istri saya, dan tidak lama, saya menikah lagi dan mulai konflik baru dengan anak saya yang kala itu tidak setuju dengan pernikahan saya, selanjutnya beberapa tahun setelah itu juga saya punya hubungan yang kurang baik dengan anak saya karena waktu saya yang terkuras banyak di bidang usaha juga tentang keegoisan saya menentang keinginan anak saya. Sampai sekarang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Mu, ATAU pacar Mu?
RandomSebuah kisah mainstream antara laki-laki dan perempuan yang bersahabat, yang tak bisa bohong pada dua rasa yang dilanda ketakutan oleh sebuah perpisahan. "Ra, jangan terlalu cepat bicara cinta" sebuah kata yang akhirnya terbukti pada sebuah kisah y...