19. Get Well Soon

10.7K 472 2
                                    

"Apa kabar lo?" Tanya Bryan pada Rex.

Saat ini dia memang sedang mengunjungi sepupunya itu. Meski sudah lewat seminggu sejak sepupunya sadar dari koma, tetap saja bagi Bryan keadaan sepupunya masih jauh dari kata baik.

"As you see..." ujar Rex pelan.

"Masih nggak bisa gerakin tangan kiri gue..." ujar Rex.

Bryan terkekeh kecil. Dia tahu sepupunya memang belum sehat sepenuhnya. Berjalan saja masih sedikit terpincang. Meski begitu, Bryan juga seluruh keluarganya bersyukur karena, Rex tidak mengalami sesuatu yang lebih buruk.

"Yah... sabar-sabar deh lo disini." Ujar Bryan dan Rex mengangguk.

Bryan memutuskan keluar untuk ke kamar mandi sejenak. Saat dia kembali, Rex sudah berdiri dan mengerutkan kening di dekat tembok. Bryan tahu ada yang dipikirkan oleh adik sepupunya. Bryan berjalan dan mendekati sepupunya. Dengan cepat dia menutup gordyn di kamar itu.

"Ini buat lo." Ujar Bryan.

Rex mengerutkan keningnya saat menerima barang dari Bryan.

"Fungsinya sama dengan suar dan pelacak. Lo tekan yang ini kalau lo dalam masalah. Alat ini terhubung langsung ke ponsel gue. Jangan tinggalin ini dimana pun! Bawa terus sama lo, biar gue bisa tahu lo ada dimana!"

Rex mengangguk. Bryan mengajak Rex duduk di ranjangnya kembali. Mereka tidak banyak bicara sampai Axella datang. Bryan pamit dan langsung pulang ke apartment-nya. Dia masih melihat mobil yang sama terparkir di tempat yang sama dan itu sudah terjadi selama tiga belas hari terhitung sejak Rex masuk ke rumah sakit.

"Sepertinya harus beli alat baru lagi di BM. Disini ada dimana ya???" Gumam Bryan.

Bryan memutuskan berhenti di salah satu jalan dan membuka laptopnya. Jarinya bergerak lincah di atas keyboard. Mencari pasar mana yang menjual barang yang dia inginkan. Menemukan barang itu beserta lokasi BM, Bryan langsung beranjak untuk menukar mobilnya.

.........

Bryan tersenyum kecil saat melihat sosok gadisnya terlelap di kamar sang gadis. Memang tidak secara langsung. Tapi setidaknya, Bryan bisa merasa tenang akan keselamatan gadisnya. Bryan melajukan mobilnya kembali ke Vicel City setelah beberapa saat yang lalu, dia mendapatkan barang baru dari Black Market.

"Wait for me baby..." gumam Bryan.

Bryan mempercepat laju kendaraannya. Dia sangat ingin sampai di apartment dengan cepat. Tetapi, sebuah pesan yang baru saja masuk ke dalam ponselnya membuat dia menghela kecil. Bryan memutar arah mobilnya ke Martove dan mengganti mobilnya dengan yang biasa dia pakai. Dia melajukan mobil itu menuju ke mansion milik kakeknya yang kini diberikan untuk ayahnya.

"Tumben sekali..." gumam Bryan.

Satu jam perjalanan dan akhirnya dia sampai di mansion besar milik ayahnya. Bryan turun di pintu utama. Dia meninggalkan kunci mobilnya di dalam dan membiarkan salah satu anak buah ayahnya memarkirkan mobil itu ke garasi. Bryan masuk dan langsung menuju ke ruang keluarga.

"Ada apa Dad?" Tanya Bryan pada sang ayah.

Bryan melihat ayahnya tengah menatapnya dengan sangat menyeramkan. Bryan pernah melihat tatapan ini. Bukan sekali tapi dua kali dia melihatnya.

"Dad?"

"Berikan ponselmu!" Titah Dario mutlak.

Bryan mengeluarkan ponselnya, membuka kunci ponselnya dan memberikan ponsel itu pada ayahnya. Bryan hanya bisa berharap ayahnya tidak membuka sesuatu di dalam sana. Bryan menatap ayahnya dengan tenang. Dia duduk di salah satu sofa sedangkan ibu, kakek dan nenek, buyut-buyut, paman-paman, juga adik-adiknya kini sedang menatap ke arahnya.

Cukup lama Dario memeriksa ponsel Bryan dan akhirnya dia meletakan ponsel itu di meja sedangkan dia duduk di sofa single yang ada disana.

"Kenapa Dad?" Tanya Bryan akhirnya.

Dario diam saja. Bryan tahu seberapa pandai ayahnya. Bahkan dia juga tahu ayahnya bisa saja menyadap ponselnya saat dia sedang memeriksa ponsel Bryan tadi.

"Ayahmu mengira kamu bekerja seperti dulu lagi..." ujar Caroline pelan.

"Ohh..." ujar Bryan santai.

Bryan duduk manis di sofa itu. Dia menyandarkan kepalanya dan memejamkan matanya. Dia tidak akan banyak berujar atau ayahnya akan mengetahui sesuatu dengan cepat. Seluruh keluarga itu kini menatap ke arah Dario yang tadi membuka ponsel Bryan.

Dario menggelengkan kepalanya. Membuat semua orang disana menghela lega. Bryan membuka matanya dan melirik ke arah kakek juga neneknya. Bryan diam saja dan memilih menutup matanya kembali sebelum dia membuka mata dan bangkit berdiri.

"Ryan ke kamar dulu. Ryan mengantuk." Ujar Bryan. Dia berjalan ke arah Caroline.

"Good night, Mom..." ujar Bryan sambil mengecup pipi kanan ibunya.

"Good night, Dad" ujar Bryan saat melewati ayahnya.

"Good night all..." pamit Bryan dan dia segera keluar dari ruangan itu.

Bryan memasuki lift dan bersandar oada dinding lift itu. Dia memejamkan matanya rapat. Ketika denting dari lift berbunyi, Bryan membuka matanya dan langsung melangkah keluar dari lift itu. Dia memasuki kamarnya lalu, masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya. Selesai dengan mandi, Bryan ke walk-in closetnya dan memakai kaus v-neck berwarna hitam dan juga celana training berwarna senada. Bryan langsung naik ke atas ranjangnya dan menutup matanya.

Setengah jam setelahnya, Dario memasuki kamar Bryan membawa ponsel milik Bryan yang tadi ada di ruang keluarga. Bryan tidak membawanya. Dario melihat Bryan tertidur dengan posisi terlungkup. Dia masih ingat, Bryan memiliki luka di perpotongan leher dan pinggang kanannya. Dario menyingkap sedikit kaus milik Bryan dan dia melihat luka itu sepertinya masih belum kering. Bahkan meski Bryan memakai perban, perban itu masih berwarna kemerahan karena darah. Sedangkan luka di perpotongan leher Bryan sama sekali tidak tertutup apapun. Bryan belum mengobati luka di perpotongan lehernya.

"Hhh... lihat kan, kamu melukai dirimu sendiri terus. Satu baru mau sembuh, satu muncul." Gumam Dario.

Dario mengambil beberapa handuk dari laci di kamar mandi, dia membasahi handuk itu dengan air hangat dari wastafel. Dia juga mengambil kotak obat dan segera kembali ke kamar Bryan. Dario membersihkan luka di perpotongan leher Bryan dengan handuk hangat lalu, dia mengeringkannya dengan kasa. Setelahnya, Dario memberikan cairan abtiseptik dan membubuhkan salep pada luka itu. Terkahir, Dario memasang kapas yang dia selipkan ke dalam kasa lalu, dia bubuhkan obat di atas kasa itu dan menempelkannya di atas luka Bryan. Dario juga menempelkan plester berbentuk persegi panjang di atas kasa itu hingga kini kasa itu tertutup oleh plester itu

Selesai dengan satu luka, Dario membuka plester dari luka di pinggang Bryan yang masih berdarah itu. Dengan perlahan juga Dario menbersihkan darah yang keluar dari luka itu dengan kapas yang dia basahi dengan cairan antiseptik.

"Nnggghhh..." Bryan melenguh kecil tanda tidurnya terganggu.

Dario tetap membersihkan luka itu dengan perlahan dan penuh kesabaran.

"Dad.." Bryan memanggil ayahnya dengan suara seraknya.

Bryan membuka matanya dan melihat ayahnya sedang menunduk membersihkan lukanya.

"Diam sebentar, Ryan." Ujar Dario saat Bryan sedikit bergerak lantaran lukanya mengenai kapas basah itu.

Bryan menunggu sampai ayahnya selesai dan saat itu di bangkit untuk duduk di atas ranjangnya.

"Thank you Dad..." ujar Bryan.

Dario mengangguk. Dia mengacak rambut Bryan sejenak sambil tersenyum kecil.

"Sana tidur. Ini sudah malam." Ujar Dario

Bryan mengangguk dan kembali menelungkupkan badannya untuk tidur. Dia memang selalu tidur telungkup sejak memiliki luka di pinggangnya. Hanya saja, ketika dia bersama dengan Jessica, dia harus rela menahan sakit dan tidur seperti biasa agar Jessica tidak khawatir padanya.

"Get well soon, son." Ujar Dario pelan

[KDS #3] Ma Belle CibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang