Pembagian Raport, kali ini ayah Radit yang mengambilnya. Sedikit ada keresahan sih, tapi Radit harus optimis jika nilainya akan naik agar ia kemungkinan bisa diterima di SNMPTN dengan nilai raportnya.
"Kalau naik, kamu mau apa? Liburan ke Sula ajak Rara dan?" Tanya ayahnya saat mereka sedang menyusuri koridor untuk menuju ke kelas Radit.
"Radit mau punya usaha sendiri di tempat kuliah nanti, ya jadi ayah cukup tetep kasih seperempat penghasilan ayah untuk rumah singgah. Karena nanti, Radit mungkin bakal jauh kan?"
"Itukan emang kewajiban. Untuk ulang tahun Rara, kamu masih mau usilin dia?"
"Iya. Tapi Radit mau kasih sesuatu. Ya minimal dia sedikit seneng, abisnya dia terus yang bikin Radit seneng. Gantian, giliran Radit yang bikin dia seneng"
Radit dan ayahnya berpisah di ambang pintu, ayahnya masuk sementara Radit di luar bersama dengan Rara yang mungkin sudah ada di sini sejak pagi tadi.
"Sama siapa?" Tanya Radit pada Rara yang sedang duduk sambil membaca novelnya yang judulnya masih sama seperti kemarin.
"Ayah, baru aja ayah pulang dan untungnya dia mau ngambilin raport gue"
"Gue takut kalau nilai gue nggak naik. Soalnya ini penentuan buat SNMPTN"
"Tumben banget mentingin soal nilai"
"Gue kan udah bilang. Kalau gue serius, ya gue beneran serius dan nggak bakal mau main-main"
Ayahnya Rara keluar, sejak dulu sih walaupun ayahnya Rara sudah mengizinkan Radit untuk membawa Rara main kemana-mana, tapi saat bertemu dengannya kadang rasa takut dan deg-degan itu masih masih ada.
"Om," Radit menyalimi tangan Ayahnya Rara.
"Rara dibawa kemana aja sama kamu?" Tanya ayah Rara. Sejak dulu, Radit tak pernah berani menatap mata ayahnya Rara. Dari suaranya saja bisa ditebak bagaimana sifat ganasnya.
"Nggak jauh om. Paling jauh ke Legok kemarin main ke Rumah singgah"
Om Irfan, malah tersenyum lalu memukul bahu Radit pelan, seperti mendapatkan sebuah dukungan itu yang Radit rasakan saat ada orang yang memukul bahunya. "Jagain Rara ya, bawa pengaruh baik untuk dia. Walaupun peringkatnya turun, tapi alhamdulillah nilainya naik" Om Irfan beralih menatap Rara "Kamu mau pulang nggak?"
"Om, saya mau izin, mau ajak Rara pergi dulu om" Ucap Radit dengan nada yang masih Ragu.
"Jangan pulang malam tapi ya,"
"Siap om, sama minta tolong tebengin ayah saya om. Mobilnya ayah mau dipake Radit sebentar"
"Oke. Sekalian om udah lama nggak ngobrol banyak sama ayah kamu"
"Makasih ya om"
Rara tak ikut dalam obrolan, ia hanya duduk diam sambil memperhatikan raportnya. Rara memang bukan orang yang gila nilai, tapi dia juga tak pernah mau jika nilainya menojak turun. Tapi, bukankah yang kali ini turun adalah peringkatnya? Bukan nilainya.
Tak lama kemudian, ayahnya Radit datang. Membawa Raport dengan wajah yang sudah bisa Radit tebak.
"Kenapa yah?" Tanya Radit kemudian mengambil Raportnya yang ada ditangan ayahnya.
"Ayah sih percaya kalau nilai kamu pasti bagus. Tapi ya Kak, kurangin tidur di kelas, kurangin bolos, sama kurangin tuh dateng ke sekolah telat. Catetan merah kamu banyak tahu nggak"
"Iya yah. Nanti Radit usaha lagi"
"Malu kamu sama Rara tuh, dia rajin pinter. Harusnya kamu kayak dia"
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Mu, ATAU pacar Mu?
De TodoSebuah kisah mainstream antara laki-laki dan perempuan yang bersahabat, yang tak bisa bohong pada dua rasa yang dilanda ketakutan oleh sebuah perpisahan. "Ra, jangan terlalu cepat bicara cinta" sebuah kata yang akhirnya terbukti pada sebuah kisah y...