34. Don't Break Your Promise to Me!

10.4K 499 22
                                    

Pernahkah Bryan mengatakan kalau dia membenci sekolah? Kalau belum, maka sekarang dia mengatakannya. Dia membenci sekolah karena, sekolah mengingatkan dia pada gadisnya yang menangis dengan sangat pilu disana. Bryan duduk di kursi penumpang mobil ayahnya dengan tatapan yang menatap keluar. Fred melihat itu dan menundukkan kepalanya.

"Tuan.." panggil Fred mencoba menyadarkan Bryan dari lamunannya.

"Tuan..."

"Tuan..."

Bryan tersentak dan menoleh ke arah Fred.

"Maaf kak." Ujar Bryan pelan. Bryan langsung menyambar tas ranselnya.

"Nanti jemput aku di jam pelajaran kelima."

Fred mengangguk, Bryan turun dari mobil ayahnya. Di luar mobilnya sudah berdiri Mark dan juga William anak dari Gael dan Gavel yang memang di tugaskan untuk mengawal Chea. Kedua pewangal itu menunduk sekilas pada Bryan. Mereka melihat Bryan berjalan dengan tatapan datar.

"Kita itu sudah melakukan kesalahan besar ya..." ujar Mark pada dua sahabatnya.

Kedua pengawal yang lain mengangguk. Mereka bertiga menyadari Bryan.berubah total sejak dia kembali ke Kanzpia. Bryan menapaki koridor menuju ke kelasnya, siswi yang biasanya berteriak memanggil Bryan pun kini tidak berani bersuara. Bryan mengeluarkan aura yang sangat tidak bersahabat pada siapapun termasuk keluarganya sendiri.

Bryan memasuki kelasnya. Kelas itu sangat ribut tapi, begitu Bryan masuk kelas itu menjadi hening. Vannya yang berada di kelas yang sama dengan Bryan saja hanya bisa menunduk dalam.

.........

"Mrs." Panggil Bryan pada guru yang mengajar di jam keempat.

"Ya, Michael. Ada apa?"

"Saya izin keluar."

"Tapi, tugasnya-"

Bryan meletakan bukunya di meja sang guru.

"Sudah selesai, Berikut tugas rumahnya. Saya izin tidak masuk besok." Ujar Bryan santai.

Bryan tidak menunggu jawaban dari gurunya dan langsung menyambar tas miliknya lalu, dia melangkah keluar dari ruang kelasnya. Bryan berjalan menuju le atap sekolah dan duduk disana. Dia mengeluarkan sebungkus rokok daru saku celananya dan mengambil satu batang rokok itu. Bryan menyalakannya dan mulai mengisap lintingan tembakau dan nikotin itu.

"Jessie..." gumam Bryan.

Mata Bryan menutup seiring dengan setetes cairan bening itu kembali mengalir di pipinya. Hembusan angin dan suara burung yang berterbangan menjadi teman Bryan pagi itu.

'Don't leave me! That's what you've said before....'

'But in the end, you're the one who leave me behind...'

Getaran di ponselnya membuat Bryan membuka matanya. Bryan melihat siapa yang menghubunginya. Melihat nomor tidak dikenal itu membuat Bryan mengernyitkan keningnya. Bryan mengangkat panggilan itu.

"Ryan..."

Mata Bryan terbuka lebar. Suara itu membuat dia terkejut juga tercekat disaat bersamaan.

"Where are you?" Tanya Bryan lirih.

Tidak ada jawaban. Bryan mengernyitkan keningnya dan melirik ponselnya. Dia melihat panggilan itu terputus. Bryan langsung saja menghapus sisa airmata di pipinya dan dia segera berlari turun.

"Hey! Jangan berlari di koridor!" Teriak salah satu guru.

Bryan tidak menghiraukannya. Dia berlari secepat yang dia bisa. Bryan terus berlari. Bryan bahkan melompati beberapa anak tangga agar dia bisa sampai lebih cepat di bawah. Bryan mempercepat langkah kakinya saat dia hampir sampai di lapangan parkir.

[KDS #3] Ma Belle CibleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang