20. He Should Die!

10.6K 514 7
                                    

Bryan memakan sarapan paginya dengan tenang di mansion milik ayahnya atau, harus dia sebut mansion kakeknya? Entahlah, kepemilikan masion itu masih belum jelas saat ini. Yang jelas adalah Bryan disuruh duduk dan ikut sarapan disana.

"Dua hari lagi kamu ikut ya..." ujar Caroline pada Bryan.

Bryan langsung meletakan garpu dan sendok di tangannya sebelum dia menoleh ke arah ibunya yang ada di seberangnya walau tidak persis.

"Kemana Mom?"

"Ada pesta yang digelar duta dari negara Vranzia. Dia mengundang kita semua."

Bryan mengalihkan tatapannya ke arah ayahnya yang duduk di sebelah kanannya.

"And as the candidate of the crown prince, I should attend that party, shouldn't I?" Sambung Bryan yang hanya dijawab dengan anggukan kepala dari ayahnya.

"Jam berapa?"

"Sekitar jam tujuh malam acaranya dimulai."

Bryan diam sejenak. Otaknya mengingat jadwal miliknya di hari itu. Sekian lama dia terdiam dan menyusun jadwal di kepalanya sebelum dia mengangguk kecil.

"Okey, aku ikut. Jadwal terakhirku di hari itu jam tiga sore. Harusnya, aku masih sempat untuk datang ke acara itu tanpa memindahkan jadwal."

Bryan melirik ayahnya yang menganggukkan kepala. Bryan kembali memakan sarapannya pagi itu.

"Aku kirimkan pakaiannya ke apartment mu nanti..."

"Thanks Dad."

"Hn."

Bryan menyudahi sarapannya. Dia meminum jus jeruk di gelasnya dan segera berdiri.

"Sudah mau berangkat?" Tanya Caroline.

Bryan mengangguk. Dia menghampiri ibunya dan memeluk sang ibu dari belakang. Dia juga memiringkan kepalanya untuk mengecup pipi sang ibu.

"Nanti siang main ke apart-ku ya, Mom..." bisik Bryan pada ibunya sembari dia mencium pipi sang ibu.

"Hn. Hati-hati di jalan! Jangan ngebut-ngebut!" Jawab Caroline dengan santai.

"Aku tidak ngebut Mom..."

"Tidak ngebut hanya di atas 90 km/jam." Cibir Caroline.

Bryan terkekeh. Dia melepaskan pelukannya dan saat itu Caroline berdiri untuk merapikan dasi dari seragam putranya.

"Sudah besar masih berantakan kalau pakai dasi..." ejek Caroline.

"Setidaknya aku pakai dasi sendiri. Tidak seperti Dad..." jawab Bryan santai membuat seisi ruangan itu tersenyum mendengarnya.

"Itu beda Ryan..."

"Beda apanya Mom? Mom pilih kasih..." rengek Bryan pada ibunya.

"Aku ingin lihat bagaimana reaksi fans-mu kalau melihatmu merengek seperti balita begitu!" Sindir Dario.

Bryan hanya menoleh ke arah ayahnya dan kembali berbalik menatap ibunya. Dia melingkarkan tanganya ke pinggang sang ibu.

"Mom... lihat, Dad menyindirku..." adu Bryan pada ibunya membuat semua orang semakin tersenyum bahkan terkekeh melihat drama yang Bryan ciptakan di pagi itu.

Caroline menoleh ke arah Dario dengan tatapan marah. Dario langsung mengangkat kedua tangannya dengan wajah heran.

"Apa? Aku tidak melakukan apapun, Sweetheart." Ujar Dario.

"Kamu menyindir putra kesayanganku..." ujar Caroline.

Bryan terkekeh kecil dan mencium pipi ibunya lagi.

[KDS #3] Ma Belle CibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang