Di kampus ini Rara punya satu teman yang paling dekat dengannya selama 3 bulan ini. Asalnya dari Surabaya, dia satu jurusan dengan Rara, dan Rara juga banyak bertanya tentang Surabaya pada Karin. Ya namanya Karin, menurut Rara dia baik sekali, Dia dari SMK jurusan farmasi jadi kalau Rara ada kesulitan dalam pelajaran resep, maka Karin yang akan mempermudah Rara.
Karin yang terlihat di mata Rara adalah Karin yang sangat baik, dia sederhana, ramah kepada siapapun, Karin juga adalah mahasiswa yang berhasil kuliah dengan bantuan bidikmisi dari pemerintah. Rara bangga sekali bisa berteman dengan orang seperti Karin.
"Oh iya, tugas kamu buat hari ini udah selesai Rin?"
"Iya udah kok Rah, tadi malem aku hampir lupa mau ngerjain tugas. Soalnya cape banget abis dari fotokopian"
Dan satu lagi yang membuat Rara kagum pada sosok Karin. Dia bekerja sampingan di tengah-tengah padatnya jadwal kuliah. Katanya, Karin masih punya 2 adik yang masih sekolah dan dia sudah tidak punya ayah yang membiayai sekolahnya. Ibunya di Surabaya hanya berjualan nasi uduk di pagi hari dan menjadi buruh cuci di siang hari. Dunianya Karin sangat berbeda 360 derajat. Rara hanya tinggal duduk manis kala meminta macbook dan nanti barang yang ia minta akan dibawakan oleh ayahnya. Tapi, Karin harus berjuang membanting tubuhnya, untuk membeli laptop agar tugas kuliahnya dapat ia selesaikan dengan lancar.
"Selesai kuliah anter aku ke ruang BEM yuk Rah, mau nggak?" Tanya Karin. Sementara Rara hanya mengangguk sebagai tanda setuju.
Di sini, Rara tidak terlalu aktif beroganisasi. Rara hanya akan kumpul dengan teman sekelasnya dan dengan Karin, atau ikut Karin ke ruang BEM untuk menemaninya mengambil tugas atau memenuhi panggilan kakak tingkatnya. Di kampus minatnya untuk bergaul malah cenderung tidak ada. Rara hanya mengenal beberapa orang dari ratusan orang yang ada di kampus ini. Padahal waktu SMA Rara senang ikut organisasi tapi sekarang Rara malah malas sekali ikut berkumpul dengan orang banyak.
Tepatnya, bukan malas. Tapi Rara takut. Ia takut berteman dengan orang yang akan menjerumuskan nya. Rara takut bersaing dalam organisasi yang justru teman yang ia anggap baik bisa saja menusuknya. Seperti dulu. Prinsipnya sekarang adalah Kuliah, pulang, selesain tugas, tidur.
***
Radit duduk di kursi kantin. Bersama dengan semangkuk soto mie dan sepiring nasi. Untungnya kantin sedang sepi karena hari sudah petang dan Radit masih ada di kantin kampus karena jam kuliahnya baru saja selesai sore ini.
"Alah pasti kakak BEM itu suka sama kamu kan?" Ucap Radit di depan layar handphonenya.
"Eh, sembarangan kalau ngomong. Kamu tuh," Suara Rara keluar dari sumber suara handphone Radit. Wajahnya sudah berubah kesal. Radit hanya bisa tersenyum jahil sambil menikmati soto yang ada di hadapannya.
"Apa? Kamu apa? Emangnya di sini ada yang suka sama aku? Rara, aku tuh sengaja ya di sini tuh gak potong rambut, gak keramas, gak mandi. Biar apa? Kamu tau nggak?" Tentu saja itu tidak benar. Ini adalah cara agar Radit bisa melihat tawanya Rara. Meskipun hanya lewat layar handphone.
"Ishhh jorok. Biar apa emang?" Rara menutup hidungnya. Menampilkan wajah jijiknya di depan handphonenya.
"Ya biar cewe nggak berani deketin. Yee dari SMA juga aku jarang mandi pagi kali. Tapi ya gini, resiko Ganteng nya mutlak itu tetep aja berkharisma"
"Ish najis banget sih."
"Tapi sayang kan?" Radit menatap Rara sambil tersenyum. Wajahnya kini benar-benar banyak yang berubah. Kini Rara sering menggunakan riasan di wajahnya. Pipinya pink, matanya terlihat lebih hidup karena dirias menggunakan benda yang Radit tidak tahu apa namanya. Yang jelas, Rara yang sudah cantik, jadi semakin cantik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sahabat Mu, ATAU pacar Mu?
RandomSebuah kisah mainstream antara laki-laki dan perempuan yang bersahabat, yang tak bisa bohong pada dua rasa yang dilanda ketakutan oleh sebuah perpisahan. "Ra, jangan terlalu cepat bicara cinta" sebuah kata yang akhirnya terbukti pada sebuah kisah y...