Sekarang, waktunya kembali ke sekolah. Liburannya sudah cukup, sudah selesai. Lupakan permasalahan Sula kemarin. Sula banyak membawa pelajaran, tentang kerinduan yang sesungguhnya pada ayah.
Sekembalinya dari Sula, Ternyata ayah tak ada dirumah. Ayah kembali ke Bandung. Padahal, katanya ayah rindu pada Rara. Dan sampai hari ini, setelah satu minggu kepulangan Rara dari Sula, ayahnya masih belum juga kembali dari Bandung. Entahlah, apa yang ia lakukan di sana. Rara tak tahu jelas, tak juga mau bertanya.
"Neng, Mas Radit udah di depan katanya suruh buruan. Udah siang" Ucap Bibi yang baru saja datang dari halaman setelah mengantarkan kopi pagi untuk Kak Andri.
Rara sengaja memperlambat langkahnya. Biar saja, ini balasan untuk Radit, karena dia terlambat bangun dan jadinya harus terburu-buru seperti ini. Rara sama sekali tak suka kebiasaan Radit yang satu ini, senang bangun telat, sering tak tepat waktu dan yang paling Rara benci adalah Radit senang sekali membuat Rara menunggu.
Tapi bukankah Radit tak pernah protes sampai sekarang perasaannya digantung oleh Rara? -batinnya.
Rara sampai di depan halaman lumayan lama, ya setiap langkah kaki Rara dinikmati, dihayati, agar laki-laki di depan sana mengetahui berapa berharganya waktu.
"Ra Gc sih udah siang lama banget" Ucap Radit yang sudah duduk di atas motor ninja miliknya. Jarang, bahkan jarang sekali Radit menggunakan motor ninja untuk pergi ke sekolah. Dia mau menggunakan motor ninja hanya untuk tebar pesona, ya mungkin hari ini juga akan seperti itu.
"Salah siapa jemput telat? Salah siapa bangun kesiangan?" Ketus Rara. Tanpa sadar, Kak Andri memperhatikan perdebatan kecil mereka di kursi halaman depan rumah.
"Iyaa salah aku. Ayo ih buruan"
"Kak berangkat ya!" Teriak Rara.
Sudah hampir biasa sekali Rara merasakan sensasi seperti terbang di udara karena kecepatan mengemudi Radit yang tidak bisa ditoleransi ketika sedang buru-buru. Dan Radit juga, dia sudah biasa mengemudi motor dengan cubitan Rara yang membuat pinggangnya memerah setelah ini.
Sesampainya di sekolah, sepertinya Radit dapat menghela nafas lega. Gerbang masih terbuka lebar padahal jam sudah menunjukan pukul 07.10 pagi, jam dimana seharusnya upacara bendera sudah dimulai.
"Ini tuh bukan pertama kalinya kita lolos tahu nggak" Ucap Rara.
"Dewi Fortuna lagi berpihak sama aku"
"Besok-besok kalau belum jemput aku jam 6 lewat 25, aku berangkat sendiri aja."
"Iya nggak bakal pernah lagi"
Saat berjalan menuju ke kelas, Rara berpapasan dengan Vita. Seketika itu juga teringat usaha Radit yang mungkin sudah direncanakan bersama dengan Iffer dan Kent.
"Aku terlalu keras ya?" Tiba-tiba saja suara itu keluar dari mulut Rara.
"Sangat keras."
Setelah mendengar jawaban Radit, Rara sama sekali tak berniat untuk menjawab. Keduanya terus berjalan menuju ke dalam kelas, karena ternyata hari ini tak ada upacara, yang ada hanya pengarahan dari beberapa guru dan itu saja akan dilakukan di Aula sekolah nanti jam 8 pagi.
"Aku ke Warsa ya Ra, Iffer sama Kent ada di sana" saat di pertengahan jalan menuju ke kelas, Radit bersuara. Rara hanya mengangguk, sebagai tanda iya.
Bagaimanapun, Radit punya dunia lain yang isinya bukan hanya Rara. Bukan seperti Rara yang malas berteman dengan orang lain. Palingan, hanya Yunda, Kent, Iffer, Rama dan Fatma. Yang itupun jarang-jarang. Sekarang Rara lebih senang bersama dengan Radit. Teman Rara benar-benar sedikit kan? Bisa dihitung menggunakan jari tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Mu, ATAU pacar Mu?
RastgeleSebuah kisah mainstream antara laki-laki dan perempuan yang bersahabat, yang tak bisa bohong pada dua rasa yang dilanda ketakutan oleh sebuah perpisahan. "Ra, jangan terlalu cepat bicara cinta" sebuah kata yang akhirnya terbukti pada sebuah kisah y...