SMAPM 30

522 19 0
                                    

Sebagian besar rindu, disebabkan karena kurangnya frekwensi pertemuan yang sedikit. Tapi, bagaimana ceritanya jika pertemuan hampir setiap jam. Tapi, Rindu terus menerus datang. Seperti hilir mudik mencari obatnya. Padahal, obat itu sedang berada di sampingnya. Teman, bingung tidak?

Pagi-pagi sekali Radit sudah bersiap untuk berangkat dari rumahnya menuju ke rumah Rara. Tujuannya satu, ingin memastikan apakah wanita yang satu itu baik-baik saja, atau tidak karena ucapannya kemarin. Karena, sejak kemarin, saat Radit mengirimkan pesan terakhirnya pada siang hari, sampai pagi ini Radit belum sama sekali mengetahui bagaimana kabarnya. Apalagi kabar hatinya.

"Ini masih pagi loh Kak. Yakin mau berangkat sekarang?" Tanya mamahnya sambil mengoleskan selai di atas roti.

"Iya mah. Radit ada perlu sama Rara"

"Kamu yakin mau sekolah? Nggak istirahat aja? Mamah khawatir"

"Radit punya banyak temen mah"

"Hari ini ayah kamu pulang Kak" mamah menampilkan wajah paling khawatirnya. Radit sebenarnya tidak tega, tapi harus bagaimana lagi. Tetap diam tak akan membuat semua keadaan menjadi baik kembali.

"Ayah nggak akan tahu. Mamah tenang, jangan bikin ayah nanti malah curiga. Radit bisa akting kayak artis kok"

"Emangnya mau ngapain sih? Raranya aja suruh ke rumah. Sekalian, ketemu sama mamah"

"Enggak deh. Rahasia"

"Kamu nyakitin Rara?" Tanya mamahnya yang mulai mengintrogasi. Tatapannya mulai tak biasa. "Kak, jangan nyakitin perempuan. Emangnya kamu mau nanti adik kamu itu jadi  korban laki-laki? Karma itu berlaku loh"

"Sedikit Mah, nggak sengaja keceplosan itu juga"

Mamahnya geleng-geleng kepala. Seperti kecewa pada Radit.

"Jangan main-main sama hati perempuan ya, mamah nggak suka"

"Nggak sengaja mah"

"Makan sarapannya terus obatnya diminum. Mamah harus siapin sarapan sama obatnya Lala"

Dan ini, mamahnya sangat melarang keras Radit untuk bermain dengan hati perempuan. Jika keraguan dalam diri masih ada, lebih baik tak usah berani untuk jatuh cinta apalagi mendekati sampai keduanya terjatuh. Karena, jika salah satunya bermain-main, maka akan ada satu hati atau bahkan dua hati ikut rusak. Kata mamahnya, lebih baik menyimpan jika tak siap. Jika ragu, lebih baik tak usah. Yang dikorbankan itu bukan boneka berbie yang tak memiliki hati. Tapi manusia yang jelas-jelas hatinya ada. Dan sangat sensitif.

Mengakhiri obrolan adalah cara mamahnya untuk mengungkapkan amarah yang terpendam. Diam, tak mau bicara. Radit seperti mengecewakan mamahnya yang jelas-jelas menyukai Rara dan menyepelekan omongan mamahnya untuk tetap menjaga hati perempuan.

Seorang wanita, hampir semuanya sama. Ingin dijadikan satu-satunya, prioritas, dan mau dijaga hatinya. Rara juga mungkin seperti itu, tak mau ada orang lain yang menyainginya, tapi Rara cukup takut untuk bicara. Sehingga, Radit hanya bisa mengartikan sesuai dengan jalan pikirannya saja. Walau kadang melenceng, tapi setidaknya Radit bisa mengerti.

Setelah selesai sarapan dan minum obat, Radit bergegas segera pergi. Menggunakan motor Matic baru milik ayahnya yang akhirnyapun sama. Hanya menjadi pajangan di garasi rumah. Kalau dihitung, motor di rumah Radit sudah ada 4. Yang pertama Ninja CBR, itu hanya digunakan ketika Radit ingin tebar pesona saja di sekolah. Yang kedua Satria F, sama seperti motor Iffer, hanya saja motor itu berwarna hitam dengan goresan warna biru yang ia buat sendiri. Yang ketiga adalah motor Matic Vario, berwarna putih dan diskotlet hitam. Biasanya, Radit ke sekolah naik motor ini. Skotlet adalah cara agar motornya tidak lecet ketika tersenggol oleh banyaknya motor di parkiran sekolah.  Dan yang keempat adalah motor beat baru milik ayahnya, baru ada plat nomornya kemarin. Dan hari ini akan Radit bawa ke sekolah.

Sahabat Mu, ATAU pacar Mu? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang