SMAPM (02) 16

225 14 3
                                    

Radit duduk di kursi meja makan. Ada mama dan ayahnya juga Iffer sedang berkumpul di meja makan. Tapi suasananya sangat berbeda, mereka seolah saling pandang dan saling berbicara dalam hati.

"Kak?" Ayah mulai bersuara. Akhirnya ada satu orang yang bicara.

"Kenapa?"

"Rara alerginya kambuh lagi. Udah 2 kali dia di masuk rumah sakit. Kamu nggak mau nengok?"

"Ya Bandung kan emang dingin. Wajar aja yah. Salah dia sendiri kenapa milih di Bandung"

Ayahnya Radit seakan menelan ludah. Radit bisa lihat apa yang ayahnya inginkan. Tapi sekarang, bukan saatnya untuk menunjukan bahwa Radit khawatir pada Rara. Walaupun hati kecilnya ingin lari ke Bandung menemui wanita kecilnya, tapi Radit harus tahan.

"Sebelum ke Singapura apa kita nggak mampir sebentar ke Bandung Kak. Pamitan sama Rara sebelum liburan" mamanya angkat suara.

"Emang kita mau liburan? Kan kita ke sana mau berobat Radit" nyatanya memang begitu. Sampai sanapun nantinya Radit tidak akan jalan jalan seperti liburan mereka tahun lalu.

"Kamu lupa ya? Akhir tahun selalu identik dengan ulang tahunnya Rara. Kemarin kita rayain ulang tahunnya bareng-bareng di Sula. Tahun ini kalau nggak rayain nanti dia sedih loh kak"

Radit diam. Bahkan cuma karena tidak diberi kado saja. Rara bisa marah. Bagaiman sekarang jika Radit tidak ada di sebelahnya pada saat hari dimana ia menjadi manusia paling bahagia.

"Kamu mau diem sampe kapan? Rara pasti udah telepon kamu kan? Kak kamu loh yang memutuskan untuk pacaran sama Rara. Masa kamu tega sekarang ngediemin anak orang udah hampir 3 Minggu"

Radit menengguk ludah. Ia menatap mamanya, "Terus Radit harus gimana? Radit harus bilang fakta nya gitu kalau sekarang Radit sakit. Sekarang Radit sekarat? Radit harus bilang gitu sama Rara? Iya mah?" Nada bicaranya naik satu oktaf karena kesal. Mamanya seolah memojokan Radit, seolah-olah sekarang Rara sakit karena ulahnya.

"Radit!" Suara ayahnya Radit tak kalah tinggi. Tubuh Radit bahkan sampai bergetar karena sudah lama tidak melihat ayahnya marah sampai seperti ini.

"Radit mau selesai yah. Bukan karena nggak cinta lagi. Karena Rara nggak bisa sama Radit yang jelas udah nggak bisa jagain dia"

***

"Aku bisa kak. Makasih ya" Sekarang Rara sudah pulang ke rumah diantar oleh Kak Andri yang kebetulan sedang main ke Bandung.

"Ya udah masuk sana. Istirahat dulu" belum jauh aku melangkah, aku mendengar kakakku mengangkat telepon, dia seperti menjauh tapi aku dengar dengar jelas jika ia bicara. "Hallo Dit?"

Rara langsung mengarahkan pikirannya pada Radit. Apakah Radit menghubungi Kak Andri? Tapi untuk apa?

Sambil terus bicara di telepon, Kak Andri menjauhkan jaraknya dengan Rara, dia hilang dari pandangan Rara. Tapi rasa penasaran ini membuat Rara nekat Sampai akhirnya Rara mengikuti langkah Kak Andri diam-diam dan berakhir di halaman belakang rumah yang di isi oleh kolam ikan ayah.  Kak Andri duduk di tepi kolam, ponselnya ia letakan di telinganya. Rara mengumpat di balik pintu dengan telinga yang ia fokuskan untuk menguping apa yang Kak Andri bicarakan bersama dengan Radit.

"Oh iya baru pulang nih. Dapet kabar dari siapa?"

"Di hotel ya? Bisa besok deh ya"

"Jam 10 sampe Bandung atau dari Surabaya?"

"Hah? Tentang apa?"

"Abses otak? Kenapa nanya gitu? Materi kuliah?"

"Oh. Nanti gue jelasin deh dikit-dikit sih gue tahu"

Sahabat Mu, ATAU pacar Mu? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang