Hari-hari baik untuk Radit dan Rara kini berlalu, beriringan dengan jam dan matahari. Luka tak terlalu dirasa lagi karena Radit ada di samping Rara, sebanyak apapun masalah di sekolah, tentang Vita, ataupun tentang Yunda yang masih bungkam. Semua terasa tak ada, biasa saja karena hanya dengan Raditpun, Rara bisa bahagia dan tertawa.
"Urai deh rambutnya, biar bagus" Ucap Radit saat Rara baru saja turun dari motonya. Rambut Rara dikuncir kuda dengan beberapa helai rambut depannya yang dibiarkan tidak terkuncir.
"Mbung ah. Kalau di urai, lo gampang berantakin rambut gue. Nanti nggak cantik lagi"
"Emang situ cantik?" Jawaban Radit sukses membuat Rara terdiam, mati kutu.
"Jelek. Iya gue jelek" Ucap Rara yang kemudian berjalan menuju kelas meninggalkan Radit di parkiran sendiri.
Radit yang melihat itu hanya menggeleng-geleng kepala. Tidak berniat untuk mengejar, ia lebih memilih untuk berbelok ke arah Warsa. Tempat Iffer, Kent dan beberapa temannya sarapan nasi uduk pagi-pagi begini.
Di sana tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa murid SMA Sebud dan sekitar 3 orang dari sekolah tetangga. Karena ini adalah kota Tangerang, dimana sekolah A berdiri, maka 10 meter di depannya juga berdiri sebuah sekolah B. Jadi, di kawasan ini Radit bisa berteman dnegan banyak orang dari berbagai sekolah. Seperti sekarang saja contohnya.
"Tumben lo Fer belajar" Ucap Radit saat melihat Iffer duduk sambil membaca buku dengan tulisan 'Biologi'. Sementara Kent tetap asik sarapan, menikmati teh hangat dan nasi uduk khas Warsa.
"Gue masuk 50% kuota siswa yang didaftarin di SNMPTN" Ucap Iffer dengan sedikit acuh, bahkan pandangannya tak beralih dari buku tebal itu.
"Gue masuk nggak?" Tanya Radit.
"Gue aja masuk, gimana lo."
"Nilai lo kan Konstan naik terus, walaupun ada di bawah gue. Tapi kalau nilai gue beda, gue tuh turunnya drastis, sekalinya naik juga naik drastis"
"Ya coba aja liat dulu di mading"
"Liat sekarang, dulu mah nggak ada manusia. Adanya dinasaurus" Ucap Kent yang padahal sedang menikmati nasi uduk.
Radit memilih untuk duduk di sebelah Kent, tidak berminat untuk melihat pengumuman itu terburu-buru, nanti juga pasti Rara memberitahunya.
"Bu, Teh pait satu ya" Ucap Radit pada penjaga warung ini.
"Gula sesendok?"
"Enggak pake gula Bu, biar pait"
Sudah pernah Radit bahas, yang manis tak pernah baik. Selalu menyakitkan.
Saat teh yang ia pesan sudah datang, Radit langsung menyandarkan tubuhnya pada tiang penyangga Warsa, memperhatikan kedua sahabatnya itu dalam-dalam, yang satunya fokus belajar, dan yang satu lagi fokus makan. Mungkin nanti, beberapa bulan lagi, Radit sudah tidak akan menemukan pemandangan ini lagi. Bahkan mungkin, Warsa ini bukan menjadi tempat kekuasaan mereka lagi.
"Lo udah fixs di Sumatera Fer?" Tanya Radit pada Iffer, tidak mungkin ia mengajak Kent berbicara karena Kent sudah pasti tak akan menjawab pertanyaannya karena ia akan marah jika acara sarapannya diganggu.
"Gue mau di UNAIR kayaknya. Ada sepupu gue di Surabaya"
"Jurusan?"
"Teknik Informatika, pilihan kedua ya Teknik Industri. Masuk IPA sekarang bikin bokap gue mikir kalau harusnya gue sekolah teknik aja. Lo mau di mana? Jurusan apa?"
"Unpad, atau ambil Unair juga. Gue mau ambil kedokteran"
Karena memang satu-satunya harapan Radit ada pada Kedokteran, menjadi seorang pemusik sudah tidak mungkin. Yang mungkin dan pasti direstui oleh ayahnya hanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Mu, ATAU pacar Mu?
RandomSebuah kisah mainstream antara laki-laki dan perempuan yang bersahabat, yang tak bisa bohong pada dua rasa yang dilanda ketakutan oleh sebuah perpisahan. "Ra, jangan terlalu cepat bicara cinta" sebuah kata yang akhirnya terbukti pada sebuah kisah y...